Proses Hirarki Analitik PHA

jembatan antara sektor pendidikan dan pelatihan untuk membentuk SDM nasional berkualitas dan bersertifikat melalui skema pendidikan formal, non formal, in formal, pelatihan kerja atau pengalaman kerja. Jenjang kualifikasi adalah tingkat capaian pembelajaran yang disepakati secara nasional, disusun berdasarkan ukuran hasil pendidikan danatau pelatihan yang diperoleh melalui pendidikan formal, nonformal, informal, atau pengalaman kerja seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1. KKNI terdiri dari 9 sembilan jenjang kualifikasi, dimulai dari kualifiaksi 1 sebagai kualifiaksi terendah hingga kualifikasi 9 sebagai kualifikasi tertinggi. www.penyelarasan.kemdiknas.go.id , 2012 Setiap sektor dan jenjang pada KKNI memiliki deskriptor masing-masing. Deskriptor pada KKNI terdiri atas dua bagian yaitu deskripsi umum dan deskripsi spesifik. Deskripsi umum mendeskripsikan karakter, kepribadiaan, sikap dalam berkarya, etika, moral dari setiap manusia dan berlaku pada setiap jenjang. Sedangkan deskripsi spesifik mendeskripsikan cakupan keilmuan science, pengetahuan knowledge, pemahaman know-how dan keterampilan skill yang dikuasai seseorang bergantung pada jenjangnya. www.penyelarasan.kemdiknas.go.id , 2012 Gambar 1. Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia KKNI

2.7. Proses Hirarki Analitik PHA

Proses Hirarki Analitik PHA atau Analytical Hierarchy Process AHP adalah metode pengambilan keputusan yang sederhana dan fleksibel, ditujukan untuk membuat model permasalahan yang tidak terstruktur dan sering digunakan untuk memecahkan masalah yang memerlukan pendapat Saaty, 1993. PHA diartikan sebagai model pendekatan yang memberikan kesempatan bagi setiap individu atau kelompok untuk membangun gagasan atau ide-ide dan mendefinisikan persoalan yang ada dengan cara membuat asumsi-asumsi dan selanjutnya mendapatkan pemecahan yang diinginkan. Saat ini PHA telah digunakan dalam perencanaan perusahaan, pemilihan investasi, analisa biaya, bahkan untuk keperluan militer. Menurut Fewidarto 1996, hirarki adalah abstraksi struktur sistem, dimana fungsi hirarki antar komponen dan dampaknya terhadap sistem secara keseluruhan dapat dipelajari. Abstraksi ini secara keseluruhan mempunyai bentuk yang saling berkaitan, semuanya tersusun ke bawah dari suatu puncak tujuan akhir, turun ke suatu sub tujuan sub objective, kemudian faktor-faktor pendorong proses yang mempengaruhi sub tujuan tersebut, lalu pelaku aktor yang memberikan dorongan turun ke tujuan pelaku, kemudian kebijaksanaan- kebijaksanaan dan akhirnya turun ke strategi-strategi dan hasil strategi tersebut. Tiga 3 prinsip berpikir analitik diperlukan untuk dapat menyelesaikan persoalan yang kompleks dan memberikan keputusan-keputusan efektif, yaitu : 1. Menyusun hirarki, untuk memperoleh informasi yang lengkap, maka perlu dilakukan penyusunan realitas atau persoalan yang kompleks ke dalam unsur- unsur yang lebih kecil dan seterusnya, sehingga membentuk hirarki. 2. Menentukan prioritas, setelah disusun suatu hirarki, hal selanjutnya adalah membandingkan unsur-unsur tersebut satu sama lain yang mempunyai hubungan, melalui perbandingan skala yang dikembangkan PHA, maka akan didapatkan urutan-urutan prioritas dari persoalan-persoalan. 3. Konsistensi logis, setiap hirarki yang dibangun akan memberikan perhitungan konsistensi logis yang dimiliki oleh setiap orang. Hirarki dapat digunakan untuk memperlihatkan kekonsistenan seseorang dalam menghadapi persoalan dan memberikan solusinya Rahman dalam Suryady, 2008. PHA bergantung kepada imajinasi, pengalaman dan pengetahuan untuk mampu menyusun hirarki suatu persoalan, dan juga untuk memberikan pertimbangan-pertimbangannya. PHA memperlihatkan hubungan-hubungan unsur tertentu terhadap puncaknya dan juga cabang-cabang unsur tertentu terhadap unsur tersebut, sehingga membentuk diagram pohon yang beranting. Menurut Saaty 1993, prinsip dasar yang harus diketahui dalam penerapan metode PHA adalah : 1. Decomposition, proses memecahkan persoalan yang utuh menjadi unsur- unsurnya dalam bentuk hirarki masalah. 2. Comperative Judgement, proses penilaian tentang kepentingan dua unsur pada tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkat di atasnya. Proses penilaian ini merupakan inti dari PHA. Penilaian akan berpengaruh terhadap prioritas unsur-unsur masalah. Hasil penilaian tersebut disajikan dalam bentuk matrik Pairwise Comparation. 3. Synthetic of Priority, proses pengolahan lebih lanjut hasil penilaian berpasangan. Dari setiap matrik Pairwise Comparation selanjutnya dicari Eigen Vector untuk mendapatkan local priority, sedangkan global priority didapatkan dengan cara mensintesa local priority dari berbagai tingkat. 4. Local Consistency, proses pengujian konsistensi dari local priority yang dihasilkan. Rahman dalam Suryady 2008 menyatakan bahwa penggunaan PHA dalam menentukan solusi suatu persoalan memiliki keuntungan, yaitu : 1. PHA memberikan satu model yang mudah dimengerti untuk persoalan yang tidak terstruktur. 2. PHA mencerminkan cara berpikir alami untuk memilah unsur-unsur dari satu sistem ke dalam berbagai tingkat berlainan dan mengelompokkan unsur serupa dalam setiap tingkat. 3. PHA memberikan suatu skala pengukuran dan metode untuk menetapkan prioritas. 4. PHA memberikan penilaian terhadap konsistensi logis dari pertimbangan- pertimbangan yang digunakan dalam menentukan prioritas. 5. PHA menuntun ke suatu pandangan menyeluruh terhadap alternatif-alternatif yang muncul untuk persoalan yang dihadapi. 6. PHA memberikan satu sarana untuk penilaian yang tidak dipaksakan tetapi merupakan penilaian yang sesuai pandangannya masing-masing. 7. PHA memungkinkan setiap orang atau kelompok untuk mempertajam kemampuan logis dan intuisinya terhadap persoalan yang dipetakan melalui PHA. Menurut Brojonegoro dalam Suryady 2008, selain memiliki keuntungan metode ini juga memiliki kelemahan, yaitu : 1. Ketergantungan metode ini terhadap input berupa persepsi expert membuat hasil akhir model ini menjadi tidak ada artinya jika expert memberikan penilaian yang keliru. 2. Bentuk model yang terlihat sederhana dapat menjadi kelemahan karena adanya kebiasaan para pengambil keputusan sering menggunakan model kuantitatif yang rumit dalam mengambil keputusan, sehingga menganggap PHA bukanlah model yang cocok untuk mengambil keputusan.

