Belajar adalah suatu aktivitas yang berlangsung secara interaktif antara faktor intern pada diri siswa dengan faktor ekstern atau lingkungan,
sehingga melahirkan perubahan tingkah laku. Berikut adalah tiga dalil pokok Piaget dalam kaitannya dengan tahap perkembangan intelektual atau tahap
perkembangan kognitif atau biasa juga disebut tahap perkembangan mental. Ruseffendi mengemukakan:
a. Perkembangan intelektual terjadi melalui tahap-tahap beruntun yang selalu terjadi dengan urutan yang sama. Maksudnya, setiap manusia akan
mengalami urutan-urutan tersebut dan dengan urutan yang sama b. Tahap-tahap tersebut didefinisikan sebagai suatu cluster dari operasi
mental pengurutan, pengekalan, pengelompokan, pembuatan hipotesis dan penarikan kesimpulan yang menunjukkan adanya tingkah laku
intelektual c. Gerak melalui tahap-tahap tersebut dilengkapi oleh keseimbangan
equilibration, proses pengembangan yang menguraikan tentang interaksi antara pengalaman asimilasi dan struktur kognitif yang timbul
akomodasi.
11
Berdasarkan uraian diatas, diartikan bahwa dalam pembelajaran menurut konstruktivisme guru perlu mengidentifikasi secara dini pengetahuan
awal siswa. Hal ini bertujuan agar bentuk kegiatan yang akan dilakukan oleh guru dapat disesuaikan dengan karakteristik siswa. Konstruksi berarti bersifat
membangun, dalam konteks filsafat pendidikan, Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern.
Konstruktivisme merupakan landasan berfikir filosofi pembelajaran konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi
sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk
diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan
11
Martinis Yamin, ibid, h. 91
memberi makna melalui pengalaman nyata
12
. Pembelajaran konstruktivis memiliki beberapa karakteristik seperti pada tabel:
Tabel 2.1. Karakteristik Pembelajaran Konstruktivisme
No Karakteristik
Penjelasan
1. Constructed
Siswa mengikuti proses pembelajaran tidak dengan
kepala kosong.
Mereka telah
memiliki konsepsi awal berupa pengetahuan, ide, dan pemahaman yang sebelumnya telah
terbentuk. Melalui konsepsi awal tersebut siswa dapat mengkonstruksi pemahaman dan
pengetahuan baru.
2. Active
Siswa membentuk
pengetahuan dan
pemahamannya sendiri.
Guru hanya
membimbing, memantau, dan memberi masukan, selain itu guru juga memberikan
ruang gerak bagi siswa untuk menyelidiki dan mempertanyakan pengetahuan serta mencoba
aktivitas belajar baru, yang bertujuan untuk membantu
siswa mencapai
tujuan pembelajaran.
3. Reflective
Guru dan siswa berupaya untuk meninjau ulang, mengorganisir, mengklarifikasi, dan
mengevaluasi hal-hal yang telah dipelajari. 4.
Collaborative Dengan bekerja sama, siswa dapat saling
bertukar pikiran untuk memudahkan mereka dalam memahami pelajaran maupun untuk
memperkaya pengetahuan.
5. Inquiry-Based
Aktivitas siswa
yang mengacu
pada pembelajaran
konstruktivisme adalah
pemecahan masalah, dengan tahapan mencari akar permasalahan, investigasi masalah, dan
menggunakan berbagai
sumber untuk
pemecahan masalah. 6.
Revolving Guru membantu siswa untuk melakukan
eksplorasi terhadap hal baru atau pelajaran yang sedang dikaji, agar yang dipelajari siswa
lebih bermakna pada kehidupan nyata.
13
12
Surianto, Teori Pembelajaran Konstruktivisme, artikel diakses 11 Oktober 2010 dari http:surianto200477.wordpress.com20090917teori-pembelajaran-konstruktivisme
13
Educational Broadcasting Corporation, “Construktivism as a Paradigm for Teaching and Learning: what does Construktivism have to do with my Classroom?,” artikel diakses pada tanggal
14 Juli 2010 dari http:www.Thirteen.org
.
Teori konstruktivisme menekankan bahwa dalam proses pembelajaran siswalah yang harus mendapatkan penekanan, merekalah yang harus aktif
menggabungkan pengetahuan mereka, bukannya guru atau orang lain. Mereka yang harus bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya. Belajar
lebih diarahkan pada experiental learning yaitu merupakan adaptasi kemanusiaan berdasarkan pengalaman konkrit di laboratorium, diskusi
dengan teman sejawat, yang kemudian dikontemplasikan dan dijadikan ide dan mengajar tidak terfokus pada si pendidik melainkan pada pembelajar.
