Kajian Teori LANDASAN TEORI

untuk menambahmemperluas pengetahuan dan keterampilan yang telah dimilikinya dalam kegiatan belajar sebelumnya. Sementara itu menurut Koni dan Uno 2012: 204, pengayaan dilakukan bagi siswa yang memiliki penguasaan lebih cepat dibandingkan peserta didik lainnya, atau siswa yang mencapai ketuntasan belajar ketika sebagian besar siswa yang lain belum. Selain itu menurut Sugihartono 2012: 186, pembelajaran pengayaan merupakan kegiatan yang diperuntukkan bagi siswa yang memiliki kemampuan akademik yang tinggi yang berarti mereka adalah siswa yang tergolong cepat dalam menyelesaikan tugas belajarnya. Menurut Sukiman 2012: 54, pembelajaran pengayaan merupakan pembelajaran tambahan dengan tujuan untuk memberikan kesempatan pembelajaran baru bagi siswa yang memiliki kelebihan sedemikian sehingga mereka dapat mengoptimalisasikan perkembangan minat, bakat dan kecakapan. Dari berbagai pendapat para tokoh mengenai hakekat pengayaan tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa pengayaan adalah suatu kegiatan atau program yang direncanakan oleh guru kepada siswa yang telah mencapai nilai ketuntasan yaitu dengan memberikan pelajaran tambahan atau pengetahuan yang baru serta memberikan beberapa tugas tambahan. b. Tujuan Pembelajaran Pengayaan Menurut Koni dan Uno 2012: 204, peserta didik yang telah mencapai ketuntasan belajar perlu mendapat pengayaan agar dapat mengembangkan potensi secara optimal. Sedangkan menurut Usman dan Setiawati 1993: 108, tujuan pembelajaran pengayaan selain untuk meningkatkan pemahaman dan wawasan terhadap materi yang sedang atau telah dipelajarinya juga agar siswa dapat belajar secara optimal baik dalam hal pendayagunaan kemampuannya maupun perolehan dari hasil belajar. Menurut Sugihartono 2012: 187-188, tujuan pengayaan yaitu: 1 Agar peserta didik lebih menguasai bahan pelajaran dengan cara peserta didik disuruh membuat ringkasan tentang materi matapelajaran yang telah disampaikan oleh guru, menjadi tutor sebaya yaitu mengajari temannya yang belum selesai tugasnya. 2 Memupuk rasa sosial karena peserta didik ini diminta membantu temannya yang belum selesai tugasnya. 3 Menambah wawasan peserta didik yang berkaitan dengan mata pelajaran yang diberikan guru dengan cara membaca surat kabar atau buku-buku di perpustakaan dan sumber-sumber belajar lainnya. 4 Memupuk rasa tanggung jawab peserta didik dengan cara melaporkan atau menyampaikan informasi yang diperoleh melalui membaca surat kabar atau buku-buku di perpustakaan atau sumber informasi lainnya kepada teman-temannya. Dari pendapat berbagai tokoh mengenai tujuan pengayaan, peneliti menyimpulkan bahwa tujuan diadakannya pengayaan yaitu untuk meningkatkan kualitas hasil belajar siswa dan mengembangkan pengetahuanwawasan serta menggali potensi siswa lebih dalam. c. Pelaksanaan Pembelajaran Pengayaan Menurut Usman, dkk 1993: 109, pelaksanaan pembelajaran pengayaan didasarkan pada hasil tes formatif atau subsumatif. Bentuk pelaksanaan pembelajaran pengayaan dapat berupa pengayaan untuk membantu teman-temannya yang belum mencapai ketuntasan belajar. Dapat pula kegiatan perseorangan berupa membaca, mempelajari bahan pelajaran baru, menyelesaikan tugas, pekerjaan rumah, atau bentuk yang lainnya. Sedangkan menurut Koni dan Uno 2012: 204, pengayaan dapat dilaksanakan setiap saat, baik pada atau di luar jam efektif. Bagi peserta didik yang secara konsisten selalu mencapai kompetensi lebih cepat, dapat diberikan program akselerasi. Sedangkan menurut buku Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran Pengayaan yang disusun oleh Tim Depdiknas, 2008 dalam Sukiman 2012: 51-52, bentuk-bentuk pengayaan dapat dilakukan melalui: 1 Belajar kelompok, sekelompok peserta didik yang memiliki minat tertentu diberikan pembelajaran bersama pada jam-jam sekolah biasa, sambil mengikuti teman-temannya yang mengikuti pembelajaran remedial karena belum mencapai ketuntasan. 