Perumusan Masalah Penelitian Hipotesis Tindakan

10 sendirinya karena dorongan dari dalam, tidak termasuk perubahan dalam pengertian belajar. 4 Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara Perubahan yang bersifat sementara temporeryang terjadi hanya untuk beberapa saat saja, seperti berkeringat, keluar air mata, menangis dan sebagainya tidak dapat digolongnya sebagai perubahhan dalam pengertian belajar. Perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat menetap atau permanen. 5 Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah Ini berarti bahwa perubahan tingkah laku itu terjadi karena ada tujuan yang akan dicapai. Perubahan belajar terarah pada perubahan ada tujuan yang akan dicapai. Perubahan belajar terarah pada perubahan tingkah laku yang benar-benar disadari. 6 Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku Perubahan yang diperoleh individu setelah melalui suatu proses belajar meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku. Jika seseorang belajar sesuatu, sebagai hasilnya ia akan mengalami perubahan tingkah laku secara menyeluruh dalam sikap kebiasaan, keterampilan, pengetahuan, dan sebagainya. 5 Jadi setelah siswa mengikuti proses kegiatan pembelajaran, diharapkan adanya perubahan yang terjadi pada siswa. Dimana perubahan yang terjadi itu berlangsung secara terus menerus dan relatif menetap. Oleh karena itu, seorang guru harus dapat memberikan arahan kepada siswa agar perubahan yang terjadi tidak bersifat sementara.

c. Tujuan Belajar

Secara umum tujuan belajar belajar yang diusahakan untuk dicapai meliputi tiga hal, yakni untuk mendapatkan pengetahuan, penanaman 5 Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, Jakarta : Rineka Cipta, 2008, Cet. ke-2., h. 15-16 11 konsep dan keterampilan, serta pembentukan sikap. Ketiganya dimaksudkan untuk mencapai hasil yang diharapkan. Relevan dengan hal ini, hasil belajar meliputi : a. Hal ihwal keilmuan dan pengetahuan, konsep atau fakta kognitif b. Hal ihwal personal, kepribadian atau sikap afektif c. Hal ihwal kelakuan, keterampilan atau penampilan psikomotorik Ketiga hasil belajar di atas dalam pengajaran merupakan tiga hal yang secara programatik terpisah, namun dalam kenyataannya pada diri siswa akan merupakan satu kesatuan yang utuh dan bulat. Dengan demikian dalam sebuah rencana pembelajaran, dengan tujuan, yakni yang dapat membantu pencapaian hal ihwal berkenaan ranah kognitif, afektif, atau psikomotorik. 6

d. Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan perubahan yang terjadi dalam diri seseorang akibat dari proses belajar yang dilakukannya berupa tercapainya tujuan- tujuan belajar yang diinginkan. Belajar merupakan proses internal yang kompleks, yang terlibat dalam proses internal tersebut adalah seluruh mental yang meliputi tiga ranah, yakni ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. 7 Menurut Ahmad Susanto secara sederhana, yang dimaksud hasil belajar siswa adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Karena belajar itu sendiri merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap. Dalam kegiatan pembelajaran atau kegiatan interaksional, biasanya guru menetapkan tujuan belajar. Anak yang berhasil dalam belajar adalah yang mencapai tujuan-tujuan pembelajaran atau tujuan interaksional. 8 6 Yudhi Munadi, Media Pembelajaran, Jakarta : Gaung Persada Press, 2010, cet. Ke-3., h. 188-189 7 Dimyati dan Mudjiono. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta, 2006 h. 18 8 Ahmad Susanto, Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar, Jakarta : Kencana, 2013, Cet. ke-1, h. 5 12

e. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

1. Faktor Internal Faktor internal merupakan merupakan faktor yang bersumber dari dalam diri peserta didik, yang memengaruhi kemampuan belajarnya. Faktor internal ini meliputi meliputi: kecerdasan, minat, dan perhatian, motivasi belajar, ketekunan, sikap, kebiasaan belajar, serta kondisi fisik dan perhatian. 9 Faktor internal meliputi: a Faktor Fisiologis Secara umum kondisi fisiologis, seperti kesehatan yang prima, tidak dalam keadaan lelah dan capek, tidak dalam keadaan cacat jasmani, dan sebagainya, semuanya akan membantu dalam proses dan hasil belajar. Siswa yang kekurangan gizi musalnya, ternyata kemampuan belajaranya berada dibawah siswa-siswa yang tidak kekurangan gizi, sebab mereka yang kekurangan gizi pada umumnya cenderung cepat lelah dan capek, cepat mengantuk dan akhirnya tidak mudah dalam menerima pelajaran. Demikian juga kondisi saraf mengontrol kesadaran dapat berpengaruh pada proses dan hasil belajar. Misalnya, seseorang yang minum minuman keras akan kesulitan untuk melakukan proses belajar, karena saraf pengontrol kesadarannya terganggu. Bahkan, perubahan tingkah laku akibat pengaruh minuman keras tersebut, tidak bisa dikatakan perubahan tingkah laku hasil belajar. 10 b Faktor Psikologis Faktor kedua darifaktor internal adalah faktor psikologis. Setiap manusia atau anak didik pada dasarnya memiliki kondisi psikologis yang berbeda-beda, terutama dalam hal kadar bukan dalam hal jenis, tentunya perbedaan-perbedaan ini akan berpengaruh pada proses dan hasil belajarnya masing-masing. Beberapa faktor psikologis yang 9 Ibid., h. 12 10 Munadi, op. cit., h. 24-26 13 dapat diuraikan diantaranya meliputi intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, motivasi, kognitif, dan daya nalar. 11 Pertama, intelegensi. CP Chaplin yang di kuti oleh Yudhi Munandi mengartikan intelegensia sebagai 1 kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru secara cepat dan efektif, 2 kemampuan menggunakan konsep abstrak secara efektif, 3 kemampuan memahami pertalian-pertalian dan belajar dengan cepat sekali. Ketiga hal tersebut merupakan satu kesatuan, tidak terpisahkan satu dengan yang lainnya. Pemisahan tersebut hanya menekankan aspek-aspek yang berbeda dari sisi prosesnya. Proses bellajar merupakan proses yang kompleks, maka aspek intelegensi hanya sebuah potensi, artinya seseorang yang memiliki intelegensi tinggi mempunyai peluang besar untuk memperoleh hasil belajar yang ang lebih baik. Kedua, perhatian. Menurut Slamet yang dikutip oleh Yudhi Munandi bahwa perhatian adalah keaktifn jiwa yang dipertinggi, jiwa semata-mata tertuju kepada suatu objek ataupun sekumpulan objek. Untuk dapat menjamin hasil belajar yang baik, maka siswa harus dihadapkan pada obyek-obyek yang dapat menarik perhatian siswa, bila tidak, maka perhatian siswa tidak akan terarah atau focus pada obyek yang sedang dipelajarinya. Ketiga, minat dan bakat. Minat diartikan oleh Hilgard sebagai kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Bakat adalah kemampuan untuk belajar. Kemampuan ini baru akan terealisasi menjadi kecakapan yang nyata setelah melalui belajar dan berlatih. Seseorang biasanya memiliki kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan bakatnya. Oleh karena itu, beruntung sekali bagi seseorang yang menyadari bahwa dirinya mempunyai bakat dibidang tertentu, karena ia akan terus mengembangkannya melalui latihan dan 11 Ibid., h. 26-27 14 belajar. Para guru hendaknya berusaha untuk dapat mengetahui minat dan bakat para siswanya yang kemudian mampu juga untuk menumbuhkembangkannya. Keempat, motif dan motivasi. Kita sering menggunakan kata motif untuk menunjukkan kata motif untuk menunjukkan tindakan atau aktivitas seseorang. Menurut Aminuddin Rasyad yang dikutif oleh Yudhi Munandi bahwa dalam setiap diri manusia pada umumnya mempunyai dua macam motif atau dorongan, yaitu motif yang sudah ada di dalam diri yang sewaktu-waktu akan muncul tanpa ada pengaruh dari luar, disebut instrinsic motive. Bila motif dalam diri ini baik dan berfungsi pada setiap diri dalam bentuk aktif dan kreatif. Bila motif intrinsiknya kurang berfungsi maka tingkah laku belajarnya tidak menampakkan keaktifan dan kreatif yang berarti. Motif lainnya adalah motif yang dating dari luar diri, yakni karena ada pengaruh situasi lingkungannya, motif ini disebut extrinsic motive. Kelima, kognitif dan daya nalar. pembahasan mengenai hal ini meliputi tiga hal, yakni persepsi, mengingat dan berpikir. Persepsi adalah penginderaan terhadap suatu kesan yang timbul dalam lingkungannya. Penginderaan itu dipengaruhi oleh pengalaman, kebiasaan, dan kebutuhan. Kemampuan mempersepsi antara siswa yang satu dengan siswa yang lain tidak sama meskipun mereka sama- sama dari sekolah yang sama, bahkan kelas yang sama. Ini ditentukan oleh pengetahuan dan pengalaman pelajar itu sendiri. Karena pengetahuan dan pengalaman akan memperkaya benaknya dengan pembendaharaan untuk memperkuat daya persepsisnya. Semakin sering ia melibatkan diri dalam berbagai aktivitas, akan semakin kuat daya persepsinya. 12 Mengingat adalah suatu aktivitas kognitif, dimana orang menyadari bahwa pengetahuannya berasal dari masa yang lampau atau berdasarkan kesan-kesan yang diperoleh melalui pengalamnnya di 12 Ibid. h. 27-30 15 masa lampau. Menurut Jalaludin Rakhmat yang dikutip oleh Yudhi Munandi berpikir dibagi dua macam, yakni berpikir autistic dan berpikir realistic. Yang pertama mungkin lebih tepat disebut melalun; fantasi, menghayal, wishful thinking, adalah contoh-contohnya. Berpikir realistic, disebut juga nalar reasoning, ialah berpikir dalam rangka menyesuaikan diri dengan dunia nyata. Dalam kebanyakan usaha pemanfaatan media pembelajaran yang dilakukan guru adalah berusaha untuk membawa para siswanya kepada pemahaman yang realistis. Dengan demikian, pemanfaatan media dalam proses pembelajaran dapat merangsang dan mengembangkan daya nalar siswa. 13 2. Faktor Eksternal a Faktor Lingkungan Kondisi lingkungan juga mempengaruhi proses dan hasil belajar. Lingkungan ini dapat berupa lingkungan fisik atau alam dan dapat pula berupa lingkungan sosial. Lingkungan sosial baik yang berwujud hal-hal lainnya, juga dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar. Seringkali guru dan para siswa yang sedang belajar di dalam kelas merasa terganggu oleh obrolan orang-orang yang berada di luar persis di depan kelas tersebut, apalagi obrolan itu diiringi dengan gelak tawa yang keras dan teriakan. Hiruk pikuk lingkungan sosial seperti suara mesin pabrik, lalu lintas, gemuruhnya pasar, dan lain-lain juga akan berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar. Karena itu sekolah hendaknya didirikan dalam lingkungan yang kondusif untuk belajar. b Faktor Instrumental Faktor-faktor instrumental adalah factor yang keberadaan dan penggunaannya dirancang sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan. Faktor-faktor ini diharapkan dapat berfungsi sebagai 13 Ibid., 30-31 16 sarana untuk tercapainya tujuan-tujuan belajar yang telah direncanakan. Faktor- faktor instrumental ini dapat berupa kurikulum, sarana dan fasilitas, dan guru. Berbicara kurikulum berarti berbicara mengenai komponen-komponenya, yakni tujuan, bahan, atau program, proses belajar mengajar, dan evaluasi. Kiranya jelas faktor-faktor ini besar pengaruhnya pada proses dan hasil belajar. 14

