Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

mengaplikasikan applying. 5 Dari pendapat tersebut, untuk dapat memecahkan masalah siswa harus memiliki kemampuan representasi yang baik, sehingga dapat dikatakan bahwa kemampuan representasi merupakan alat untuk mencapai kemampuan pemecahan masalah yang baik. Uraian di atas menunjukkan bahwa kemampuan representasi memiliki peranan penting dalam pembelajaran matematika. Namun dalam kenyataannya, pembelajaran konvensional yang masih diterapkan oleh beberapa sekolah di Indonesia belum dapat mengembangkan kemampuan representasinya. Seperti apa yang diungkapkan oleh Hudiono dalam penelitiannya, ia menyimpulkan bahwa pembelajaran konvensional belum cukup efektif untuk mengembangkan kemampuan representasi secara optimal. 6 Tahapan pembelajaran konvensional seperti: menjelaskan materi secara menyeluruh, memberikan contoh soal, dan kemudian memberikan latihan soal kepada siswa yang harus dikerjakan sesuai dengan contoh yang telah diberikan, kurang mengeksplor kemampuan siswa. Dari setiap tahapan pembelajaran konvensional terlihat bahwa siswa hanya menerima pengetahuan yang disampaikan oleh guru. Siswa kurang terlibat dalam proses mengkonstruk pengetahuan, mereka juga tidak dibiasakan untuk mengungkapkan ide-ide matematikanya secara terbuka. Seperti yang peneliti temukan ketika melakukan pengamatan terhadap proses pembelajaran matematika di kelas pada salah satu sekolah menengah di Tangerang Selatan, siswa mengalami kesulitan dalam mengungkapkan atau menyajikan kembali ide-ide dalam berbagai bentuk yang berkaitan dengan permasalahan ataupun konsep matematika tertentu. Kesulitan siswa dalam mengungkapkan dan menyajikan ide-ide ini sering kali hanya dianggap berkaitan dengan masalah kemampuan komunikasi matematis yang rendah. Padahal jika ditelaah lebih mendalam, ada hal yang lebih mendasar daripada kemampuan komunikasi matematis, yaitu kemampuan 5 Wu-Yuin Hwang, et. al ., “Multiple Representation Skills and Creativity Effects on Mathematical Problem Solving using a Multimedia Whiteboard System”, Educational Technology Society, Vol. 10 No. 2, International Forum of Educational Technology Society IFETS, 2007, p. 209 6 Bam bang Hudiono, “Peran Pembelajaran Diskursus Multi Representasi Terhadap Pengembangan Kemampuan Matematik dan Daya Representasi pada Siswa SLTP”, Disertasi pada Sekolah Pascasarjana UPI, Bandung: 2005, h. 191-192, Tersedia Online: d_mat_019847_bambang_hudiono_chapter51.pdf , diakses pada 20 April 2014, jam 12.28 WIB representasi matematis. Kemampuan representasi matematis adalah kemampuan dalam menyajikan ide-ide matematika dalam bentuk gambar, model matematika, serta teks tertulis dari suatu konsep atau permasalahan yang diberikan, sehingga kemudian dapat digunakan untuk mengkomunikasikannya dengan yang lain. Jadi, siswa harus dapat merepresentasikan suatu konsep atau permasalahan tertentu terlebih dahulu, baru setelah itu ia dapat mengkomunikasikannya dengan baik kepada yang lain. Lebih lanjut peneliti melakukan observasi prapenelitian dengan memberikan tes untuk mengetahui tingkat kemampuan representasi matematis siswa di sekolah tempat peneliti melakukan penelitian, yaitu MTsN Tangerang II Pamulang. Berdasarkan hasil observasi di salah satu kelas pada tingkatan kelas VII, persentase skor kemampuan representasi matematis siswa pada indikator representasi visual mencapai 38,39, representasi berupa ekspresi matematis 24,11, dan representasi berupa teks tertulis 50. Keseluruhan persentase skor kemampuan representasi matematis siswa hanya mencapai 37,5. Secara umum terlihat bahwa kemampuan representasi matematis siswa memang masih rendah. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Devi, Zubaedah, dan Asep di salah satu SMP Negeri juga menunjukkan bahwa hasil tes kemampuan representasi matematis siswa pada tingkat kemampuan atas, menengah dan bawah secara umum masih tergolong rendah. Dari ketiga aspek kemampuan representasi matematis yang diteliti yaitu aspek enaktif, ikonik dan simbolik, hanya pada aspek representasi enaktif saja kemampuan representasi siswa tergolong cukup baik. 7 Mengingat pentingnya kemampuan representasi matematis dan masih jarangnya penerapan pembelajaran yang dapat mewadahi perkembangan kemampuan tersebut, maka diperlukan suatu alternatif pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat mengembangkan kemampuan representasi matematisnya tersebut. 7 Devi Ariyanti, Zubaedah, dan Asep Nursangaji, “Kemampuan Representasi Matematis Menurut Tingkat Kemampuan Siswa pada Materi Segi Empat di SMP”, Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran, Vol. 2 No.1, Portal Garuda, 2013, h. 4, Tersedia Online: http:jurnal.untan.ac.idindex.phpjpdpbarticledownload812pdf, diakses pada 20 April 2014, jam 00.42 WIB Dalam penelitian ini akan diterapkan model pembelajaran Collaborative Problem Solving. Pada model pembelajaran ini, siswa dihadapkan pada permasalahan yang harus diselesaikan secara individu dan kelompok. Permasalahan yang diberikan akan menstimulus siswa untuk merepresentasikan ide-idenya terkait masalah itu sedemikian sehingga mereka dapat menemukan penyelesaiannya. Jadi, pembelajaran yang diawali dengan pemberian permasalahan memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat mengasah kemampuan representasi matematisnya. Selain itu, yang menjadi komponen utama dalam pembelajaran ini adalah proses interaksi antaranggota dalam kelompok. Sejalan dengan pandangan Vygotsky yang menyatakan bahwa yang menjadi fokus perhatian dalam pengembangan pengetahuan adalah proses interaksi sosial antarindividu. 8 Menurut Dillenbourg, Collaborative Problem Solving adalah suatu kerja sama yang dilakukan oleh dua orang atau lebih yang memiliki tujuan yang sama yaitu untuk menyelesaikan suatu permasalahan tertentu. 9 Pembelajaran ini menjadikan proses kerja sama antarsiswa dalam menyelesaikan permasalahan sebagai hal utama untuk dapat mengkonstruk pengetahuannya sendiri, berbekal pengetahuan awal yang dimiliki oleh masing- masing siswa. Aktivitas-aktivitas pembelajaran yang terdapat dalam model Collaborative Problem Solving ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan ide-ide matematikanya secara terbuka. Kemampuan siswa dalam menyajikan ide-ide matematika berdasarkan apa yang mereka konstruk sendiri ataupun hasil diskusi dalam kelompok inilah yang disebut kemampuan representasi matematis. Atas dasar tersebut, penulis akan melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Model Collaborative Problem Solving Terhadap Kemampuan Representasi Matematis Siswa”. 8 John A. Van De Walle, Matematika Sekolah Dasar dan Menengah, Jakarta: Erlangga, 2007, Edisi ke-6, h. 31 9 P. Dillenbourg, “What Do You Mean by ‘Collaborative Learning’?”, dalam P. Dillenbourg ed, Collaborative-learning: Cognitive and Computational Approaches, Oxford: Elsevier, 1999, p. 7

