Keragaan Pasar HASIL PEMBAHASAN

Adanya pencampuran kacang mete, pengurangan timbangan, pengisian kacang mete yang tidak utuh dalam kemasan merupakan praktek-praktek ketidakjujuran yang dilakukan oleh pedagang. Andarias et al. 2003 melakukan penelitian analisis tataniaga dan pilihan kelembagaan pemasaran tembakau di Kabupaten Temanggung. Hasilnya menunjukkan bahwa perilaku pasar tembakau ditentukan oleh konsumen yaitu perusahaan rokok dan pedagang besar. Struktur pasar yang terbentuk oligopsoni. Distribusi keuntungan tidak merata. Maka, pemasaran tembakau di kabupaten belum efisien. Kurniawan 2003 mengemukakan bahwa perilaku pasar yang ditunjukkan oleh lembaga pemasaran menghasilkan bentuk kelembagaan pemasaran dengan sistem patron-klien. Sistem ini terjadi karena adanya hubungan ketergantungan dan kontrak dagang. Perilaku patron dalam kelembagaan pemasaran gaharu cenderung eksploitatif kepada kliennya, baik dalam hal tenaga kerja maupun maksimisasi keuntungan. Klien yang diperlakukan tidak adil dalam proses penilaian kualitas gaharu akibat tidak adanya standar baku merespon dengan mengurangi loyalitasnya kepada patron, sehingga perilaku ini telah menimbulkan moral hazard. Uraian diatas menunjukkan bahwa untuk menganalisis perilaku pasar dapat dilihat dari praktek penjualan dan pembelian, praktek dalam menjalankan fungsi pemasaran, adanya hubungan ketergantungan dan kontrak dagang.