B. Pembelajaran Active Learning Metode Card Sort

1. Pengertian Pembelajaran

Istilah pembelajaran merupakan terjemahan dari kata instruction. Menurut M. Sobry Sutikno bahwa pembelajaran adalah segala upaya yang dilakukan oleh pendidik. Secara implisit di dalam pembelajaran, ada kegiatan memilih, menetapkan dan mengembangkan metode atau model untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan. Pembelajaran lebih menekankan pada cara-cara untuk mencapai tujuan dan berkaitan dengan bagaimana cara mengorganisasikan isi pembelajaran, menyampaikan isi pembelajaran, dan mengelola pembelajaran 15 . Menurut Wina Sanjaya Pembelajaran adalah “suatu proses yang dinamis, berkembang secara terus menerus sesuai dengan pengalaman siswa. Semakin banyak pengalaman yang dilakukan siswa, maka akan semakin kaya, luas dan sempurna pengetahuan mereka ” 16 . Dalam Undang- Undang Sistem Pendidikan Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 Bab I Pasal I menyebutkan bahwa “Pembelajaran adalah proses interaksi peserta 14 Ibid., h. 31-33 15 M. Sobri Sutikno, Metode dan Model-model Pembelajaran : Menjadikan Proses Pembelajaran lebih Variatif, aktif, inovatif, efektif dan menyenangkan, Lombok : Holistica, 2014, h.12 16 Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran : Teori dan Praktik Pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan KTSP, Jakarta : Prenada Media Group, 2008, cet. III, h. 363 17 didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar” 17

