berkembang. Selain itu pada subjek perempuan memiliki motivasi kerja yang cenderung dilatarbelakangi oleh adanya keinginan untuk memenuhi
kebutuhan eksistensi. Pada subjek transgender, motivasi kerja yang dimiliki cenderung dilatarbelakangi oleh adanya keinginan untuk
memenuhi kebutuhan eksistensi dan kebutuhan berelasi.
4. Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara gaya kepemimpinan situasional dengan motivasi kerja relawan berdasarkan teori
ERG pada organisasi non-profit di Yogyakarta. Berdasarkan hasil penelitian, peneliti tidak dapat melakukan uji korelasi terhadap kedua variabel tersebut
yang disebabkan adanya proporsi yang tidak seimbang dan mencolok pada variabel kepemimpinan situasional.
Hasil yang diperoleh pada masing-masing variabel diketahui bahwa terdapat 4 subjek yang mempersepsikan gaya kepemimpinan di dalam
organisasi sebagai gaya telling. Selain itu, terdapat 69 subjek yang mempersepsikan gaya kepemimpinan yang diterapkan dalam organisasi
sebagai gaya selling. Berdasarkan hasil tersebut, peneliti kemudian melakukan uji kesesuaian gaya kepemimpinan yang telah dipersepsi oleh
relawan dengan tingkat kematangan relawan. Hasil yang diperoleh menyatakan bahwa terdapat 2 subjek memiliki kesesuaian gaya
kepemimpinan dengan tingkat kematangannya dan 71 subjek yang tidak memiliki kesesuaian gaya kepemimpinan dengan tingkat kematangannya.
Hasil dengan proporsi yang tidak seimbang ini menjadikan peneliti tidak dapat melakukan uji korelasi terhadap gaya kepemimpinan situasional.
Meskipun demikian, kualitas hubungan yang tercipta diantara pemimpin dengan bawahan diyakini sebagai salah satu faktor yang penting
untuk menunjang motivasi kerja seseorang Steers dan Porter, 1983; As’ad,
1978. Kualitas hubungan dalam gaya kepemimpinan situasional ini dapat tercipta melalui perilaku tugas dan perilaku hubungan yang diterapkan oleh
pemimpin dengan mempertimbangkan kematangan pekerjaan dan psikologis tiap bawahan Hersey dan Blanchard, 1986. Dengan memperhatikan tiga
dimensi gaya kepemimpinan situasional maka diharapkan terjadi peningkatan motivasi kerja pada bawahan.
Menurut Ardana et al., 2008, kepemimpinan bukan merupakan faktor utama yang mempengaruhi motivasi kerja seseorang. Selain proses
kepemimpinan, terdapat berbagai macam faktor baik intrinsik maupun ekstrinsik yang dapat mempengaruhi motivasi kerja seseorang. Salah satu
faktor yang mempengaruhi motivasi kerja seseorang yaitu kondisi pekerjaan, seperti jam kerja dan lingkungan fisik Ardana et al., 2008. Menurut Vina,
pada organisasi non-profit yang bergerak di bidang sosial, kondisi lingkungan kerja merupakan suatu hal yang cukup dipertimbangkan Komunikasi pribadi,
21 April 2015. Hal ini disebabkan karena lingkungan kerja yang dihadapi oleh relawan terbilang cukup rawan Komunikasi pribadi, 27 Maret 2014.
Lingkungan yang cukup rawan inilah yang dapat menjadi faktor penghambat timbulnya motivasi kerja pada relawan.
Lingkungan kerja dipandang oleh relawan tidak hanya sebatas tempat dimana relawan melakukan pelayanan kepada masyarakat dan mendapatkan
kenyamanan secara fisik, namun relawan juga memandang lingkungan kerja sebagai tempat dimana ia dapat memperoleh kenyamanan secara psikologis.
Kenyamanan secara psikologis ini dapat diperoleh relawan dari suasana kerja yang menyenangkan dan relasi yang terjalin dengan baik antar relawan
As’ad, 1978. Hal ini didukung oleh pernyataan Sheila, salah satu relawan Komunitas PLU Satu Hati, yang menyatakan bahwa lingkungan dengan
atmosfer kerja yang tinggi dapat memacu motivasi kerja relawan dalam melakukan pelayanan kepada masyarakat. Atmosfer kerja tersebut dapat
terlihat dari kelengkapan dan keaktifan anggota organisasi. Hal ini disebabkan karena relawan akan mempersepsi secara positif keaktifan
anggota organisasi lainnya sehingga memacu timbulnya motivasi kerja dalam dirinya. Selain itu, atmosfer kerja yang hangat dapat tercipta pula melalui
dukungan antar anggota sehingga ada rasa penghargaan di dalam diri relawan dan memacu motivasi kerjanya Komunikasi pribadi, 21 April 2015.
