pokok Piaget dalam kaitannya dengan tahap perkembangan intelektual atau tahap perkembangan kognitif atau biasa juga disebut tahap
perkembangan mental. Ruseffendi mengemukakan: a. Perkembangan intelektual terjadi melalui tahap-tahap beruntun yang
selalu terjadi dengan urutan yang sama. Maksudnya, setiap manusia akan mengalami urutan-urutan tersebut dan dengan urutan yang sama
b. Tahap-tahap tersebut didefinisikan sebagai suatu cluster dari operasi mental
pengurutan, pengekalan,
pengelompokan, pembuatan
hipotesis dan penarikan kesimpulan yang menunjukkan adanya tingkah laku intelektual
c. Gerak melalui tahap-tahap tersebut dilengkapi oleh keseimbangan equilibration, proses pengembangan yang menguraikan tentang
interaksi antara pengalaman asimilasi dan struktur kognitif yang timbul akomodasi.
11
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat diartikan bahwa dalam pembelajaran
menurut pandangan
konstruktivisme guru
perlu mengidentifikasi secara dini pengetahuan awal siswa. Hal ini bertujuan
agar bentuk kegiatan yang akan dilakukan oleh guru dapat disesuaikan dengan karakteristik siswa.
Konstruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan, Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan
hidup yang berbudaya modern. Konstruktivisme merupakan landasan berfikir filosofi pembelajaran konstektual yaitu bahwa pengetahuan
dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-
fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui
11
Martinis Yamin, ibid, h. 91
pengalaman nyata
12
. Pembelajaran konstruktivis memiliki beberapa karakteristik, yaitu:
a Constructed
Siswa mengikuti proses pembelajaran tidak dengan kepala kosong. Mereka telah memiliki konsepsi awal berupa pengetahuan, ide, dan
pemahaman yang sebelumnya telah terbentuk. Melalui konsepsi awal tersebut siswa dapat mengkonstruksi pemahaman dan pengetahuan
baru. b
Active Siswa membentuk pengetahuan dan pemahamannya sendiri. Guru
hanya membimbing, memantau, dan memberi masukan, selain itu guru juga memberikan ruang gerak bagi siswa untuk menyelidiki dan
mempertanyakan pengetahuan serta mencoba aktivitas belajar baru, yang bertujuan untuk membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran.
c Reflective
Guru dan siswa berupaya untuk meninjau ulang, mengorganisir, mengklarifikasi, dan mengevaluasi hal-hal yang telah dipelajari.
d Collaborative
Dengan bekerja sama, siswa dapat saling bertukar pikiran untuk memudahkan mereka dalam memahami pelajaran maupun untuk
memperkaya pengetahuan. e
Inquiry-Based Aktivitas siswa yang mengacu pada pembelajaran konstruktivisme
adalah pemecahan masalah, dengan tahapan mencari akar permasalahan, investigasi masalah, dan menggunakan berbagai
sumber untuk pemecahan masalah. f
Revolving
12
Surianto, Teori Pembelajaran Konstruktivisme, artikel diakses 11 Oktober 2010 dari http:surianto200477.wordpress.com20090917teori-pembelajaran-konstruktivisme
Guru membantu siswa untuk melakukan eksplorasi terhadap hal baru atau pelajaran yang sedang dikaji, agar yang dipelajari siswa lebih
bermakna pada kehidupan nyata.
13
Teori konstruktivisme
menekankan bahwa dalam proses
pembelajaran siswalah yang harus mendapatkan penekanan, merekalah yang harus aktif menggabungkan pengetahuan mereka, bukannya guru
atau orang lain. Mereka yang harus bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya. Belajar lebih diarahkan pada experiental learning yaitu
merupakan adaptasi kemanusiaan berdasarkan pengalaman konkrit di laboratorium,
diskusi dengan
teman sejawat,
yang kemudian
dikontemplasikan dan dijadikan ide dan mengajar tidak terfokus pada si pendidik melainkan pada pembelajar. Belajar seperti ini selain berkenaan
dengan hasilnya juga memperhatikan prosesnya dalam konteks tertentu.