2 Belajar mandiri, yaitu secara mandiri peserta didik belajar mengenai sesuatu yang diminati. 3 Pembelajaran berbasis tema, yaitu memadukan kurikulum dibawah tema besar sehingga peserta didik dapat mempelajari hubungan antara berbagai disiplin ilmu. 4 Pendataan kurikulum, yaitu pemberian pembelajaran hanya untuk kompetensimateri yang belum diketahui peserta didik. Dengan demikian, tersedia waktu bagi peserta didik untuk memperoleh kompetensimateri baru, atau bekerja proyek secara mandiri sesuai dengan kapasitas maupun kapabilitas masing-masing. Dari pendapat para tokoh tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa pelaksanaan program pengayaan pada umunya dapat dilakukan dengan memberikan suatu tindakan atau kegiatan kepada peserta didik yang telah mencapai ketuntasan, salah satunya yaitu dengan memberikan tugas atau materi tambahan kepada siswa untuk menambah wawasannya yang dalam pelaksanaannya dapat berupa belajar secara mandiri maupun secara berkelompok. 4. Problem Based Learning PBL a. Hakekat Problem Based Learning PBL Menurut Ward, 2002 : Stepien, dkk., 1993 dalam Ngalimun 2012: 89, PBL merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat melibatkan siswa belajar aktif dalam memecahkan suatu masalah melalui tahapan ilmiah serta membantu siswa dalam mempelajari pengetahuan terhadap masalah tersebut sehingga memiliki keterampilan dalam pemecahan masalah. Sedangkan menurut Amir 2009: 12, model PBL merupakan salah satu model yang banyak digunakan untuk menunjang pendekatan pembelajaran learner centered yang dapat memberdayakan atau mengembangkan pengetahuan siswa. Kemudian menurut Tung 2015: 228, PBL adalah suatu model pembelajaran yang menekankan pada pemecahan masalah yaitu masalah yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. PBL merupakan pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah sebagai konteks bagi siswa untuk belajar cara berpikir kritis dan konsep dari materi pelajaran. Berdasarkan pendapat tokoh tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa PBL adalah merupakan suatu model pembelajaran yang diupayakan untuk mendorong kemampuan berpikir siswa melalui pengetahuan-pengetahuan yang telah dimilikinya. Menurut peneliti, pembelajaran yang dilakukan dengan menggunakan model pembelajaran PBL mengutamakan dan memusatkan pada siswa dalam pemecahan masalah sehingga guru sebagai fasilitator pembelajaran. Model pembelajaran PBL ini menurut peneliti bertujuan untuk mengembangkan dan memunculkan ide-ide dari siswa-siswa dalam menemukan cara atau langkah dalam pemecahan masalah yang diberikan, dimana mendorong siswa untuk dapat berpikir kritis berdasarkan konsep yang telah diterima. b. Karakteristik Problem Based Learning PBL Menurut Tung 2015: 228-229, terdapat berbagai macam karakteristik dari PBL, yaitu: 1. Belajar dimulai dengan suatu permasalahan. 2. Masalah yang diberikan berkaitan dengan kehidupan nyata siswa. 3. Mengorganisasikan pelajaran yang berkaitan dengan masalah tersebut. 