2.4. Keragaan Pasar

Keragaan pasar adalah hasil akhir yang dicapai sebagai akibat dari penyesuaian pasar yang dilakukan oleh lembaga pemasaran Dahl et al., 1977. Keragaan pasar timbul akibat adanya struktur pasar dan perilaku pasar biasanya terkait dengan harga, biaya dan volume produksi yang menentukan suatu sistem pemasaran. Keragaan pasar dapat diketahui dari tingkat harga yang terbentuk di pasar serta penyebaran harga ditingkat produsen sampai konsumen. Untuk mengukur keragaan pasar, Dongoran 1998 menggunakan analisis margin pemasaran dan analisis keterpaduan pasar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pedagang pengecer di jatinegara memperoleh marjin pemasaran tertinggi yaitu sebesar 30.53 persen dari harga jual. Lalu diikuti oleh pasar pengecer Tanah Abang sebesar 25.50 persen dari harga jual. Marjin terendah diperoleh pedagang grosir di Pasar Induk Kramat Jati sebesar 18.18 persen dari harga jual. Hasil analisis keterpaduan pasar komoditas cabe merah besar dari Pasar Induk Kramat Jati ke pasar pengecer Jatinegara dan Tanah Abang bahwa tidak adanya keterpaduan pasar antara lembaga pemasaran tingkat pedagang grosir dengan pedagang pengecer baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Hal ini disebabkan harga yang terbentuk di tingkat pedagang grosir lebih dipengaruhi oleh harga lag ditingkat grosir itu sendiri daripada harga ditingkat pengecer. Penelitian Kumaat 1992, pada sistem pemasaran sayuran dataran tinggi, menggunakan analisis marjin pemasaran, korelasi harga, dan elastisitas transmisi harga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produsen sayuran kubis menerima 53 persen dari harga di tingkat pengecer. Sedangkan pengecer menerima margin bersih sebesar 20 persen dari harga eceran. Kedudukan produsen menghadapi pasar bersaing tidak sempurna, terdapat perubahan harga di tingkat produsen lebih besar dari perubahan harga di tingkat konsumen. Hukama 2003 menganalisis keragaan pasar dari farmer’s share dan keterpaduan pasar. Keuntungan pemasaran yang sebagian besar masih dinikmati oleh para pedagang. Hal ini disebabkan karena farmer’s share yang belum adil ditinjau dari aspek resiko karena petani masih menanggung resiko yang paling besar dibandingkan dengan pelaku pasar lainnya. Besarnya dominasi pedagang besar dalam menentukan harga ditinjau dari analisis keterpaduan pasar kacang mete sehingga menempatkan petani sebagai penerima harga price taker. Slameto 2003 dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Produksi Penawaran dan Pemasaran Kakao, mengatakan bahwa keragaan pasar dapat diukur dengan menganalisis margin pemasaran, farmer’s sharedan keterpaduan pasar. Keragaan pasar yang belum baik dimana hubungan pasar kakao rakyat antara pasar lokal petani sebagai produsen dan pasar acuan eksportir yang cenderung kurang padu sehingga harga yang terjadi pada pasar eksportir tidak ditransmisikan secara sempurna pada tingkat petani, meskipun demikian saluran tataniaga yang paling efisien bagi petani terjadi pada petani yang menjualnya produknya pada pedagang pengumpul tingkat kecamatan kemudian ke eksportir yang ditunjukkan lebih tingginya bagian harga yang diterima petani dan rendahnya nilai margin pemasaran. Ma’mun 1985 dalam penelitiannya tentang pemasaran kentang dan kubis diperoleh bahwa pemasaran kentang relatif lebih efisien dibandingkan dengan kubis, khususnya pada tingkat borongan. Efisiensi ini dilihat berdasarkan marjin pemasaran dan koefisien korelasi harga di Jawa Barat. Kenaikan atau penurunan harga di pasar pusat produksi akan diikiuti pula oleh kenaikan atau penurunan harga di pasar pusat konsumsi. Fungsi informasi pasar dalam pemasaran kentang dan kubis sangat penting, khususnya dalam menilai faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi pemasaran. Diperoleh pula bahwa faktor-faktor yang berpengaruh positif dan nyata bagi efisien pemasaran kentang adalah ukuran pasar, jumlah pedagang borongan dan jumlah penduduk. Sedangkan bagi kubis adalah persentase yang dipasarkan dan jumlah pedagang borongan. Tobing 1989, dalam penelitiannya mengenai komoditas bawang merah di peroleh hasil bahwa dari harga rata-rata yang berlaku, petani memperoleh bagian yang cukup besar yaitu 48 persen. Namun demikian tingkat harga masih banyak dipengaruhi oleh musim. Dari sudut besarnya margin pemasaran, pedagang grosir memperoleh bagian tertinggi dibandingkan pedagang pengumpul, pedagang perantara dan pedagang pengecer. Hal ini disebabkan pedagang besar dan pengecer di Medan mendapat saingan bawang merah asal impor dari pulau Jawa, Muangthai dan Filipina. Santika 1981, dalam penelitiannya di Jawa Barat menemukan bahwa distribusi marjin pemasaran komoditas tomat antara pedagang dapat dikatakan sudah merata. Hal ini merupakan dasar tercapainya efisiensi pemasaran, dengan syarat bahwa nilai margin yang merata tersebut tidak mengurangi kepuasan konsumen dan produsen. Distribusi margin pemasaran komoditas kentang dan kubis ternyata tidak merata. Hal ini disebabkan karena belum adanya keseragaman dalam penaganan komoditas sayuran terutama dalam hal sortasi, grading dan pengepakan. Yusrachman 2001, menganalisis sistem pemasaran ikan segar di Pangkalan Pendaratan Ikan, hasil analisis menunjukkan bahwa struktur pasar yang berlaku yaitu pasar bersaing tidak sempurna oligopsoni. Penyebaran margin belum efisien karena marjin pada setiap lembaga pemasaran tidak merata. Pedagang memiliki kekuatan untuk mempengaruhi harga yang terjadi di pasar. Hal ini menunjukkan pemasaran yang tidak efisien. Rasuli et al. 2007, dalam penelitiannya mengenai analisis pemasaran telor itik, menemukan bahwa margin yang diperoleh pedagang pengumpul lebih besar daripada yang di terima produsen. Hal ini disebabkan karena adanya pemberian harga yang tidak layak kepada produsen. Andayani 2007 dalam penelitiannya mengenai analisis Efisiensi Pemasaran Kacang Mete, hasil analisis menunjukkan bahwa nilai margin pemasaran dari semua pola memberikan hasil yang relatif baik. Hal ini dikarenakan harga yang terjadi di tingkat produsen terhadap harga yang terjadi di tingkat konsumen tidak terlalu tinggi perbedaannya. 17

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Pemasaran