3. Hakikat Pembelajaran Fisika
Menurut Marsetio Donosepoetro, pada hakikatnya IPA dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah dan sikap ilmiah. Selain itu, IPA
dipandang pula sebagai proses, sebagai produk, dan sebagai prosedur
14
. Sebagai proses diartikan semua kegiatan ilmiah untuk menyempurnakan
pengetahuan tentang alam maupun untuk menemukan pengetahuan baru. Sebagai produk diartikan sebagai hasil proses, berupa pengetahuan yang
diajarkan dalam sekolah maupun di luar sekolah. Sebagai prosedur dimaksudkan adalah metodologi atau cara yang dipakai untuk mengetahui
sesuatu riset pada umumnya yang lazim disebut metode ilmiah. Fisika merupakan salah satu cabang dari IPA, dan merupakan ilmu
yang lahir dan berkembang lewat langkah-langkah observasi, perumusan masalah, penyusunan hipotesis, pengujian hipotesis melalui eksperimen,
13
Educational Broadcasting Corporation, “Construktivism as a Paradigm for Teaching and Learning: what does Construktivism have to do with my Classroom?,” artikel diakses pada tanggal
14 Juli 2010 dari http:www.Thirteen.org
.
14
Trianto, M.Pd. Model Pembelajaran Terpadu Bumi Aksara:Jakarta, 2010 h. 137
penarikan kesimpulan, serta penemuan teori dan konsep. Dapat dikatakan bahwa hakikat fisika adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari gejala-
gejala melalui serangkaian proses yang dikenal sebagai proses ilmiah yang dibangun atas dasar sikap ilmiah dan hasilnya terwujud sebagai produk
ilmiah yang tersusun atas tiga komponen terpenting berupa konsep, prinsip, dan teori yang berlaku secara universal.
4. Pembelajaran
Hands-On
Konstruktivisme yang menggunakan kegiatan hands on serta memberikan kesempatan yang luas untuk melakukan dialog dengan guru
dan teman-temannya akan dapat meningkatkan pengembangan konsep dan keterampilan berpikir para siswa.
15
Prinsip teori konstruktivisme adalah ‘aktivitas harus selalu mendahului analisis’. Hands on activity adalah suatu
kegiatan yang dirancang untuk melibatkan siswa dalam menggali informasi dan bertanya, beraktivitas dan menemukan, mengumpulkan data
dan menganalisis serta membuat kesimpulan sendiri.
16
Siswa diberi kebebasan dalam mengkonstruk pemikiran dan temuan selama melakukan
aktivitas sehingga siswa melakukan sendiri dengan tanpa beban, menyenangkan dan dengan motivasi yang tinggi
17
. Melalui hands on activity akan terbentuk suatu penghayatan dan pengalaman untuk
menetapkan suatu
pengertian penghayatan
karena mampu
membelajarkan secara
bersama-sama kemampuan
psikomotorik keterampilan, pengertian pengetahuan dan afektif sikap yang
biasanya menggunakan sarana laboratorium dan atau sejenisnya. Juga, dapat memberikan penghayatan secara mendalam terhadap apa yang
15
Nuryani Y. Rustaman. Konstruktivisme Dan Pembelajaran IPABiologi. Makalah Disampaikan Pada SeminarLokakarya Guru-Guru IPA SLTP Sekolah Swasta Di Bandung 7-15
Agustus 2000.
16
Kartono. Hands On Activity Pada Pembelajaran Geometri Sekolah Sebagai Asesmen Kinerja Siswa. Jurusan Matematika FMIPA UNNES
17
Riyanti
.
Pembelajaran Biologi Dengan Group Investigation Melalui Hands On Activities Dan Elearning Ditinjau Dari Kreativitas Dan Gaya Belajar Siswa.Tesis.Program Pasca Sarjana
Universitas Sebelas Maret. 2009.
dipelajari, sehingga apa yang diperoleh oleh siswa tidak mudah dilupakan.