4. Siswa diminta untuk bertanggungjawab terhadap proses belajar yang telah dibentuk dan dijalankan secara langsung. 5. Siswa diminta untuk membentuk kelompok kecil. 6. Siswa dituntut untuk mempresentasikan hasil diskusi yang telah dilakukan dalam setiap kelompok. Sedangkan menurut Tan, 2003dalam Amir 2009: 22, karakteristik dalam proses PBL yaitu: 1. Masalah digunakan sebagai awal pembelajaran. 2. Masalah yang disajikan adalah masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari yang sesuai dengan keadaaan sekitar siswa atau bersifat kontekstual. 3. Masalah biasanya menuntut berbagai macam cara pandang dari siswa. 4. Masalah yang disajikan membuat siswa tertantang untuk memperoleh pengetahuan dan pembelajaran yang baru. 5. Siswa diminta untuk dapat belajar mandiri yaitu tidak bergantung terhadap bantuan dari guru. 6. Siswa diminta untuk aktif mencari informasi tambahan dari berbagai sumber dalam pemecahan masalah. 7. Pembelajaran menekankan sikap kolaboratif, komunikatif, dan kooperatif yaitu siswa belajar dalam kelompok, berinteraksi, saling mengajarkan, dan melakukan presentasi. Dari pendapat para tokoh tersebut peneliti menyimpulkan bahwa terdapat karakteristik dalam PBL antara lain pemberian permasalahan di awal pembelajaran, permasalahan berbentuk aplikasi yaitu berkaitan dengan kehidupan sekitar siswabersifat kontekstual, membentuk kelompok belajar, serta bertanggungjawab dalam menyajikan hasil diskusi. c. Langkah Proses Problem Based Learning PBL Menurut Amir 2009: 24, terdapat langkah-langkah dalam proses PBL, di antaranya: 1 Langkah pertama: mengklarifikasikan istilah dan konsep yang belum jelas Tahap ini meminta setiap anggota kelompok untuk menyatukan ide atau pandangan yang sama terkait istilah dan konsep yang ada pada permasalahan. 2 Langkah kedua: merumuskan masalah Setiap anggota kelompok diminta untuk merumuskan masalah dengan cara melihat hubungan di dalam fenomena terkait permasalahan yang diberikan. 3 Langkah ketiga: menganalisis masalah Setiap anggota kelompok memunculkan ide atau pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya kemudian mendiskusikan informasi yang diperoleh untuk membahas terhadap permasalahan. 4 Langkah keempat: menata gagasan secara sistematis kemudian menganalisisnya lebih dalam Hasil analisis yang telah dibuat oleh setiap kelompok selanjutnya dilihat keterkaitannya satu sama lain kemudian dikelompokkan. 5 Langkah kelima: merumuskan tujuan pembelajaran Setiap kelompok diharapkan dapat merumuskan tujuan pembelajaran berdasarkan analisis masalah yang telah dibuat, kemudian akan menjadi dasar gagasan untuk membuat laporan. 6 Langkah keenam: berusaha mencari informasi tambahan dari sumber yang lain Setiap anggota kelompok diminta untuk mencari informasi tambahan dari sumber lain sebagai pedoman dalam menyelesaikan permasalahan. 7 Langkah ketujuh: menggabungkan, menguji informasi, dan membuat laporan Dari berbagai laporan setiap kelompok yang dipresentasikan, maka kelompok yang lain akan mendapatkan informasi-informasi baru. Tahap ini menekankan keterampilan mendiskusikan dan meninjau ulang hasil diskusi. Sementara itu, menurut Arends, 2004 dalam Ngalimun 2012: 95-96, mengemukakan 5 tahap fase yang perlu diimplementasikan dalam PBL, antara lain: 1 Fase pertama: pemberian permasalahan terhadap siswa Fase ini menerangkan bahwa guru memulai pembelajaran dengan menjelaskan tujuan pembelajaran, memotivasi siswa untuk terlibat aktif pada kegiatan pemecahan masalah, kemudian siswa diberikan permasalahan-permasalahan untuk didiskusikan. 