Selain adanya faktor ekstrinsik yang mempengaruhi, motivasi kerja relawan juga dapat dipengaruhi oleh adanya faktor intrinsik dalam diri
subjek. Faktor utama yang melatarbelakangi timbulnya motivasi kerja adalah minat seseorang untuk menjalankan tugas tersebut Ardana et al., 2008.
Maslach dan Ozer, serta Nesbitt et al., dalam Ross et al., 1999 menyatakan bahwa kurangnya rencana atau keinginan untuk menjadi seorang relawan
sebagai salah satu bentuk kurangnya minat seseorang dalam bekerja.
Kurangnya minat kerja seseorang berdampak pada kurangnya motivasi seseorang dalam bekerja sehingga terjadi peningkatan tingkat absen atau
mangkir dalam suatu organisasi non-profit tersebut. Pada dasarnya, organisasi non-profit melakukan pekerjaan untuk
memenuhi hasrat terciptanya masyarakat beradab, penuh belas kasih, dan berfungsi sepenuhnya. Dalam melakukan pekerjaan tersebut, diperlukan
kemampuan dan kompetensi guna menunjang kinerja relawan Hutapea dan Dewi, 2012. Kompetensi tersebut dapat dilihat dari seberapa lama relawan
bergabung dan ikut serta dalam kegiatan kemasyarakatan. Semakin banyak seseorang memiliki kemampuan dan kompetensi kerja, maka semakin tinggi
pula tingkat motivasi kerjanya Ardana et al., 2008. Namun berdasarkan uji data tambahan yang telah peneliti lakukan,
hasil yang diperoleh menyatakan bahwa terdapat hubungan antara masa kerja dengan motivasi kerja seseorang. Uji data tambahan yang dilakukan dengan
menggunakan metode Chi-Square yang menghasilkan nilai sig = 0,047 sig 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara masa kerja
dengan motivasi kerja yang dimiliki relawan. Berdasarkan distribusi frekuensi subjek berdasarkan motivasi kerja dengan masa kerja relawan tidak
diperoleh hasil dengan proporsi yang terlalu mencolok. Pada subjek dengan masa kerja 6 bulan
– 2 tahun memiliki motivasi kerja yang cenderung dilatarbelakangi oleh adanya keinginan untuk memenuhi kebutuhan eksistensi
dan kebutuhan berelasi. Selain itu, pada subjek dengan masa kerja 2 tahun
memiliki motivasi kerja yang cenderung dilatarbelakangi oleh adanya keinginan untuk memenuhi kebutuhan berkembang.
Selain dengan melihat korelasi motivasi kerja dengan mengacu pada masa kerja, peneliti juga melakukan uji korelasi antara jenis kelamin dengan
motivasi kerja relawan yang dilakukan dengan metode Chi-Square. Pada uji korelasi tersebut diperoleh hasil sig = 0,076 sig 0,05. Hal ini
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan motivasi kerja relawan. Menurut Ardana et al., 2008 menyatakan bahwa
jenis kelamin turut mempengaruhi motivasi kerja seseorang dalam melakukan suatu tugas. Namun pada distribusi frekuensi subjek berdasarkan motivasi
kerja dengan jenis kelamin tidak diperoleh hasil dengan proporsi yang terlalu mencolok. Hasil yang diperoleh menyatakan bahwa pada subjek laki-laki
memiliki motivasi kerja yang cenderung dilatarbelakangi oleh adanya keinginan untuk memenuhi kebutuhan berelasi dan kebutuhan berkembang.
Selain itu pada subjek perempuan memiliki motivasi kerja yang cenderung dilatarbelakangi oleh adanya keinginan untuk memenuhi kebutuhan
eksistensi. Pada subjek transgender, motivasi kerja yang dimiliki cenderung dilatarbelakangi oleh adanya keinginan untuk memenuhi kebutuhan eksistensi
dan kebutuhan berelasi. Tidak adanya hubungan antara jenis kelamin dengan motivasi kerja
relawan dapat disebabkan oleh beberapa hal, salah satunya suasana atau situasi kerja yang berubah-ubah. Suasana dan situasi lingkungan kerja yang
cenderung tidak tetap menyebabkan relawan merasakan adanya suatu