Belajar seperti ini selain berkenaan dengan hasilnya juga memperhatikan prosesnya dalam konteks tertentu.
C. Hakikat Pembelajaran IPA
Menurut Marsetio Donosepoetro, pada hakikatnya IPA dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah dan sikap ilmiah. Selain itu, IPA
dipandang pula sebagai proses, sebagai produk, dan sebagai prosedur
14
. Sebagai proses diartikan semua kegiatan ilmiah untuk menyempurnakan
pengetahuan tentang alam maupun untuk menemukan pengetahuan baru. Sebagai produk diartikan sebagai hasil proses, berupa pengetahuan yang
diajarkan dalam sekolah maupun di luar sekolah. Sebagai prosedur dimaksudkan adalah metodologi atau cara yang dipakai untuk mengetahui
sesuatu riset pada umumnya yang lazim disebut metode ilmiah. Fisika merupakan salah satu cabang dari IPA, dan merupakan ilmu
yang lahir dan berkembang lewat langkah-langkah observasi, perumusan masalah, penyusunan hipotesis, pengujian hipotesis melalui eksperimen,
penarikan kesimpulan, serta penemuan teori dan konsep. Dapat dikatakan bahwa hakikat fisika adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari gejala-
gejala melalui serangkaian proses yang dikenal sebagai proses ilmiah yang dibangun atas dasar sikap ilmiah dan hasilnya terwujud sebagai produk ilmiah
yang tersusun atas tiga komponen terpenting berupa konsep, prinsip, dan teori yang berlaku secara universal.
14
Trianto, M.Pd. Model Pembelajaran Terpadu Bumi Aksara:Jakarta, 2010 h. 137
D. Hakikat Pembelajaran Hands-on
Konstruktivisme yang menggunakan kegiatan hands on serta memberikan kesempatan yang luas untuk melakukan dialog dengan guru dan
teman-temannya akan dapat meningkatkan pengembangan konsep dan keterampilan berpikir para siswa.
15
Prinsip teori konstruktivisme adalah ‘aktivitas harus selalu mendahului analisis’. Hands on activity adalah suatu
kegiatan yang dirancang untuk melibatkan siswa dalam menggali informasi dan bertanya, beraktivitas dan menemukan, mengumpulkan data dan
menganalisis serta membuat kesimpulan sendiri.
16
Siswa diberi kebebasan dalam mengkonstruk pemikiran dan temuan selama melakukan aktivitas
sehingga siswa melakukan sendiri dengan tanpa beban, menyenangkan dan dengan motivasi yang tinggi
17
. Melalui hands on activity akan terbentuk suatu penghayatan dan pengalaman untuk menetapkan suatu pengertian
penghayatan karena mampu membelajarkan secara bersama-sama kemampuan psikomotorik keterampilan, pengertian pengetahuan dan
afektif sikap yang biasanya menggunakan sarana laboratorium dan atau sejenisnya. Juga, dapat memberikan penghayatan secara mendalam terhadap
apa yang dipelajari, sehingga apa yang diperoleh oleh siswa tidak mudah dilupakan.
18
Dengan hands on activity siswa akan memperoleh pengetahuan tersebut secara langsung melalui pengalaman sendiri.
Jika siswa tidak melaksanakan sains secara langsung, maka siswa tersebut belum melakukan sains seutuhnya. Dalam melakukan kegiatan ini
siswa seperti halnya ahli-ahli professional ketika membuat hipotesis, mereka kemudian menguji ide-ide tersebut melalui eksperimen-eksperimen dan
15
Dr. Nuryani Y. Rustaman. Konstruktivisme Dan Pembelajaran IPABiologi. Makalah Disampaikan Pada SeminarLokakarya Guru-Guru IPA SLTP Sekolah Swasta Di Bandung 7-15
Agustus 2000.
16
Kartono. Hands On Activity Pada Pembelajaran Geometri Sekolah Sebagai Asesmen Kinerja Siswa. Jurusan Matematika FMIPA UNNES
17
Riyanti
.
Pembelajaran Biologi Dengan Group Investigation Melalui Hands On Activities Dan Elearning Ditinjau Dari Kreativitas Dan Gaya Belajar Siswa.Tesis.Program Pasca Sarjana
Universitas Sebelas Maret. 2009.