2. Prinsip-Prinsip Pembelajaran

Prinsip dikatakan juga landasan. Untuk mewujudkan proses pembelajaran yang efektif, maka pelaksanaan proses pembelajaran harus memenuhi prinsip-prinsip, berikut : a. Pembelajaran berfokus pada peserta didik, artinya orientasi pembelajaran terfokus kepada peserta didik. Peserta didik menjadi subyek pembelajaran, dan kecepatan belajar peserta didik yang sama perlu diperhatikan. b. Menyenangkan. Peserta didik merasa aman, nyaman, betah, dan asyik mengikuti pembelajaran. c. Interaktif. Adanya hubungan timbale balik antara guru dengan peserta didik dan antar peserta didik. d. Prinsip motivasi, yaitu dalam belajar diperlukan motivasi-motivasi yang dapat mendorong peserta didik untuk belajar. e. Mengembangkan kreativitas dan kemandirian peserta didik. Proses pembelajaran harus dapat memberikan ruang yang cukup bagi perkembangan kreativitas dan kemandirian sesuai bakat, minat, dan perkembangan fisik dan psikologis peserta didik f. Pembelajaran terpadu, maksudnya pengelolaan pembelajaran dilakukan secara secara integratif. Semua tujuan pembelajaran berupa kemampuan dasar yang ingin dicapai bermuara pada satu tujuan akhir, yaitu mencapai kemampuan dasar lulusan. g. Memberikan penguatan dan umpan balik. Dalam situasi tertentu, guru memberikan pujian atau memperbaiki respon peserta didik. 18 17 Undang-Undang SISDIKNAS UU RI No. 20 Tahun 2003, Jakarta : Sinar Grafika, 2009 Cet, II, h. 5 18 M. Sobri Sutikno, Metode dan Model-model Pembelajaran : Menjadikan Proses Pembelajaran lebih Variatif, aktif, inovatif, efektif dan menyenangkan, Lombok : Holistica, 2014, h.15-16 18 h. Prinsip perbedaan individual, yaitu setiap peserta didik memiliki perbedaan-perbedaan dalam berbagai hal, seperti watak, intelegensi, latar belakang keluarga, ekonomi, sosial, dan lain-lain. i. Prinsip pemecahan masalah yaitu dalam belajar peserta didik perlu dihadapkan pada situasi-situasi bermasalahh dan guru membimbing peserta didik untuk memecahkannya j. Memanfaatkan aneka sumber belajar, guru menggunakan berbagai sumber belajar yang meliputi pesan, orang, bahan, alat, teknik, dan lingkungan k. Memberi keteladanan. Guru memberikan keteladanan dalam bersikap, bertindak, dan bertuturkata baik di dalam maupun di luar kelas. l. Mmengembangkan kecakapan hidup m. Prinsip belajar sambil mengalami, yaitu dalam mempelajari sesuatu, apalagi yang berhubungan dengan keterampilan haruslah melalui pengalaman langsung. n. Menumbuhkan budaya akademis, nilai-nilai kehidupan, dan pluralism. o. Mengembangkan kerjasama dan kompetisi untuk mencapai prestasi p. Belajar tuntas mastery learning, maksudnya pembelajaran mengacu pada ketuntasan belajar kemampuan dasar melalui pemecahan masalah. Setiap individu dan kelompok harus menuntaskan satu kemampuan dasar, baru belajar kemampuan dasar berikutnya. 19