2 Fase kedua: pengelompokan siswa dalam belajar Fase ini menerangkan bahwa guru membagi atau membentuk kelompok tugas belajar siswa untuk berdiskusi menyelesaikan permasalahan yang diberikan. 3 Fase ketiga: bimbingan terhadap anggota kelompok Fase ini menerangkan bahwa guru sebagai fasilitator jalannya diskusi dalam kelompok tugas belajar. Guru mendorong siswa agar mampu mengumpulkan informasi dalam menganalisis pemecahan masalah. Guru menekankan pada setiap kelompok tugas belajar untuk dapat bekerjasama dengan baik selama proses diskusi berlangsung. 4 Fase keempat: penyajian hasil diskusi kelompok Fase ini menerangkan bahwa guru meminta setiap kelompok tugas belajar untuk menyajikan atau menjelaskan hasil diskusi pemecahan masalah. Fase ini menuntut tanggungjawab masing-masing anggota kelompok dalam proses tanya jawab mengenai hasil diskusi yang diutarakan. 5 Fase kelima: evaluasi terhadap proses pemecahan masalah. Fase ini, guru membantu siswa melakukan refleksi terhadap penyelidikan dan proses-proses yang digunakan selama berlangsungnya pemecahan masalah. Berdasarkan pendapat tokoh-tokoh tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa terdapat tahaplangkah dalam pelaksanaan pembelajaran menggunakan model PBL yaitu mulai dari pemberian masalah pada siswa, membentuk kelompok tugas belajar siswa terhadap masalah yang diberikan, siswa diminta untuk mengumpulkan informasi-informasi dan melakukan percobaaan dalam menganalisis pemecahan masalah, siswa diminta untuk menuliskan hasil informasi yang didapat dalam diskusi kelompok, dan kemudian mempertanggungjawabkan hasil diskusi kelompok dengan melakukan presentasi dan tanya jawab. Tahap yang terakhir yaitu melakukan evaluasi terhadap proses pembelajaran yang telah dilakukan dalam pemecahan masalah yaitu dapat berupa umpan balik dari guru. d. Manfaat Model Pembelajaran Problem Based Learning PBL Menurut Amir 2009: 27-29, terdapat berbagai manfaat dalam pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran PBL, di antaranya: 1 Meningkatkan pemahaman dan daya ingat siswa terhadap materi yang diterima. 2 Siswa menjadi lebih fokus terhadap ilmu pengetahuan. 3 Membantu kemampuan berpikir kritis siswa. 4 Membangun kerjasama dalam kelompok dan keterampilan sosial siswa. 5 Mendorong kecakapan dan keterampilan siswa dalam belajar. 6 Membangkitkan minat siswa dalam belajar. Sedangkan menurut Ngalimun 2012: 93 mengemukakan bahwa model pembelajaran PBL baik digunakan dalam pembelajaran disebabkan oleh hal berikut. 1 Dengan PBL siswa dapat belajar memecahkan permasalahan melalui pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki berdasar pada konsep materi yang diterima. 2 Dalam situasi PBL siswa dapat menerapkan atau mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan yang telah dimiliki ke dalam konteks yang relevan, sehingga dapat menyelesaikan permasalahan yang berbentuk aplikasi kehidupan sehari-hari. 3 PBL dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif dalam belajar memecahkan masalah, menumbuhkan motivasi siswa untuk belajar, dan dapat mengembangkan hubungan interpersonal yang baik dalam bekerja kelompok. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran PBL memiliki manfaat diantaranya membantu siswa untuk berpikir kritis, mendorong keterampilan siswa dalam belajar, membantu siswa untuk mengembangkan sikap sosial yang baik, serta membangun kerjasama dalam kelompok belajar. 