18
Dengan hands on activity siswa akan memperoleh pengetahuan tersebut secara langsung melalui pengalaman sendiri.
Jika siswa tidak melaksanakan sains secara langsung, maka siswa tersebut belum melakukan sains seutuhnya. Dalam melakukan kegiatan ini
siswa seperti halnya ahli-ahli professional ketika membuat hipotesis, mereka kemudian menguji ide-ide tersebut melalui eksperimen-
eksperimen dan observasi. Seperti halnya peneliti, mereka tidak bisa langsung mengatakan hipotesis mereka benar sebelum mereka bisa
membuktikannya. Oleh karena itu kegiatan tersebut dapat menerapkan pembelajaran fisika berbasis hands-on, yang dapat melibatkan
keterampilan psikomotor siswa. Rutherford dalam Haury dan Rillero menyebutkan bahwa “Hands-
On” secara harfiah adalah siswa menggunakan peralatan dalam belajar, yang berarti bahwa belajar dengan pengalaman. Istilah lain untuk aktivitas
sains hands-on adalah aktivitas yang berpusat pada materi, manipulasi, dan praktek
19
. Hands-on merupakan suatu aktivitas dimana siswa memiliki objek,
baik makhluk hidup maupun benda mati yang secara langsung dapat digunakan untuk penelitian. Aktivitas hands-on merupakan aktivitas yang
berpusat pada material, aktivitas pada manipulasi, dan aktivitas praktikum. Haury dan Rillero mengutip Lump dan Oliver yang menyatakan bahwa
“sains yang berlandaskan Hands-on di definisikan sebagai segala aktivitas laboratorium yang dilakukan siswa untuk menangani, memanipulasi atau
megobservasi proses sains
20
.
18
Kartono. Op.cit.
19
David. L. Haury dan Peter Rillero, Perspective of Hands-on science Teaching.,Columbus:The ERIC Clearing for Science, Mathematics, and Environmental
Education,1994. online,
dari http:www.ncrel.orgsdrsareascontentissuecontentcntareasscienceeric-2html
, diakses 20 januari 2010, hlm. 2-3.
20
Ibid, h. 2
Dari pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa aktivitas hands on adalah suatu pembelajaran yang melibatkan siswa secara
langsung melalui pengamatan dalam kaitannya dengan proses sains. Pembelajaran
Hands-on melibatkan
siswa pada
seluruh pengalaman
belajar yang
mendorong siswa
mengembangkan kemampuannya untuk berpikir secara kritis. Melalui aktivitas hands-on
inilah siswa dapat secara langsung mengerti tentang sains. Siswa mengembangkan teknik-teknik yang efektif untuk mengobservasi dan
menguji segala sesuatu yang ada disekeliling mereka, mengetahui apa yang mereka pelajari, bagaimana, kapan dan mengapa segala sesuatu itu
terjadi. Pengalaman-pengalaman tersebut sangat penting jika siswa saat ini tetap memiliki perhatian terhadap sains dan menjadi bekal untuk lebih
melihat sains. Pembelajaran berbasis hands-on activities merupakan suatu model
yang dirancang agar siswa terlibat dalam empat komponen utama yaitu: menggali informasi dan bertanya, beraktivitas dan menemukan,
mengumpulkan data dan menganalisis serta membuat kesimpulan sendiri. Empat komponen utama dalam pembelajaran hands-on activities akan
dijelaskan sebagai berikut: 1. Menggali informasi dan bertanya
Guru memulai pembelajaran dengan memberikan LKS yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang membangkitkan rasa ingin tahu siswa,
serta membimbing siswa untuk mengajukan hipotesis. 2. Beraktivitas dan menemukan
Setelah siswa berhipotesis, guru membimbing siswa melakukan penyelidikan atau percobaan untuk menguji hipotesis.
3. Mengumpulkan data dan menganalisis Setelah siswa melakukan percobaan atau penyelidikan tersebut, siswa
mengumpulkan data yang diperoleh dari hasil percobaannya. Sambil