3. Pembelajaran Active Learning

Pembelajaran aktif active learning dimaksudkan untuk mengoptimalkan penggunaan semua potensi yang dimiliki oleh peserta didik, sehingga semua peserta didik dapat mencapai hasil belajar yang memuaskan sesuai dengan karakteristik pribadi yang mereka miliki. Di samping itu, pembelajaran aktif active learning juga dimaksudkan untuk menjaga perhatian siswa atau peserta didik agar tetap tertuju pada proses 19 Sutikno, Ibid. 16-18 19 pembelajaran. 20 Pembelajaran aktif active learning dimaksudkan untuk mengoptimalkan penggunaan semua potensi yang dimiliki oleh anak didik, sehingga semua anak didik dapat mencapai hasil belajar yang memuaskan sesuai dengan karakteristik pribadi yang mereka miliki. 21 Lukmanul Hakim dalam bukunya perencanaan pembelajaran imendefinisikan pembelajaran aktif yaitu kegiatan mengajar yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dengan mata pelajaran yang dipelajarinya. Siswa lebih aktif mempelajari materi pembelajaran yang menyiapkan siswa untuk hidup, informasi yang diterima lebih lama diingat dan disimpan, dan lebih menikmati suasana kelas yang nyaman. Siswa mengemukakan pendapat, Tanya jawab, mengembangkan pengetahuannya, memecahkan masalah, diskusi, dan menarik kesimpulan. Peran guru tidak dominan menguasai proses pembelajaran melainkan memberikan kemudahan fasilitator. 22 Jadi pembelajaran aktif itu dirancang agar siswa aktif dalam proses belajar mengajar dan dengan pembelajaran aktif active learning ini siswa bisa menggunakan semua potensi yang dimilikinya sehingga mereka dapat mencapai hasil belajar yang diinginkan. Silberman dalam bukunya yang berjudul Active Learning yang dikutip oleh Rusman mengemukakan bahwa banyak cara yang bisa membuat siswa belajar secara aktif yang disebutnya dengan perlengkapan belajar aktif. Perlengkapan belajar aktif yang dimaksud yaitu : tata letak ruangan kelas, metode mengaktifkan siswa, kemitraan belajar, melakukan analisis terhadap kebutuhan siswa, membangkitkan minat siswa, pemahaman dan melibatkan siswa dalam kegiatan pembelajaran, membentuk kelompok belajar, pemilihan tugas dan strategi yang tepat, memfasilitasi dalam diskusi, kegiatan eksperimen, bermain peran, penghematan waktu, dan pengendalian aktivitas siswayang berlebihan. 23 20 Eveline Siregar dan Hartini Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran, Bogor :Ghalia Indonesia, 2014, h. 106 21 Umi Mahmudah Dan Abdul Wahab Rosyidi, Active Learning Dalam Pembelajaran Bahasa Arab, Malang: UIN-Malang Press, Cet. I, h. 63 22 Lukamanul Hakim, Perencanaan Pembelajaran, Bandung : CV Wacana Prima, 2009, h. 54 23 Rusman, Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru,Jakarta : PT Raja Grafindo, 2013, h. 399 20

4. Pengertian Metode Card Sort

Metode secara harfiah berarti cara. Dalam pemakaian yang umum, metode diartikan sebagai suatu cara atau prosedur yang dipakai untuk mencapai tujuan tertentu. 24 Metode atau cara merupakan sayarat untuk efesiensinya usaha atau pekerjaan demi tercapainaya tujuan. 25 Metode adalah cara yang dapat digunakan untuk melaksanakan strategi 26 Metode pembelajaran adalah cara-cara menyajikan materi pelajaran yang dilakukan oleh peserta pendidik agar terjadi proses belajar pada diri peserta didik dalam upaya untuk mencapai tujuan. 27 Metodologi mengajar adalah suatu teknik penyampaian bahan pelajaran kepada murid. Ia dimaksudkan agar murid dapat menangkap pelajaran dengan mudah, efektif dan dapat dicerna oleh anak dengan baik. 28 Metode mengajar dapat diartikan sebagai cara yang dipergunakan oleh guru dalam membelajarkan peserta didik saat berlangsungnya proses pembelajaran. Dalam melakukan suatu kegiatan atau melakukan pekerjaan dengan menggunakan fakta dan konsep-konsep sistematis. Dalam dunia psikologi, metode berarti prosedur sistematis tata cara yang berurutan yang biasa digunakan untuk menyelediki fenomena kejiwaan seperti metode klinik, metode eksperimen dan sebagainya Mensortir kartu Card Sort ini digunakan oleh pendidik dengan maksud mengajak peserta didik untuk menemukan konsep atau fakta melalui klasifikasi materi yang dibahas dalam pembelajaran. Tujuan dari model mensortir kartu Card Sort ini adalah untuk mengungkapkan daya ingat terhadap materi pelajaran yang telah dipelajari siswa. 29 24 M. Sobri Sutikno, Metode dan Model-model Pembelajaran : Menjadikan Proses Pembelajaran lebih Variatif, aktif, inovatif, efektif dan menyenangkan, Lombok : Holistica, 2014, h. 33 25 Mohammad Noor Syam, filsafat kependidikan dan dasar filsafat kependidikan pancasila, Jakarta : PT Usaha Nasional, h. 24 26 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran : Berorientasi Standar dan Proses Pendidikan, Jakarta :Kencana, 2008, cet. V, h.127 27 Sutikno, op. cit., h. 34 28 Zakiah Darajat, dkk. Metodologi pengajaran Agama Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1996, h. 61 29 Sutikno, op, cit., h. 130 21

