tertulis, persentase yang diperoleh siswa yang diajar dengan strategi REACT lebih tinggi daripada siswa yang diajar dengan Collaborative Problem Solving. Selisih
terbesar terdapat pada indikator teks tertulis, siswa yang diajar dengan pembelajaran kontekstual strategi REACT memperoleh persentase skor sebesar
68,68 sedangkan dengan pembelajaran Collaborative Problem Solving persentase yang diperoleh sebesar 59,77. Sementara pada indikator ekspresi
matematis perbedaan persentase yang diperoleh diantara keduanya hanya sedikit. Siswa yang diajar dengan pembelajaran kontekstual strategi REACT memperoleh
persentase sebesar 60,98, sedangkan dengan pembelajaran Collaborative Problem Solving persentase yang diperoleh sebesar 59,91.
Besarnya pengaruh model pembelajaran Collaborative Problem Solving juga bisa dilihat dari nilai rata-rata kemampuan representasi matematis yang
diperoleh kelas eksperimen yang lebih tinggi dibanding kelas kontrol dengan selisih yang cukup jauh sebesar 14,90. Nilai rata-rata gabungan kedua kelas
adalah 53,29. Ini artinya pembelajaran Collaborative Problem Solving dapat meng-upgrade nilai rata-rata kelas kontrol yang diajar dengan pembelajaran
konvensional sebesar 7,45 poin, dari 45,84 menjadi 53,29. Nilai rata-rata kelas eksperimen lebih tinggi 7,45 poin dari nilai rata-rata gabungan kedua kelas. Jadi
dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Collaborative Problem Solving memberikan pengaruh positif terhadap kemampuan representasi matematis siswa.
Jumlah siswa yang memperoleh nilai di bawah rata-rata gabungan kedua kelas relatif banyak, khususnya pada kelas kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa
mereka mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal yang terdapat pada posttest. Untuk mengetahui kecenderungan kesulitan pada siswa kelas ekspeimen
dan kelas kontrol yang memperoleh nilai di bawah rata-rata gabungan kedua kelas, maka peneliti melakukan analisis terhadap hasil posttest siswa-siswa
tersebut. Persentase skor kemampuan representasi matematis siswa yang memperoleh nilai di bawah nilai rata-rata gabungan disajikan pada tabel 4.7
berikut.
Tabel 4.7 Persentase Skor Kemampuan Representasi Matematis Siswa yang
Memperoleh Nilai di Bawah Nilai Rata-rata Gabungan Kedua Kelas
Kelas Indikator Representasi
Visual Ekspresi Matematis
Teks Tertulis Skor
Ideal Skor
Siswa Skor
Ideal Skor
Siswa Skor
Ideal Skor
Siswa Eksperimen
44 20
45 88
31 35,23
132 59
44,7
Kontrol 84
30 35,71
168 40
23,81 252
126 50
Dari analisa hasil posttest, 37,93 siswa kelas eksperimen yang memperoleh nilai di bawah nilai rata-rata gabungan kedua kelas 53,29
sebagian besar kesulitan dalam menjawab soal yang melibatkan ekspresi matematis. Begitu juga pada kelas kontrol, dari 72,41 siswa yang memperoleh
nilai di bawah nilai rata-rata gabungan sebagian besar kesulitan pada aspek yang sama, yaitu ekspresi matematis. Persentase skor ekspresi matematis kelas
eksperimen lebih tinggi 11,42 dari kelas kontrol. Aspek berikutnya di kelas eksperimen adalah aspek representasi berupa teks tertulis, dan aspek representasi
visual. Persentase skor representasi visual kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol. Sementara, untuk aspek representasi berupa teks tertulis, persentase
skor representasi di kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol. Persentase skor kemampuan matematis siswa kelas eksperimen, baik pada
siswa yang mendapatkan nilai di bawah nilai rata-rata gabungan maupun secara keseluruhan, keduanya memperoleh persentase skor tertinggi pada aspek
representasi visual. Hal ini menunjukkan bahwa model pembelajaran Collaborative Problem Solving efektif dalam mengembangkan kemampuan
representasi visual dengan beragam kemampuan siswa. Sehingga dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Collaborative Problem Solving dapat
memfasilitasi peningkatan kemampuan representasi visual bagi setiap kemampuan siswa, baik siswa yang memperoleh nilai rata-rata maupun secara keseluruhan.
D. Keterbatasan Penelitian
Peneliti menyadari penelitian ini belum sepenuhnya sempurna meskipun berbagai upaya telah dilakukan agar diperolah hasil yang optimal. Ada beberapa
faktor yang sulit dikendalikan sehingga penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, diantaranya:
1. Penelitian ini hanya diteliti pada pokok bahasan Garis dan Sudut, sehingga belum bisa digeneralisasikan pada pokok bahasan lain.