5. Minat Belajar Menurut Winkel 1984: 30-31, mengatakan bahwa minat adalah kecenderungan yang menetap dalam subyek untuk merasa tertarik pada bidanghal tertentu dan merasa senang berkecimpung dalam bidang itu. Perasaaan senang tersebut akan menimbulkan minat apalagi bila diperkuat oleh sikap yang positif. Sedangkan menurut Hardjono 1988: 4, menyatakan bahwa minat belajar siswa akan timbul apabila siswa menyukai guru dan menyukai pengajarannya. Siswa tidak akan menaruh minat terhadap sesuatu yang tidak dimengerti atau dipahami sehingga dorongan untuk memperoleh pengetahuan atau minat siswa dapat timbul apabila siswa mampu memahami materi pelajaran serta mampu menyerapnya. Peneliti dapat menyimpulkan paparan dari pendapat tokoh-tokoh tersebut yaitu bahwa minat belajar siswa adalah suatu perasaaan senang atau sikap positif siswa terhadap materi pelajaran yang diberikan oleh guru serta adanya ketertarikan siswa terhadap pengajaran yang diberikan oleh guru. Selain itu, minat belajar siswa dapat terjadi karena adanya dorongan pengetahuan dari siswa terhadap materi pelajaran serta dikarenakan siswa dapat memahami materi yang diberikan. 6. Hasil Belajar Menurut Sudjana 2010: 3-23, menyatakan bahwa pada hakikatnya hasil belajar adalah perubahan pengetahuan, sikap, dan tingkah laku siswa yang terjadi selama proses belajar. Perubahan tingkah laku siswa tersebut mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ranah konitif berkaitan dengan hasil belajar intelektual seperti ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Ranah afektif berkaitan dengan sikap seperti penerimaan, jawaban atau reaksi, dan penilaian. Ranah psikomotorik berkaitan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak seperti gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, dan gerakan keterampilan kompleks. Sedangkan menurut Dimyati dan Mudjiono 2006: 3-4 menyatakan bahwa hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, peneliti dapat menyimpulkan bahwa pada dasarnya hasil belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri siswa setelah menerima materi pelajaran dalam proses pembelajaran yang didalamnya mencakup aspek kognitif, afektif, dan motorik. 7. Fungsi dan Persamaan Kuadrat a. Fungsi Kuadrat 1 Definisi Fungsi Kuadrat Misalnya adalah himpunan bilangan real, suatu fungsi fdengan merupakan fungsi kuadrat jika ditentukan oleh dengan dan Marwanta, dkk. 2007: 75. 2 Membentuk Fungsi Kuadrat a Menyusun Fungsi Kuadrat Jika Grafik Memotong Sumbu di dan , serta Melalui Sebuah Titik Tertentu Jika suatu grafik fungsi kuadrat memotong sumbu di titik dan , maka dan disebut pembuat nol fungsi. Dengan demikian, fungsi kuadrat tersebut dapat dinyatakan sebagai Nilai dapat ditentukan dengan mensubstitusikan nilai dan dari satu titik lain yang diketahui ke dalam persamaan di atas Marwanta, dkk. 2007: 88. b Menyusun Fungsi Kuadrat Jika Grafiknya Menyinggung Sumbu di dan Melalui Sebuah Titik Tertentu Jika suatu grafik fungsi kuadrat menyinggung sumbu di titik , maka merupakan pembuat nol fungsi. Dengan demikian, fungsi kuadrat tersebut dapat dinyatakan sebagai . Nilai dapat ditentukan dengan mensubstitusikan nilai dan dari titik lain yang dilalui grafik ke dalam rumus tersebut Marwanta, dkk. 2007: 89. c Menyusun Fungsi Kuadrat jika Grafiknya Melalui Titik Puncak dan Melalui Sebuah Titik Tertentu Jika grafik fungsi kuadrat melalui titik puncak , maka rumus fungsi kuadratnya dapat dinyatakan sebagai . Nilai dapat ditentukan