Gaya Suasana UNSUR-UNSUR POKOK CERITA FEATURE

116 | M e n u l i s B e r i t a d a n F e a t u r e s aspek kehidupan yang diangkat dalam cerita feature unsur konflik. Jadi, hanya pada peristiwa tertentu saja unsur konflik dan kilmaks itu diperlukan atau dihadirkan.

4. Karakter

Sebagai cerita, setiap feature, seperti juga cerita pendek, harta memiliki karakter atau watak. Dalam fiksi, tulis Sumardjo, mutu sebuah cerpen banyak ditentukan oleh kepandaian si penulis menghidupkan watak tokoh-tokohnya. Kalau karakter tokoh lemah, maka menjadi lemahlah seluruh cerita. Tiap tokoh semestinya mempunyai kepribadian sendiri. Seorang penulis yang cekatan, hanya dalam satu adegan saja sanggup memberikan pada kita seluruh Tatar belakang kehidupan seseorang. p enulis yang berhasil menghidupkan watak tokoh-tokoh ceritanya, akan dengan sendirinya meyakinkan kebenaran ceritanya. Kita bisa m en ge nal i ka rakt er dal am s ebua h ce ri t a: a m el al ui apa ya n g diperbuatnya, tindakan- tindakannya, b melalui ucapan-ucapannya, c melalui penggambaran fisik tokoh seperti bentuk tubuh, wajahnya, dan cara berpakaian, d melalui pikiran-pikirannya, dan e melalui penerangan langsung Sumardjo, 2004:18-21. Begitu juga dalam feature. Suatu cerita feature disebut baik atau lebih jauh lagi berkualitas tinggi, apabila karakter tokohnya dilukiskan dengan jelas, tegas, ringkas, dan spesifik. Setiap orang punya karakter atau kepribadian masing-masing, yang sekaligus membedakan dirinya dengan orang lain. Seperti ditegaskan Lajos Egri, pengarang keturunan Hongaria dalam karyanya The Art of Dramatic Writing, tokohlah yang menentukan segala-galanya dalam cerita. Pengarang tidak perlu pegang kemudi. la hanya membiarkan saja tokoh-tokoh cerita yang dipilihnya itu hidup dan bergerak sendiri menurut wataknya masing-masing, dan menciptakan situasi, membuat masalah, menimbulkan ketegangan, mencetuskan klimaks, dan akhirnya menutup cerita Dipenogoro, 200 : 51.

5. Gaya

Gaya adalah cara khas pengungkapan seseorang. Cara bagaimana seorang pengarang memilih terra, persoalan, meninjau persoalan, dan menceritakannya dalam sebuah cerpen, itulah gaya 117 | M e n u l i s B e r i t a d a n F e a t u r e s seorang pengarang. Dengan kata lain gaya adalah pribadi pengarang itu sendiri. Tiap orang punya gayanya sendiri, entah baik atau jelek. Gaya di sini meliputi penggunaan kalimat, penggunaan dialog, penggunaan detail, cara memandang persoalan, penyuguhan persoalan, dan seterusnya Sumardjo, 2004:33-34. Di situlah antara lain letak perbedaan feature dan berita. Sebagai cerita, feature ditulis oleh wartawan atau reporter dengan gaya masingmasing. Tiap wartawan penulis feature memiliki gaya sendiri bergantung pada afiliasi sekaligus tingkat pemahaman sastrawan. Ada wartawan yang sangat mengagumi gaya Putu Wijaya. Ada yang sangat menyukai gaya Ahinad Tohari. Ada yang terpukau dengan gaya Budi Darma. Tetapi tidak sedikit pula wartawan yang lebih menyukai gaya novelis Marga T, Mira W, Ashadi Siegar, atau Eddy D. Iskandar. Tidak demikian halnya dengan berita. Siapa pun wartawan yang menulis berita, gayanya tetap sama. Ia harus merujuk kepada teknik melaporkan, pola piramida terbalik, dan rumus 5WIH. Ia tunduk kepada etika dasar dan bahasa jurnalistik. Dengan teknik melaporkan, tidak akan ditemui gaya bahasa sastra pada penulisan berita. Bahasa berita harus logis, sederhana, jelas, tegas, lugas, ringkas, formal, efisien, informatif, komunikatif.

6. Suasana

Tiap cerita pendek ditulis dengan maksud tertentu. Suasana dalam cerita pendek membantu menegaskan maksud. Di camping An suasana juga merupakan daya pesona sebuah cerita. Tentu agak sulit untuk pengarang menyatakan apa itu suasana. Suasana sebuah cerita merupakan warna dasar cerita itu. Dalam sebuah lukisan yang menggambarkan kemarahan, orang sekali warna merah menguasai bidang gambar. Sebaliknya dalam lukisan yang menggambarkan kelembutan dan kewanitaan, warna-warna lembut dan medium banyak kita jumpai di situ. Suasana cerita juga semacam itu. Suasana atau rasa dalam cerita pendek dapat dibangun pengarang lewat beberapa carat lewat karakter, setting, simbol tertentu Sumadjo, 2004:a7 40. 118 | M e n u l i s B e r i t a d a n F e a t u r e s Perlukah feature menggunakan suasana? Perlu ditegaskan tak ada cerita feature tanpa suasana. Dalam feature, seperti juga dalam cerpen, suasana merupakan suatu keharusan. Suasana itulah antara lain yang bisa menghidupkan cerita feature sehingga memikat pembaca, enak dibaca, berjiwa, dan sangat melantunkan pesan-pesan moral tertentu yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Menulis feature, adalah melukis suasana peristiwa. Dari suasana itulah kemudian timbul imajinasi dan fantasi pembaca, pendengar, atau pemirsa.

7. Lokasi Peristiwa