5. Langkah-Langkah Penggunaan Metode Card Sort

a. Beri tiap siswa kartu indeks yang berisi informasi atau contoh yang cocok dengan satu atau beberapa kategori b. Perintahkan siswa untuk berkeliling ruangan dan mencari siswa lain yang kartunya cocok dengan kategori yang sama, dapat mengumumkan kategorinya sebelumnya atau biarkan siswa menemukan sendiri. c. Perintahkan para siswa yang kartunya memiliki kategori sama untuk menawarkan diri kepada siswa lain. d. Ketika tiap kategori ditawarkan, kemukakan poin-poin pengajaran yang menurut anda penting. 30 Menurut Umi Mahmudah dan Abdul Wahab Rosyidi prosedur metode car sort ialah: a. Masing-masing siswa diberikan kartu indeks yang berisi materi pelajaran b. Guru menunjuk salah satu siswa yang memegang kartu, siswa yang lain diminta berpasangan dengan siswa tersebut bila merasa kartu yang dipegangnnya memiliki kesamaan defisi atau kategori. c. Agar situasinya tambah seru dapat diberikan hukuman bagi siswa yang melakukan kesalahan. Jenis hukuman dibuat atas kesepakatan bersama d. Guru dapat membuat catatan penting di papan tulis pada saat prosesi terjadi. 31 30 Melvin L. Silberman, Active Learning 101 Cara Belajar Siswa Aktif, Bandung : Nuansa, 2012, h. 169-170 31 Umi Mahmudah Dan Abdul Wahab Rosyidi, Active Learning Dalam Pembelajaran Bahasa Arab, Malang: UIN-Malang Press, Cet. I, h. 130-131 22 ii. Hasil Penelitian yang Relevan Sebagai bahan penguat penelitian tentang “Penerapan Strategi Active Learning Teknik Card Sort Dalam Meningkatkan Hasil Belajar PAI Siswa”, penulis mengutip beberapa hasil penelitian yang relevan, diantaranya : 1. Hasil penelitian Abdul Rahman dengan judul : upaya meningkatkan hasil belajar Matematika dengan menggunakan metode active learning teknik card sort pada siswa kelas IV MI AL-Ukhuwwah Slipi Jakarta Barat. Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2013. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa : 1 penggunaan metode active learning teknik card sort dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas IV MI Al-Ukhuwwah Slipi Jakarta Barat. 2 hasil belajar matematika kelas IV MI Al- Ukhuwwah Slipi Jakarta Barat setelah melakukan pembelajaran dengan menggunakan metode Active learning teknik card sort dari hasil belajar awal sebesar 45,45 ke sikluus I sebesar 72,73, terjadi peningkatan sebesar 27,28 dan dari siklus I sebesar 72,73 ke siklus II sebesar 88,64 terjadi peningkatan sebesar 15,91 dengan tingkat ketuntasan pencapaian KKM pada siklus I mencapai 72,73 32 orang siswa, dan pada siklus II meningkat sebesar 15,91 menjadi 88,64 39orang siswa. 3 penggunaan metode active learning teknik card sort dalam pembelajaran matematika terbukti dapat meningkatkan aktivitas belajar dan respon positif siswa terhadap pembelajaran matematika. 2. Hasil penelitian Dailimi dengan judul : Upaya meningkatkan hasil belajar siswa melalui strategi active learning pada materi pokok cahaya. Program studi PGMI One Mode System, jurusan kependidikan Islam, fakultas ilmu tarbiyah dan keguruan, UIN Syarif Hidatullah Jakarta, tahun 2012. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa upaya meningkatkan hasil belajar dengan menggunakan strategi active learning, pada konsep cahaya di kelas V Madrasah Ibtidaiyah MI, didapati data bahwa pada siklus II lebih tinggi hasilnya dengan rata- 23 rata mencapai 77,86 dengan ketuntasan belajar 85,71. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa penerapan strategi active learning ini dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi cahaya di kelas V MI Darul Muttaqin Pasar Minggu Jakarta Selatan. 3. Hasil penelitian Neli Rakhmawati dengan judul upaya meningkatkan hasil belajar IPS siswa dengan menggunakan strategi pembelajaran aktif tipe Everyone is a teacher here pada materi Interaksi sebagai proses sosial kelas VII-4 penelitian tindakan kelas di MTs Soebono Mantofani. Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2012. Menyimpulkan bahwa hasil penelitian yang dilakukan di MTs Soebono Mantofani adalah hasil belajar pada pelajaran IPS dengan menggunakan strategi pembelajaran aktif tipe everyone is teacher here mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata pada siklus I dan siklus II. Pada siklus I, nilai rata-rata pre-test 41 dengan ketuntasan 00,00 sedangkan pada saat post-tes nilai rata-ratanya meningkat menjadi 70,84 dengan ketuntasan 53,34. Nilai tertinggi pada pre-test yaitu 65 dan nilai terendah 25. Sedangkan pada saat post- test mengalami peningkatan dengan nilai tertinggi 85 dan terendah 55. Sedangkan pada siklus II mengalami peningkatan dibandingkan siklus I. pada siklus II nilai rata-rata pre-test yaitu 46,34 dengan ketuntasan 10 sedangkan pada saat post-test mengalami peningkatan yang sangat signifikan yaitu dengan nilai rata-rata 79,67 dengan ketuntasan 100. Nilai tertinggi pada pre-test yaitu 70 dan nilai terendah 25. Sedangkan pada saat post-test mengalami peningkatan dengan nilai tertinggi yaitu 95 dan nilai terendah 70. 24

C. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teori yang telah diuraikan di atas, maka hipotesis penelitian dalam penelitian ini adalah pembelajaran active learning metode card sort dapat meningkatkan hasil belajar Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti siswa kelas X Multimedia 1 di SMK Paramarta Tangerang Selatan. 25 BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Sekolah Menengah Kejuruan SMK Paramarta Tangerang Selatan. Penelitian ini berlangsung bulan Agustus- Oktober 2014. Penelitian tindakan ini dilakukan terhadap seluruh siswa kelas X Multimedia 1 SMK Paramarta Tangerang Selatan, sebanyak 21 siswa pada tahun ajaran 20142015. Kegiatan belajar mengajar dilakukan pada pukul 12:30 sampai dengan pukul 17:30 WIB.

B. Metode Penelitian dan Rancangan Siklus Penelitian

1. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas Classroom Action Research. Dengan menggunakan PTK diharapkan dapat memperbaiki dan meningkatkan profesionalisme pendidik dalam menangani proses pembelajaran sehingga kualitas proses pembelajaran semakin meningkat. Penelitian Tindakan Kelas atau PTK Classroom Action Research memiliki peranan yang sangat penting dan strategis untuk meningkatkan pembelajaran apabila diimplementasikan dengan baik dan benar. 1 Penelitian ini diawali dengan melakukan penelitian pendahuluan pra penelitian dan akan dilanjutkan dengan pelaksanaan penelitian dengan beberapa siklus. Dalam hal ini yang dimaksud dengan siklus adalah suatu putaran kegiatan beruntun yang kembali ke langkah semula, dimana tiap-tiap siklus dalam penelitian tindakan kelas ada empat tahapan yang harus 1 Kunandar, Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Pengembangan Profesi Guru, Jakarta:PT Rajawali Pers, 2010, h. 41 26 dilakukan, yaitu 1 perencanaan, 2 pelaksanaan, 3 pengamatan, dan 4 refleksi. 2

