Gaya Kepemimpinan Situasional KEPEMIMPINAN SITUASIONAL

hubungan, dan kematangan bawahan Hersey dan Blanchard, 1986. Menurut Hersey dan Blanchard 1986 serta Sopiah 2008, ketiga dimensi tersebut meliputi : a. Perilaku tugas Perilaku tugas merupakan suatu fungsi yang berhubungan dengan suatu hal yang harus dilaksanakan untuk memilih dan mencapai suatu tujuan secara rasional. Perilaku tugas dapat diciptakan oleh pemimpin melalui upaya pemimpin dalam proses penyusunan tujuan, pengarahan, dan pengendalian. b. Perilaku hubungan Perilaku hubungan merupakan suatu fungsi yang berhubungan dengan kepuasan emosi yang diperlukan untuk mengembangkan dan memelihara kelompok, masyarakat atau untuk mempertahankan keberadaan organisasi. Perilaku hubungan dapat diciptakan oleh pemimpin melalui upaya pemimpin dalam memberikan dukungan, mengkomunikasikan hal-hal yang berhubungan dengan organisasi, aktif menyimak, dan memberikan umpan balik mengenai kinerja bawahan. c. Tingkat kematangan bawahan 1. Kematangan pekerjaan Kematangan pekerjaan dikaitkan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan sesuatu. Hal ini berkaitan dengan pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki seseorang yang berguna untuk menunjang performa kerjanya. Individu yang memiliki kematangan pekerjaan yang tinggi dalam bidang tertentu akan memiliki pengetahuan, kemampuan, dan pengalaman untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu tanpa arahan dari orang lain. Kematangan bawahan dalam pekerjaan dapat diidentifikasi dari pengalaman pekerjaannya, pengetahuan yang dimiliki berkaitan dengan pekerjaan, dan pemahaman akan syarat pekerjaan yang akan dilakukan. 2. Kematangan psikologis Kematangan psikologis dikaitkan dengan kemauan atau motivasi seseorang untuk melakukan suatu hal, selain itu kematangan psikologis ini erat kaitannya dengan keyakinan dalam diri individu tersebut. Individu yang memiliki kematangan secara psikologis dalam bidang atau tanggung jawab tertentu akan merasa bahwa tanggung jawab merupakan hal yang penting. Individu dengan kematangan psikologis yang tinggi memiliki keyakinan dalam dirinya dan merasa diri mampu dalam aspek pekerjaan tertentu sehingga mereka tidak membutuhkan dorongan ekstern dalam melaksanakan suatu tugas. Kematangan psikologis bawahan juga dapat diidentifikasi dari motivasi berprestasi dan keterikatan bawahan pada pekerjaannya. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat diketahui bahwa terdapat tiga dimensi yang diterapkan dalam pelaksanaan kepemimpinan situasional, yaitu dimensi perilaku tugas, perilaku hubungan, dan kematangan bawahan yang diperhatikan dan dilakukan antara pemimpin dan bawahan.

5. Persepsi Terhadap Kepemimpinan Situasional

Menurut Robbins dalam Ardana et al., 2008, persepsi adalah suatu proses dimana individu berusaha untuk mengorganisasikan dan menafsirkan kesannya terhadap suatu hal untuk memberi arti tertentu pada lingkungannya. Menurut Gitosudarmo dalam Ardana et al., 2008, persepsi merupakan proses memberi perhatian, menyeleksi, mengorganisasikan kemudian menafsirkan stimulus yang ada di lingkungan. Dalam proses kepemimpinan, keberhasilan seorang pemimpin pada suatu organisasi ditentukan pula oleh pandangan dan interpretasi yang dimaknai oleh bawahan Putranto, 2004. Pandangan bawahan tersebut kemudian dipersepsi oleh bawahan sebagai bentuk penilaian terhadap kinerja pemimpin. Persepsi tersebut muncul dari berbagai pengalaman bawahan terkait proses kepemimpinan, motivasi yang diberikan, dan sikap-sikap pemimpin di dalam organisasi yang kemudian berperan penting dalam proses pembentukan sikap bawahan Sadli, dalam Suharsih, 2001. Berdasarkan konsep dari persepsi dan kepemimpinan situasional, dapat disimpulkan bahwa persepsi terhadap gaya kepemimpinan situasional adalah sebuah proses penilaian individu terhadap pemimpin dengan melibatkan seluruh pengalaman dan sikap dalam proses kepemimpinan. Proses ini didasarkan pada perilaku tugas dan perilaku dukungan pemimpin kepada bawahannya yang disesuaikan dengan kematangan bawahan untuk mencapai tujuan organisasi.

B. MOTIVASI KERJA

1. Definisi Motivasi

Motivasi berasal dari bahasa Latin ‘movere’, yang berarti menggerakkan Altman et al., 1985; Hasibuan dalam Siadari, 2010; Steers dan Porter, dalam Wijono, 2010. Namun, arti kata motivasi sendiri telah mengalami perkembangan. Steers mengatakan bahwa motivasi bukan hanya sebatas pergerakan, melainkan telah berkembang menjadi sesuatu yang mendorong, mengarahkan, dan menopang perilaku seseorang dalam Riggio, 2009. Selain itu, Kelly mengatakan bahwa motivasi merupakan suatu kekuatan yang memelihara dan mengubah suatu arah, kualitas, dan intensi dalam berperilaku dalam Altman et al., 1985. Motivasi adalah suatu proses psikologis yang mencerminkan interaksi antara sikap, kebutuhan, persepsi, dan keputusan yang terjadi pada diri seseorang Wahjosumidjo, 1985. Selain itu, Martoyo mengatakan bahwa motivasi merupakan dorongan dalam diri seseorang