diantaranya: semua siswa terlibat kerja, siswa lebih aktif dalam percobaan, menuntut siswa untuk berpikir, adanya suasana kompetensi dan menimbulkan
sikap kreatif bagi siswa. Model hands on teknik challenge exploration activity dirasa cocok untuk
diterapkan pada konsep kalor. Hal tersebut disebabkan karena pembelajaran fisika pada konsep tesebut membutuhkan pembelajaran yang inovatif, relevan dengan
kebutuhan dan peran aktif siswa dalam pembelajaran. Dalam penelitian ini dipilih konsep kalor, karena konsep ini merupakan
konsep penting yang bermanfaat bagi siswa dalam kehidupan nyata dan membutuhkan banyak kegiatan pengamatan sesuai dengan pembelajaran yang
akan diterapkan yaitu menggunakan pembelajaran hands on teknik challence exploration activity. Pada konsep ini banyak membutuhkan keterlibatan siswa
dalam berbagai aktivitas dan membuat siswa lebih aktif. Konsep tersebut memerlukan pemikiran dan penjelasan melalui penalaran. Dengan penalaran
tersebut siswa dapat memecahkan masalah yang dihadapi serta dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Pada konsep ini terkandung
indikator dan pengalaman belajar yang mengedepankan kerja ilmiah, kemudian dari bekerja ilmiah ini dapat memunculkan kemampuan psikomotor siswa
sehingga hasil belajar siswa dapat lebih baik. Banyak penelitian yang dilakukan mengenai model pembelajaran hands
on. Penelitian-penelitian tersebut menunjukkan hasil bahwa model pembelajaran hands on memberikan pengaruh yang positif terhadap motivasi siswa, berpikir
kritis, hasil belajar siswa, keterampilan siswa dan lain sebagainya. Dari pengantar diatas penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian pada model
pembelajaran hands-on untuk mengungkap kemampuan berfikir dan keaktifan siswa pada teknik challenge exploration activity. Untuk itu penulis mengangkat
hal tersebut dengan judul penelitian “Analisis Kemampuan Psikomotor Siswa Pada Pembelajaran
Hands-On Teknik Challenge Exploration Activity. Sebuah Studi Deskriptif Di SMP Muhammadiyah 4 Cipondoh-Kota
Tangerang ”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat diindentifikasi beberapa masalah sebagai berikut:
1. Siswa tidak dilibatkan secara langsung dalam memperoleh pengalaman dari proses pembelajaran sehingga potensi berpikir siswa kurang berkembang.
2. Siswa belum menyentuh ranah psikomotor. 3. Pola pembelajaran yang diterapkan kurang meningkatkan aktivitas belajar
fisika siswa.
C. Pembatasan Masalah
Untuk menghindari meluasnya permasalahan, maka dilakukan pembatasan masalah pada pengaruh pembelajaran hands-on teknik challenge exploration
activity terhadap hasil belajar fisika siswa, batasan ruang lingkupnya adalah sebagai berikut:
1. Pembelajaran hands-on teknik challenge exploration activity yaitu kegiatan belajar dimana siswa ditantang untuk dapat merumuskan sendiri prosedur
kegiatan praktikum berdasarkan permasalahan yang telah diberikan, siswa hanya disajikan masalah, dan siswa secara bebas memilih dan menggunakan
prosedur masing-masing,
menyusun data
yang diperolehnya,
menganalisisnya dan kemudian menarik kesimpulan. 2. Konsep fisika yang dipelajari dalam penelitian ini adalah konsep kalor.
3. Ranah psikomotor berdasarkan klasifikasi Trowbridge dan Bybe, meliputi a moving bergerak, b manipulating memanipulasi, c communicating
berkomunikasi, dan d creating menciptakan
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah, maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini adalah:
Bagaimanakah kemampuan dan aktivitas psikomotor siswa pada
pembelajaran hands-on teknik challenge exploration activity?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, tujuan yang hendak dicapai pada penelitian ini adalah :
Mengetahui kemampuan dan aktivitas psikomotor siswa pada pembelajaran hands-on teknik challenge exploration activity.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian pembelajaran hands on dengan teknik challenge exploration activity diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:
1. Guru, penelitian ini bermanfaat sebagai salah satu solusi dalam memilih model pembelajaran aktif untuk mengajar agar hasil belajar fisika siswa dapat
meningkat. 2. Siswa, penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman mengenai
konsep-konsep yang terdapat dalam fisika, selain meningkatkan pemahaman, juga untuk meningkatkan keterampilan siswa.
3. Sekolah, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam meningkatkan kemampuan para siswa dalam rangka meningkatkan kualitas
sekolah.
BAB II DESKRIPSI TEORITIS DAN KERANGKA BERPIKIR
A. Deskripsi Teoritis 1.
Filsafat Konstruktivisme
Filsafat konstruktivisme adalaha filsafat yang mempelajari hakikat pengetahuan dan bagaimana pengetahuan itu terjadi. Suparno mengutip
pendapat Bettencourt
bahwa menurut
filasafat konstruktivisme,
pengetahuan itu adalah bentukan kontruksi siswa sendiri yang sedang menekuninya
2
. Jadi, menurut pandangan konstruktivisme bahwa setiap individu mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, bila yang sedang
menekuni adalah siswa maka pengetahuan itu adalah bentukan siswa sendiri. Pengetahuan buakanlah sesuatu yang sudah jadi, tetapi sesuatu
yang harus dibentuk sendiri. Jadi pengetahuan itu selalu merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif melalui kegiatan berpikir seseorang.
Pengetahuan merupakan ciptaan manusia yang dikonstruksikan dari pengalaman sejauh dialaminya. Proses ini akan berjalan terus menerus
setiap kali mengadakan reorganisasi karena adanya suatu pemahaman yang baru.
Teori konstruktivis ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi
baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai.
3
Jadi untuk dapat mengetahui sesuatu siswa haruslah aktif sendiri mengkonstruksi. Dengan kata lain, dalam belajar siswa
haruslah aktif mengolah bahan, mencerna, memikirkan, menganalisis, dan akhirnya yang terpenting merangkumnya sebagai suatu pengertian yang
utuh. Pengetahuan merupakan suatu proses menjadi tahu. Suatu proses yang terus akan berkembang semakin luas, lengkap dan sempurna.
Dari perspektif konstruktivisme, pembelajaran bermakna dapat dibina di dalam diri peserta didik sebagai hasil pengalaman-pengalaman
pancainderanya dengan alam. Mereka menggunakan pengalaman pancaindera dengan cara membentuk skema atau struktur kognitif dalam
pikiran mereka sehingga akan tercipta makna dan pemahaman mereka terhadap situasi dan fenomena yang ada.
Dalam pembelajaran konstruktivisme, siswa belajar sains tidak hanya menerima informasi tentang produk sains, tapi melakukan proses
2
Paul Suparno. Metodologi Pembelajaran Fisika Konstruktivistik Dan Menyenangkan. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma, 2007 h. 123.
3 Trianto, S.Pd, M.Pd. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2007 h. 13