BAB III METODE KAJIAN

3.1. Kerangka Pemikiran 3.1.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Setiap perusahaan pasti memiliki visi yang ingin diraih atau dituju. Visi tersebut akan terwujud jika perusahaan memiliki SDM yang kompeten sesuai dengan kebutuhan karena SDM adalah penggerak bagi operasional perusahaan dalam mencapai tujuannya. PT. Pertamina Persero sebagai salah satu perusahaan BUMN yang bergerak dalam industri minyak dan gas serta memiliki visi untuk menjadi perusahaan energi kelas dunia pada tahun 2023 menyadari pentingnya memiliki SDM yang kompeten. SDM yang kompeten merupakan modal bagi perusahaan untuk mengungguli para pesaingnya sehingga dibutuhkan strategi rekrutmen berbasis kompetensi yang tepat demi memperoleh SDM yang mampu berkinerja tinggi. Dharmanesta dalam Irani 2003 menyatakan bahwa strategi dalam manajemen perusahaan diartikan sebagai proses dan hasil pengambilan keputusan oleh manajer dalam menentukan arah strategi dan tujuan yang akan ditempuh sehubungan dengan rencana pengembangan perusahaan. Strategi dibedakan berdasarkan fungsi manajemen, yaitu strategi pemasaran, keuangan, produksi atau operasi, dan SDM. Strategi SDM dinilai sebagai strategi yang berperan penting, karena SDM berperan utama dalam menjalankan seluruh strategi perusahaan. Strategi SDM meliputi berbagai kegiatan yang menjadi tugas dari manajemen SDM, seperti rekrutmen, perencanaan, pengembangan dan pelatihan, penilaian kinerja, serta kompensasi dan motivasi. Strategi rekrutmen merupakan tahap awal bagi perusahaan untuk mendapatkan SDM yang kompeten. Kinerja perusahaan di masa depan sangat ditentukan oleh penerapan strategi rekrutmen. Alur dari pemikiran ini dapat dilihat pada Gambar 2.