18
Kartono. Op.cit.
observasi. Seperti halnya peneliti, mereka tidak bisa langsung mengatakan hipotesis mereka benar sebelum mereka bisa membuktikannya. Oleh karena
itu kegiatan tersebut dapat menerapkan pembelajaran fisika berbasis hands- on, yang dapat melibatkan keterampilan psikomotor siswa.
Rutherford dalam Haury dan Rillero menyebutkan bahwa “Hands- On” secara harfiah adalah siswa menggunakan peralatan dalam belajar, yang
berarti bahwa belajar dengan pengalaman. Istilah lain untuk aktivitas sains hands-on adalah aktivitas yang berpusat pada materi, manipulasi, dan
praktek
19
. Hands-on merupakan suatu aktivitas dimana siswa memiliki objek,
baik makhluk hidup maupun benda mati yang secara langsung dapat digunakan untuk penelitian. Aktivitas hands-on merupakan aktivitas yang
berpusat pada material, aktivitas pada manipulasi, dan aktivitas praktikum. Haury dan Rillero mengutip Lump dan Oliver yang menyatakan bahwa “sains
yang berlandaskan Hands-on di definisikan sebagai segala aktivitas laboratorium yang dilakukan siswa untuk menangani, memanipulasi atau
megobservasi proses sains
20
. Dari pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa aktivitas
hands on adalah suatu pembelajaran yang melibatkan siswa secara langsung melalui pengamatan dalam kaitannya dengan proses sains.
Pembelajaran Hands-on melibatkan siswa pada seluruh pengalaman belajar yang mendorong siswa mengembangkan kemampuannya untuk
berpikir secara kritis. Melalui aktivitas hands-on inilah siswa dapat secara langsung mengerti tentang sains. Siswa mengembangkan teknik-teknik yang
efektif untuk mengobservasi dan menguji segala sesuatu yang ada disekeliling mereka, mengetahui apa yang mereka pelajari, bagaimana, kapan dan
19
David. L. Haury dan Peter Rillero, Perspective of Hands-on science Teaching.,Columbus:The ERIC Clearing for Science, Mathematics, and Environmental
Education,1994. online,
dari http:www.ncrel.orgsdrsareascontentissuecontentcntareasscienceeric-2html
, diakses
20 januari 2010, hlm. 2-3.
20
Ibid, h. 2
mengapa segala sesuatu itu terjadi. Pengalaman-pengalaman tersebut sangat penting jika siswa saat ini tetap memiliki perhatian terhadap sains dan
menjadi bekal untuk lebih melihat sains. Pembelajaran berbasis hands-on activities merupakan suatu model
yang dirancang agar siswa terlibat dalam empat komponen utama yaitu: menggali
informasi dan
bertanya, beraktivitas
dan menemukan,
mengumpulkan data dan menganalisis serta membuat kesimpulan sendiri. Empat komponen utama dalam pembelajaran hands-on activities akan
dijelaskan sebagai berikut: 1. Menggali informasi dan bertanya
Guru memulai pembelajaran dengan memberikan LKS yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang membangkitkan rasa ingin tahu siswa, serta
membimbing siswa untuk mengajukan hipotesis. 2. Beraktivitas dan menemukan
Setelah siswa berhipotesis, guru membimbing siswa melakukan penyelidikan atau percobaan untuk menguji hipotesis.
3. Mengumpulkan data dan menganalisis Setelah siswa melakukan percobaan atau penyelidikan tersebut, siswa
mengumpulkan data yang diperoleh dari hasil percobaannya. Sambil berdiskusi siswa menganalisis data untuk pembahasan dari data yang
teramati. 4. Membuat kesimpulan
Selama siswa berdiskusi, guru memberikan kebebasan kepada siswa untuk bertanya ataupun memberikan tanggapan. Dan guru pun membimbing
siswa menarik kesimpulan dengan memberikan kata kunci atau pertanyaan-pertanyaan pancingan
21
. Pembelajaran fisika dengan model hands-on membantu siswa untuk
belajar fisika atau prinsip-prinsip fisika dengan keaktifan siswa membuat
21 Yuliati, Pembelajaran Fisika berbasis Hands-on Activties untuk Menumbuhkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Meningkatkan Hasil Belajar Siswa SMP, ISSN: 1693-1246
Januari 2011, dalam http:journal.unnes.ac.id