oleh individu tersebut dalam Rahadyani, 2005. Selain itu, Bear dan Fitzgibbon 2005 mendefinisikan kepemimpinan sebagai suatu proses
pengelolaan yang seimbang antara efisiensi, keefektifan, misi dan visi untuk dapat menggerakkan organisasi dalam McMurray et al., 2010. Hal
tersebut didukung oleh pernyataan Wirawan 2013 yang menyatakan bahwa kepemimpinan adalah proses pemimpin menciptakan visi dan
melakukan interaksi saling mempengaruhi dengan para anggota kelompok untuk merealisasikan visi mereka.
Berdasarkan definisi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan merupakan kemampuan, kepribadian, dan kesanggupan
seseorang dalam
memimpin, menggerakkan,
mempengaruhi, menciptakan, dan mempertahankan hubungan dengan suatu kelompok
melalui suatu gaya atau perilaku. Gaya atau perilaku tersebut dilakukan agar pemimpin diikuti, dipatuhi, dihormati, dan disayangi oleh kelompok
tersebut sehingga tercipta suatu kesepakatan untuk mewujudkan tujuan bersama sesuai visi dan misi yang ada.
2. Kepemimpinan Situasional
Menurut Hersey dan Blanchard 1986, kepemimpinan situasional merupakan gaya kepemimpinan dimana peran pemimpin dianggap lebih
mengayomi, memahami, serta memahami situasi dan kondisi yang terjadi di dalam organisasi. Hal ini dilakukan sebab pada beberapa penelitian
menyatakan bahwa dalam suatu proses kepemimpinan, pemimpin yang
berhasil adalah pemimpin yang mampu mengadaptasikan gaya kepemimpinannya agar sesuai dengan faktor situasional yang ada di
sekitarnya. Meskipun faktor situasional dipandang dapat mempengaruhi suatu proses kepemimpinan, namun kepemimpinan situasional lebih
menekankan pada perilaku pemimpin dan bawahan Hersey dan Blanchard, 1986. Hal ini didukung oleh pernyataan Sanford yang
menyatakan bahwa bawahan merupakan faktor yang paling penting dalam setiap proses kepemimpinan dalam Hersey dan Blanchard, 1986
Kepemimpinan situasional menurut Hersey dan Blanchard 1986 merupakan suatu teori yang berfokus pada perilaku pemimpin dalam
hubungannya dengan bawahan yang disesuaikan dengan tingkat kematangan bawahan. Hal ini dilakukan untuk membantu orang-orang
yang melakukan proses kepemimpinan agar lebih efektif dalam menjalankan peran mereka Hersey dan Blanchard, 1986. Selain itu,
kepemimpinan situasional didefinisikan sebagai proses kepemimpinan yang didasarkan atas hubungan saling mempengaruhi antara : 1 tingkat
bimbingan dan arahan yang diberikan pemimpin perilaku tugas, 2 tingkat dukungan sosioemosional yang disajikan pemimpin perilaku
hubungan, dan 3 tingkat kesiapan yang diperlihatkan bawahan dalam melaksanakan tugas, fungsi, atau tujuan tertentu kematangan bawahan
Hersey dan Blanchard, 1986. Berdasarkan
definisi tersebut
dapat disimpulkan
bahwa kepemimpinan situasional merupakan suatu gaya kepemimpinan yang
berfokus pada situasi di sekitar pemimpin, yaitu pada perilaku antara pemimpin dan bawahan, serta pada tingkat kematangan bawahan yang
berkaitan dengan tugas. Oleh sebab itu, kepemimpinan situasional didasarkan pada hubungan antara tingkat bimbingan dan arahan, tingkat
dukungan sosioemosional, dan level kematangan bawahan.
3. Gaya Kepemimpinan Situasional
Hersey dan Blanchard 1986 menguraikan bahwa terdapat empat gaya yang diterapkan dalam pelaksanaan kepemimpinan situasional,
yaitu: a.
Telling Memberitahukan Telling
merupakan model kepemimpinan yang dapat diterapkan bagi bawahan yang memiliki tingkat kematangan yang rendah dalam
pelaksanaan tugasnya. Pada tahap ini bawahan cenderung merasa tidak mampu dan tidak mau dalam memikul tanggung jawab untuk
melakukan suatu tugas sehingga bawahan pada tahap ini dapat dikategorikan sebagai bawahan yang tidak berkompeten. Faktor
ketidakyakinan pada kemampuan diri dalam melaksanakan sebuah tugas menjadi faktor utama yang menghambat kematangan bawahan
pada tahap ini. Faktor ketidakyakinan bawahan yang menyebabkan gaya
kepemimpinan telling menjadi model yang sesuai untuk bawahan pada tahap ini. Hal ini disebabkan karena gaya kepemimpinan telling