B. Identifikasi Masalah

Dari apa yang telah diuraikan dalam latar belakang masalah, muncul berbagai macam permasalahan yang dapat diidentifikasi sebagai berikut: 1. Kemampuan representasi matematis siswa masih rendah. 2. Siswa hanya meniru langkah-langkah penyelesaian dari suatu masalah berdasarkan contoh soal yang diberikan. 3. Guru tidak mengikutsertakan siswa dalam mengkonstruksi suatu pengetahuan, siswa cenderung pasif. 4. Pembelajaran yang diterapkan belum cukup efektif untuk dapat mengembangkan kemampuan representasi matematis siswa.

C. Pembatasan Masalah

Untuk memperjelas variabel-variabel yang terkait dalam penelitian ini, maka peneliti membatasi permasalahan yang ada yaitu: 1. Penelitian ini terbatas pada peningkatan kemampuan representasi matematis siswa meliputi indikator-indikator: representasi visual, ekspresi matematis, dan teks tertulis. 2. Penelitian ini dilaksanakan di MTsN Tangerang II Pamulang pada siswa kelas VII tahun ajaran 2013-2014. 3. Materi ajar pada penelitian ini adalah Garis dan Sudut.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah di atas, maka permasalahannya dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana kemampuan representasi matematis siswa yang diajar dengan model pembelajaran Collaborative Problem Solving? 2. Bagaimana kemampuan representasi matematis siswa yang diajar dengan model pembelajaran konvensional? 3. Apakah kemampuan representasi matematis siswa yang diajar dengan model pembelajaran Collaborative Problem Solving lebih tinggi dari pada siswa yang diajar dengan model pembelajaran konvensional?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui kemampuan representasi matematis siswa yang diajar dengan model pembelajaran Collaborative Problem Solving. 2. Mengetahui kemampuan representasi matematis siswa yang diajar dengan model pembelajaran konvensional. 3. Mengetahui apakah kemampuan representasi matematis siswa yang diajar dengan model pembelajaran Collaborative Problem Solving lebih tinggi dari pada siswa yang diajar dengan model pembelajaran konvensional.

F. Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat, antara lain: 1. Bagi Guru Penelitian ini dapat menambah alternatif model pembelajaran, khususnya pada mata pelajaran matematika sehingga dapat dimanfaatkan dalam upaya memperbaiki proses belajar mengajar serta meningkatkan kemampuan representasi matematis siswa. 2. Bagi Sekolah Dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk membuat kebijakan sekolah guna meningkatkan kualitas pendidikan matematika di sekolah. 3. Bagi Peneliti Dapat dimanfaatkan sebagai gambaran penerapan model pembelajaran Collaborative Problem Solving yang dilakukan penulis, sehingga dapat memperbaiki kekurangan dan keterbatasan yang ada agar kemampuan matematis siswa dapat berkembang lebih optimal. 9

BAB II LANDASAN TEORITIS, KERANGKA BERPIKIR, DAN

PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Landasan Teoritis

1. Kemampuan Representasi Matematis Siswa

a. Pengertian Kemampuan Representasi Matematis

Istilah representasi dalam bahasa Inggris –representation- memiliki arti gambaran atau perwakilan. Secara sederhana Kalathil dan Sherin menyatakan bahwa representasi adalah berbagai bentuk ungkapan siswa yang menunjukkan penalaran dan pemahamannya terhadap ide-ide matematika yang ia peroleh. 1 Menurut Goldin, representasi merupakan suatu bentuk yang dapat menggambarkan proses pemikiran internal siswa dalam berbagai cara. 2 Dari dua pendapat tersebut, proses berpikir, bernalar dan pemahaman siswa terhadap suatu gagasan dapat dilihat melalui representasi yang ia gunakan. Representasi ditambahkan sebagai salah satu dari lima standar proses yang tercantum dalam NCTM bersama dengan empat kompetensi lainnya yang harus dimiliki oleh setiap siswa yaitu pemecahan masalah, penalaran dan pembuktian, komunikasi, serta koneksi yang semuanya merupakan bagian dari proses berpikir matematis. Dalam standar kurikulum NCTM dijelaskan bahwa representasi adalah proses memodelkan dan menginterpretasikan fenomena fisik, sosial, dan matematika dengan penuh arti untuk meningkatkan pemahaman 3 . Banyak teori pembelajaran yang menekankan anak-anak belajar matematika pertama kali dengan representasi konkret, kemudian berganti menjadi representasi bergambar, dan akhirnya sampai pada representasi simbolis. Sejumlah penelitian 1 Kalathil dan Sherin, “Role of Student’s Representations in the Mathematics Classroom”, dalam B. Fishman dan S. O’Connor-Divelbiss ed, Proceeding of Fourth International Conference of learning Science, Mahwah: NJ Erlbaum, 2000, h. 27 2 Gerald A. Goldin, “Representation in Mathematical Learning and Problem Solving”, dalam Lyn D. English ed, Handbook of International Research in Mathematics Education, New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, 2002, p. 208 3 Hatfield, et al., Mathematics Method For Elementary and Middle School Teachers Sixth Edition, Hoboken: John Wiley and Sons Inc., 2008, p. 7 menunjukkan bahwa pembelajaran matematika yang baik melibatkan penggunaan representasi secara berkesinambungan. Representasi yang dibuat oleh siswa merupakan bentuk ungkapan dari ide- ide yang mereka peroleh untuk menemukan solusi dari permasalahan yang dihadapinya. Ada tiga standar kemampuan representasi matematika yang ditetapkan oleh NCTM untuk pogram pembelajaran dari prataman kanak-kanak hingga kelas 12: 1. Create and use representations to organized, record and communicate mathematical ideas. 2. Select, apply, and translate among mathematical representation to solve problems 3. Use representation to model and interpret physical, social, and mathematical phenomena. 4 Menurut NCTM, standar pertama adalah siswa mampu membuat dan menggunakan representasi untuk mengorganisasikan, mencatat dan mengkomunikasikan ide-ide matematika. Kemudian standar kedua, siswa mampu memilih, menerapkan, dan menterjemahkan antar representasi matematis untuk memecahkan masalah. Standar ketiga adalah siswa mampu menggunakan representasi untuk memodelkan dan menginterpretasikan fenomena fisik, sosial, dan matematika. Menurut Janvier, Girardon, dan Morand dalam Pape dan Tchoshanov mengemukakan gagasannya mengenai representasi internal dan representasi eksternal. Representasi internal adalah proses abstraksi dari berbagai ide matematis atau suatu skema kognitif yang dikembangkan oleh siswa melalui pengalamannya. Sedangkan representasi berupa bilangan, persamaan aljabar, grafik, tabel, dan diagram adalah manifestasi eksternal dari berbagai konsep matematis yang menstimulus dan membantu memahami konsep-konsep tersebut. 5 Dengan kata lain, suatu representasi diawali dengan proses abstraksi ide-ide matematis dalam pikiran siswa sehingga terbentuk suatu skema kognitif, 4 Ibid, p. 9 5 Stephen J. Pape, dan Mourat A. Tchoshanov, “The Role of Representations in Developing Mathematical Understanding”, dalam Theory into Practice, Vol. 40, No. 2, London: Taylor Francis, Ltd., 2001, p. 119, Tersedia online: http:www.jstor.orgstable1477273, diakses pada 19 Agustus 2013, jam 03.15 WIB