dengan mensubstitusikan nilai dan dari titik lain yang dilaluigrafik ke dalam rumus tersebut Marwanta, dkk. 2007: 89. d Menyusun Fungsi Kuadrat jika Grafiknya Melalui Tiga Buah Titik , , dan . Rumus fungsi kuadratnya dapat dinyatakan sebagai . Nilai dapat diperoleh dengan mensubstitusikan nilai dan dari ketiga titik tersebut ke rumus di atas sedemikian sehingga diperoleh tiga buah persamaan dengan tiga variabel dan melakukan operasi substitusi dan eliminasi pada persamaan-persamaan tersebut Marwanta, dkk. 2007: 90. b. Persamaan Kuadrat 1. Bentuk Umum Persamaan Kuadrat Bentuk umum persamaan kuadrat dalam variabel dapat dinyatakan dengan dengan dan . disebut koefisien , koefisien , dan disebut konstanta Marwanta, dkk. 2007: 94. 2. Menyelesaiakan Persamaan Kuadrat 1 Menyelesaikan Persamaan Kuadrat dengan Cara Memfaktorkan Marwanta, dkk. 2007: 96-97. a Memfaktorkan bentuk dengan Secara umum dapat dituliskan dengan dan b Memfaktorkan bentuk dengan i. Jika , maka ii. Jika , maka 2 Menyelesaikan Persamaan Kuadrat dengan Cara Melengkapkan Kuadrat Marwanta, dkk. 2007: 99. Langkah-langkah: i. Bagilah kedua ruas pada persamaan dengan a ii. Kemudian bagilah koefisien pada persamaan dengan 2, kemudian kuadratkan hasilnya atau dapat dituliskan iii. Hasil ditambahkan pada kedua ruas persamaan. 3 Menyelesaikan Persamaan Kuadrat dengan Menggunakan Rumus Kuadrat Marwanta, dkk. 2007: 101-102. Nilai yang memenuhi persamaan , dengan dapat ditentukan dengan cara sebagai berikut. kedua ruas persamaan dibagi mengubah ruas kiri menjadi bentuk kuadrat sempurna Jadi, atau Sehingga, akar persamaan kuadrat dapat dicari dengan rumus 3. Menyusun Persamaan Kuadrat a Menyusun Persamaan Kuadrat yang Akar-akarnya Diketahui Jika adalah akar-akar persamaan kuadrat , maka untuk menyusun persamaan kuadrat baru dapat dilakukan dengan cara berikut Marwanta, dkk. 2007: 115. i. Perkalian faktor, yaitu dengan menggunakan rumus ii. Menggunakan jumlah dan hasil kali akar-akar persamaan, yaitu dengan menggunakan rumus b Menyusun Persamaan Kuadrat jika Akar-akarnya Mempunyai Hubungan dengan Akar-akar Persamaan Kuadrat Lainnya i. Menggunakan Rumus Jumlah dan Hasil Kali Akar-Akarnya Jika merupakan akar-akar persamaan kuadrat baru yang dicari, maka untuk menyusun persamaan kuadrat dengan rumus jumlah dan hasil kali akar-akarnya digunakan formula Marwanta, dkk. 2007: 117. c. Pertidaksamaan Kuadrat 1. Pengertian Pertidaksamaan Kuadrat Pertidaksamaan kuadrat didefinisikan sebagai pertidaksamaan yang memuat variabel dengan pangkat tertinggi 2 dua. Bentuk umum pertidaksamaan kuadrat adalah sebagai berikut. Dengan Marwanta, dkk. 2007: 101- 123. 2. Menyelesaikan Pertidaksamaan Kuadrat a Menyelesaikan Pertidaksamaan Kuadrat dengan Garis Bilangan Untuk menyelesaikan pertidaksamaan kuadrat dengan garis bilangan dapat digunakan langkah-langkah sebagai berikut: 1 Ubah pertidaksamaan kuadrat ke dalam bentuk baku atau bentuk persamaan kuadrat yang berpadanan, yaitu dengan mengubah ruas kanan menjadi sama dengan nol. 2 Tentukan nilai pembuat nol atau akar-akar persamaan kuadrat yang bersesuaian sebagai batas-batas penyelesaian. 3 Lukiskan nilai pembuat nol yang diperoleh pada garis bilangan. 4 Substitusikan sembarang bilangan pada pertidaksamaan untuk menentukan tanda interval pada masing-masing bagian interval pada garis bilangan. 5 Interval yang memiliki tanda yang sesuai dengan tanda pertidaksamaan merupakan himpunan penyelesaian yang dicari Marwanta, dkk. 2007: 123.

