114 | M e n u l i s B e r i t a d a n F e a t u r e s
1. Tema Tema adalah ide sebuah cerita. Pengarang dalam menulis ceritanya
bukan sekadar mau bercerita, melainkan mau mengatakan sesuatu kepada pembacanya. Sesuatu yang man dikatakannya itu bisa suatu
masalah kehidupan, pandangan hidupnya tentang kehidupan ini, atau komentarnya terhadap kehidupan ini. Kejadian dan perbuatan
tokoh cerita, semuanya didasari oleh ide pengarang tersebut. Mencari arti sebuah cerpen, pada dasarnya mencari tema yang
dikandung cerpen tersebut. Jadi pengarang tidak menyatakan secara jelas tema karangannya, tetapi merasuk, menyatu dalam semua
unsur cerpen Sumardjo, 2004:22-23. Dalam feature, ide sering muncul dari berbagai peristiwa berita
yang sifatnya aktual dan faktual. Ide tidak diperoleh lewat imajinasi, tetapi dipetik dari informasi, hasil penelusuran referensi, kerja
observasi, pilihan visitasi, dan proses konfirmasi ke suatu atau berbagai pihak yang terkait. Perbuatan tokoh cerita, dalam feature
tidak bersumber pada hasil imajinasi wartawan seperti halnya pada cerpen. Perbuatan tokoh cerita, pada feature justru merupakan hasil
sikap dan perilakunya sendiri. Wartawan sebagai penulis feature, sama sekali tak terlibat, dan memang tidak boleh terlibat, untuk
melakukan suatu tindakan apa pun. Wartawan, sebagai penulis cerita, hanya berhak melakukan rekonstruksi dan visualisasi atas
apa yang dilakukan tokoh cerita sesuai dengan setting peristiwa yang terjadi.
2. Sudut Pandang Sudut pandang point of view pada dasarnya adalah visi
pengarang, artinya sudut pandang yang diambil pengarang untuk melihat suatu kejadian cerita. Dalam hal ini harus dibedakan
dengan pandangan pengarang sebagai pribadi, sebab sebuah cerpen
sebenarnya adalah
pandangan pengarang terhadap kehidupan. Pengarang yang pandai akan menentukan pilihan siapa
yang harus bercerita dalam cerpennya sehingga mencapai efek yang tepat pada ide yang akan dikemukakannya. Ada empat sudut
pandang yang asasi, yakni a omniscient point of view sudut penglihatan yang berkuasa, b objective point of view sudut
pandang objektif, c point of view orang pertama, dan d point of view peninjau Sumardjo, 2004:28-32.
115 | M e n u l i s B e r i t a d a n F e a t u r e s
Cerita feature, dengan merujuk kepada sudut pandang tersebut, umumnya lebih menyukai sudut penglihatan yang berkuasa
omniscient point of view. Untuk lebih mudahnya, sebut saja sudut pandang orang ketiga. Dengan sudut pandang orang ketiga,
wartawan sebagai penulis feature, tahu tentang segalanya. la, seperti ditulis Surnardjo, bisa menceritakan ape saja yang
is perlukan untuk melengkapi ceritanya sehingga mencapai efek yang diinginkan. la bisa keluar masuk pikiran para
tokohnya. la bisa mengemukakan perasaan, kesadaran, jalan pikiran para pelaku cerita Sumardjo, 2004:29. Sebagian kecil
wartawan, menyukai sudut pandang orang pertama dengan memerankan tokoh aku. Sudut pandang man
y
pun yang dipilih, sesungguhnya bergantung pada selera wartawan atau reporter,
redaktur, Serta sifat dan bobot materi cerita yang ingin disampaikan kepada khalayak pembaca, pendengar, pemirsa.
3. Plot Plot bukan jalan cerita. Jalan cerita hanyalah manifestasi, benduk