2. Alokasi waktu yang terbatas sehingga perlu persiapan dan pengaturan yang lebih baik agar setiap tahapan dalam pembelajaran Collaborative Problem
Solving dapat berlangsung lebih maksimal. 3. Siswa belum terbiasa melakukan presentasi di depan kelas sehingga
pembelajaran Collaborative Problem Solving pada tahapan transfer hasil kerja kurang berjalan dengan optimal.
4. Penelitian hanya berlangsung selama satu bulan menyebabkan kurang maksimalnya pengaruh pembelajaran matematika dengan model Collabolative
Problem Solving terhadap kemampuan representasi matematis. 5. Peneliti hanya melakukan kontrol terhadap subjek penelitian yang meliputi
variabel model pembelajaran Collaborative Problem Solving dan kemampuan representasi matematis. Variabel lain seperti minat, motivasi, intelegensi,
lingkungan belajar dan lain-lain tidak dapat dikontrol. Hasil penelitian ini mungkin dapat dipengaruhi oleh variabel lain di luar variabel yang ditetapkan
dalam penelitian ini.
70
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, maka dalam penelitian mengenai pembelajaran Collaborative Problem Solving terhadap kemampuan
representasi matematis siswa diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Kemampuan representasi matematis siswa yang diajar dengan model
pembelajaran Collaborative Problem Solving memiliki nilai rata-rata 60,74. Tingkat indikator kemampuan representasi matematis yang paling baik adalah
pada indikator representasi berupa gambar representasi visual dengan persentase 69,83, representasi berupa ekspresi matematis dengan persentase
59,91, dan indikator yang paling rendah adalah representasi berupa teks tertulis 59,77, meskipun hanya sedikit saja selisihnya dengan representasi
berupa ekspresi matematis. Siswa yang diajar dengan model pembelajaran Collaborative Problem Solving memiliki kemampuan representasi visual yang
lebih baik daripada kemampuan representasi matematis berupa ekspresi matematis dan teks tertulis, baik pada siswa yang memperoleh nilai di bawah
nilai rata-rata gabungan maupun pada keseluruhan siswa. Dapat dikatakan bahwa model pembelajaran Collaborative Problem Solving merupakan
pembelajaran yang efektif untuk mengembangkan kemampuan representasi matematis siswa, khususnya pada indikator kemampuan representasi visual.
2. Kemampuan representasi matematis siswa yang diajar dengan model pembelajaran konvensional memiliki nilai rata-rata 45,84. Tingkat
kemampuan representasi matematis yang paling baik adalah pada aspek representasi berupa gambar dengan persentase 52,59, representasi berupa
teks tertulis dengan persentase 50,57, dan indikator yang paling rendah adalah indikator representasi berupa ekspresi matematis dengan persentase
34,91. Secara keseluruhan, siswa yang diajar dengan model pembelajaran konvensional memiliki kemampuan representasi matematis yang cukup
rendah. Dapat dikatakan bahwa model pembelajaran konvensional belum cukup efektif untuk mengembangkan kemampuan representasi matematis
siswa. 3. Kemampuan representasi matematis siswa yang diajar dengan model
pembelajaran Collaborative Problem Solving lebih tinggi dibandingkan rata- rata kemampuan representasi matematis siswa yang diajar dengan model
pembelajaran konvensional. Hal ini terlihat dari hasil perhitungan uji hipotesis diperoleh Z
hitung
-3,149 kurang dari Z
tabel
-3,149 -1,64, berarti Z
hitung
berada pada daerah penolakan H . Nilai rata-rata kemampuan representasi
matematis siswa eksperimen yang lebih tinggi 14,9 angka dari nilai rata-rata kemampuan representasi kelas kontrol. Secara keseluruhan, persentase skor
kemampuan representasi matematis siswa kelas eksperimen lebih tinggi dari kelas kontrol pada setiap indikatornya. Selisih tertinggi terdapat pada indikator
representasi berupa ekspresi matematis dengan persentase sebesar 25. Dengan demikian, model pembelajaran Collaborative Problem Solving lebih
baik daripada model pembelajaran konvensional dalam mengembangkan kemampuan representasi matematis.
B. Saran
Berdasarkan temuan yang penulis temukan dalam penelitian ini, ada beberapa saran penulis terkait penelitian ini:
1. Bagi guru a. Berdasarkan hasil penelitian model pembelajaran Collaborative Problem
Solving mampu meningkatkan kemampuan representasi matematis siswa, sehingga pembelajaran tersebut dapat dijadikan alternatif pembelajaran
matematika yang dapat diterapkan oleh guru. b. Pada penelitian selanjutnya disarankan untuk mendesain bahan ajar berupa
LKI dan LKK yang lebih menarik dan konstruktif, dengan upaya tersebut diharapkan motivasi siswa dalam pembelajaran matematika tinggi
sehingga kemampuan matematis siswa dapat berkembang.