B. Penelitian yang Relevan

Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian adalah sebagai berikut. 1. Penelitian dengan judul “Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa Sekolah Menengah Pertama ” oleh Tatang Herman 2007. Herman menjelaskan bahwa penelitian yang dilakukan memusatkan perhatian pada upaya meningkatkan kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi siswa SMP melalui kegiatan pemecahan masalah sebagai aktivitas yang tidak bisa dipisahkan dari proses pembelajaran matematika. Karakteristik utama dari PBM ini adalah sajian bahan ajar yang berupa masalah, disiapkan untuk memicu dan memacu terjadinya interaksi multi arah antar kelompok belajar dalam kelas sehingga tercipta iklim belajar dan mengajar yang kondusif. Hasil penelitian ini menun- jukkan bahwa proses pemecahan masalah yang dilakukan melalui interaksi kooperatif antar siswa dan intervensi guru yang proporsional dapat meningkatkan kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi siswa SMP. Dengan demikian, hasil penelitian ini membuktikan bahwa pembelajaran berbasis masalah dapat digunakan sebagai salah satu model pembelajaran matematika yang berlandaskan pada proses pengkonstruksian pengetahuan oleh siswa. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa PBM terbuka dan PBM terstruktur secara signifikan lebih baik dalam meningkatkan kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi siswa dibanding pembelajaran konvensional biasa. Namun, antara PBM terbuka dan PBM terstruktur tidak ditemukan adanya perbedaan dalam meningkatkan kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi siswa.Siswa dengan kemampuan matematika lebih tinggi mencapai peningkatan kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi yang lebih besar dibandingkan dengan pada siswa yang berkemampuan matematika rendah. Pada berbagai kualifikasi sekolah, perbedaan gender tidak memberikan perbedaan peningkatan kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi. 2. Penelitian dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah Terhadap Sikap Ilmiah Dan Keterampilan Berpikir Kritis”oleh I. Kd. Urip Astika, I. K. Suma, I. W. Suastra 2013. Penelitian ini menyatakan bahwa terdapat perbedaan sikap ilmiah dan keterampilan berpikir kritis antara kelompok siswa belajar yang mengikuti model pembelajaran berbasis masalah dengan kelompok siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran ekspositori. Sikap ilmiah dan keterampilan berpikir kritis siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran ekspositori. Kemudian terdapat perbedaan sikap ilmiah antara kelompok siswa yang belajar mengikuti model pembelajaran berbasis masalah dengan kelompok siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran ekspositori. Sikap ilmiah siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran ekspositori. Ketrampilan berpikir kritis siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran ekspositori. Berdasarkan hasil kedua penelitian yang dipaparkan tersebut, relevansi terhadap penelitian ini adalah dalam pembelajaran menggunakan model pembelajaran PBL, tujuan PBL yaitu dapat meningkatkan kemampuan berpikir matematis siswa berpikir kritis, serta dapat membantu siswa untuk bekerja secara mandiri dalam penyelesaian permasalahan. Oleh karena itu peneliti menggunakan model pembelajaran PBL dalam melakukan penelitian.

C. Kerangka Berpikir

Hasil belajar siswa di dalam dunia pendidikan yaitu di dalam lingkup sekolah perlu untuk dikembangkan. Hal tersebut berlaku bagi seluruh siswa, tanpa terkecuali bagi siswa yang telah mencapai ketuntasan terhadap hasil belajar. Siswa yang telah mencapai nilai KKM, tetap perlu mendapat perhatian khusus dari guru agar pengetahuan dan pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan dapat terus dikembangkan. Permasalahan yang terjadi di kelas X SMAN 1 Weru Sukoharjo adalah guru belum memberikan perhatian kepada siswa yang mencapai nilai KKM sebagai bentuk perlakuan tindak lanjut. Hal ini menjadi perhatian karena seluruh siswa seharusnya mendapat hak yang sama dari guru dalam pemberian perhatian. Pembelajaran pengayaan merupakan salah satu bentuk upaya pemberian tindak lanjut bagi siswa yang telah mencapai nilai KKM.Menanggapi masalah tersebut, peneliti berupaya mengembangkan perangkat pembelajaran pengayaan dengan menggunakan model pembelajaran PBL. Model pembelajaran PBL mengarah pada tahap-tahap di dalam kegiatan inti pembelajaran. Tahap-tahap dalam model pembelajaran PBL menekankan proses kegiatan pembelajaran misalnya