2. Pengertian Penelitian Tindakan Kelas

Menurut E Mulyasa Penelitian tindakan adalah sebuah bentuk penelitian refleksi diri yang melibatkan diri yang melibatkan sejumlah partisipasi guru, peserta didik, kepala sekolah dan partisipan lain di dalam suatu situasi sosial pembelajaran yang bertujuan untuk membuktikan kerasionalan dan keadilan terhadap: a praktik sosial dan pembelajaran yang mereka lakukan; b pemahaman mereka terhadap praktek-praktek pembelajaran; serta c situasi dan institusi yang terlibat di dalamnya 3 Penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan dari Model Kemmis dan Mc Taggard yang terdiri dari empat komponen, yaitu: perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi. Model ini merupakan pengembangan dari konsep dasar yang diperkenalkan oleh Kurt Lewin, hanya saja komponen acting tindakan dan observing pengamatan dijadikan satu kesatuan disatukannya dua komponen tersebut disebabkan adanya kenyataan bahwa antara penerapan acting dan observing merupakan dua kegiatan yang tidak dapat dipisahkan. Maksudnya, kedua kegiatan harus dilakukan dalam satu kesatuan waktu, ketika tindakan dilaksanakan begitu pula observasi juga harus dilaksanakan. 4 Penelitian Tindakan Kelas PTK dengan menggunakan beberapa siklus, dimana dalam satu siklus atau putaran kegiatan terdiri dari perencanaan, tindakan, pengamatan, dan observasi. a. Perencanaan planning Dalam tahap ini peneliti menjelaskan tentang apa, mengapa, kapan, di mana, oleh siapa, dan bagaimana tindakan tersebut dilakukan. Penelitian tindakan yang ideal sebetulnya dilakukan secara berpasangan antara pihak 2 Suharsimi, dkk. Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta : Bumi Aksara, 2009, cet ke-9., h.16 3 E Mulyasa, Praktik Penelitian Tindakan Kelas, Bandung: Rosda, 2012, Cet.V, h. 5 4 Wijaya Kusumah Dedi Dwitagama, Mengenal Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta: Indeks, 2012, cet. 5, h. 20 27 yang melakukan tindakan dan pihak yang mengamati proses jalannya tindakan. Istilah untuk cara ini adalah penelitian kolaborasi. Cara ini dikatakan ideal karena adanya upaya untuk mengurangi unsur subjektivitas pengamat serta mutu kecermatan amatan yang dilakukan. Dengan mudah dapat diterima bahwa pengamatan yang diarahkan pada diri sendiri biasanya kurang teliti disbanding dengan pengamatan yang dilakukan terhadap hal-hal yang berada di luar diri, karena adanya unsur subjektivitas yang berpengaruh, yaitu cenderung mengunggulkan dirinya. Apabila pengamatan dilakukan oleh orang lain, pengamatannya lebih cermat dan hasilnya akan lebih objektif. b. Pelaksanaan tindakan Acting Tahap ke-2 dari penelitian tindakan kelas adalah pelaksanaan yang merupakan implementasi atau penerapan isi rancangan, yaitu menggunakan tindakan kelas. Hal yang perlu diingat adalah bahwa dalam tahap ke-2 ini pelaksana guru harus ingat dan berusaha menaati apa yang sudah dirumuskan dalam rancangan, tetapi harus perlu berlaku wajar, tidak dibuat-buat. Dalam refleksi, keterkaitan antara pelaksanaan dengan perencanaan perlu diperhatikan secara seksama agar sinkron dengan maksud semula. 5 c. Pengamatan observing Tahap ke-3, yaitu kegiatan pengamatan yang dilakukan oleh pengamat. Sebetulnya sedikit kurang tepat kalau pengamatan ini dilakukan pada waktu tindakan sedang dilakukan. Jadi keadunya berlangsung dalam waktu yang sama. Sebutan tahap ke-2 diberikan untuk memberikan peluang kepada guru pelaksana yang juga berstatus sebagai pengamat. Ketika guru tersebut sedang melakukan tindakan, karena hatinya menyatu dengan kegiatan, tentu tidak sempat menganalisis peristiwanya ketika sedang terjadi. Oleh karena itu, kepada guru pelaksana yang berstatus sebagai pengamat agar melakukan “pengamatan baik” terhadap apa yang 5 Suharsimi Arikunto dkk, Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta : Bumi Aksara, 2009 Cet. ke-9, h. 17-18 28 terjadi ketika tindakan berlangsung. Sambil melakukan pengamatan balik ini, guru pelaksana mencatat sedikit demi sedikit apa yang terjadi agar memperoleh data yang akurat untuk perbaikan siklus berikutnya. d. Refleksi Reflecting Tahap ke-4 merupakan kegiatan untuk mengemukakan kembali apa yang sudah dilakukan. Istilah refleksi berasal dari bahasa Inggris reflection, yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia pemantulan. Kegiatan refleksi ini sangat tepat dilakukan ketika guru pelaksana sudah selesai melakukan tindakan, kemudian berhadapan dengan peneliti untuk mendiskusikan implementasi rancangan tindakan. 6

3. Desain Siklus Penelitian

Berdasarkan penjelasan tahapan empat tindakan dalam Penelitian Tindakan Kelas PTK, dimana setiap siklusnya terdiri dari empat tahapan, biasanya berlangsung selama 2 siklus. Namun sebelum tahapan dalam penelitian ini dilaksanakan, terlebih dahulu diawali oleh suatu tahapan pra penelitian yang meliputi identifikasi masalah, analisis masalah, rumusan masalah, dan rumusan hipotesis tindakan. Siklus Penelitian Tindakan Kelas PTK akan berhenti apabila kriteria keberhasilan telah tercapai. Model Penelitian Tindakan Kelas PTK ini Kemmis dan Mc Taggrat. 6 Ibid., 18-19 29 Bagan 3.1 Model Penelitian Tindakan Kelas Kemmis dan Mc Taggrat 7

C. Subjek Penelitian

Subjek atau pihak yang terkait dalam penelitian ini adalah siswa SMK Paramarta Jombang kelas X Multimedia 1 yang berjumlah 21 siswa, dan guru Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti yang berperan sebagai kolaborator dan observer. 7 Ibid., h, 16 Perencanaan Pengamatan SIKLUS I Pengamatan Perencanaan SIKLUS II Refleksi Refleksi Pelaksanaan Pelaksanaan ?