10
sendirinya  karena  dorongan  dari  dalam,  tidak  termasuk  perubahan dalam pengertian belajar.
4 Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara
Perubahan  yang  bersifat  sementara  temporeryang  terjadi  hanya untuk beberapa saat saja, seperti berkeringat, keluar air mata, menangis
dan  sebagainya  tidak  dapat  digolongnya  sebagai  perubahhan  dalam pengertian  belajar.  Perubahan  yang  terjadi  karena  proses  belajar
bersifat menetap atau permanen. 5
Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah Ini  berarti  bahwa  perubahan  tingkah  laku  itu  terjadi  karena  ada
tujuan  yang  akan  dicapai.  Perubahan  belajar  terarah  pada  perubahan ada  tujuan  yang  akan  dicapai.  Perubahan  belajar  terarah  pada
perubahan tingkah laku yang benar-benar disadari. 6
Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku Perubahan  yang  diperoleh  individu  setelah  melalui  suatu  proses
belajar  meliputi  perubahan  keseluruhan  tingkah  laku.  Jika  seseorang belajar sesuatu, sebagai hasilnya ia akan mengalami perubahan tingkah
laku  secara  menyeluruh  dalam  sikap  kebiasaan,  keterampilan, pengetahuan, dan sebagainya.
5
Jadi  setelah  siswa  mengikuti  proses  kegiatan  pembelajaran, diharapkan adanya perubahan yang terjadi pada siswa. Dimana perubahan
yang  terjadi  itu  berlangsung  secara  terus  menerus  dan  relatif  menetap. Oleh  karena  itu,  seorang  guru  harus  dapat  memberikan    arahan  kepada
siswa agar perubahan yang terjadi tidak bersifat sementara.
c. Tujuan Belajar
Secara umum tujuan belajar belajar yang diusahakan untuk dicapai meliputi  tiga  hal,  yakni  untuk  mendapatkan  pengetahuan,  penanaman
5
Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, Jakarta : Rineka Cipta, 2008, Cet. ke-2., h. 15-16
11
konsep  dan  keterampilan,  serta  pembentukan  sikap.  Ketiganya
dimaksudkan untuk mencapai hasil yang diharapkan.
Relevan dengan hal ini,  hasil belajar meliputi : a.
Hal ihwal keilmuan dan pengetahuan, konsep atau fakta kognitif b.
Hal ihwal personal, kepribadian atau sikap afektif c.
Hal ihwal kelakuan, keterampilan atau penampilan psikomotorik Ketiga  hasil  belajar  di  atas  dalam  pengajaran  merupakan  tiga  hal
yang  secara  programatik  terpisah,  namun  dalam  kenyataannya  pada  diri siswa  akan  merupakan  satu  kesatuan  yang  utuh  dan  bulat.  Dengan
demikian dalam sebuah rencana pembelajaran, dengan tujuan,  yakni  yang dapat  membantu  pencapaian  hal  ihwal  berkenaan  ranah  kognitif,  afektif,
atau psikomotorik.
6
d. Pengertian Hasil Belajar
Hasil  belajar  merupakan  perubahan  yang  terjadi  dalam  diri  seseorang akibat  dari  proses  belajar  yang  dilakukannya  berupa  tercapainya  tujuan-
tujuan  belajar  yang  diinginkan.  Belajar  merupakan  proses  internal  yang kompleks,  yang  terlibat  dalam  proses  internal  tersebut  adalah  seluruh
mental  yang  meliputi  tiga  ranah,  yakni  ranah  kognitif,  afektif  dan psikomotorik.
7
Menurut  Ahmad  Susanto  secara  sederhana,  yang  dimaksud  hasil belajar siswa adalah kemampuan  yang diperoleh anak setelah melalui
kegiatan  belajar.  Karena  belajar  itu  sendiri  merupakan  suatu  proses dari  seseorang  yang  berusaha  untuk  memperoleh  suatu  bentuk
perubahan
perilaku yang
relatif menetap.
Dalam kegiatan
pembelajaran  atau  kegiatan  interaksional,  biasanya  guru  menetapkan tujuan belajar. Anak yang berhasil dalam belajar adalah yang mencapai
tujuan-tujuan pembelajaran atau tujuan interaksional.
8
6
Yudhi Munadi, Media Pembelajaran,  Jakarta : Gaung Persada Press, 2010, cet. Ke-3., h. 188-189
7
Dimyati dan Mudjiono. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta, 2006 h. 18
8
Ahmad Susanto, Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar, Jakarta : Kencana, 2013, Cet. ke-1, h. 5
12
e. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
1. Faktor Internal
Faktor  internal  merupakan  merupakan  faktor  yang  bersumber  dari dalam  diri  peserta  didik,    yang  memengaruhi  kemampuan  belajarnya.
Faktor  internal  ini  meliputi  meliputi:  kecerdasan,  minat,  dan  perhatian, motivasi  belajar,  ketekunan,  sikap,  kebiasaan  belajar,  serta  kondisi  fisik
dan perhatian.
9
Faktor internal meliputi: a
Faktor Fisiologis Secara  umum  kondisi  fisiologis,  seperti  kesehatan  yang  prima,
tidak  dalam  keadaan  lelah  dan  capek,  tidak  dalam  keadaan  cacat jasmani, dan sebagainya, semuanya akan membantu dalam proses dan
hasil  belajar.  Siswa  yang  kekurangan  gizi  musalnya,  ternyata kemampuan  belajaranya  berada  dibawah  siswa-siswa  yang  tidak
kekurangan  gizi,  sebab mereka  yang kekurangan gizi  pada umumnya cenderung cepat lelah dan capek, cepat mengantuk dan akhirnya tidak
mudah dalam menerima pelajaran. Demikian  juga  kondisi  saraf  mengontrol  kesadaran  dapat
berpengaruh pada proses dan hasil belajar.  Misalnya, seseorang  yang minum  minuman  keras  akan  kesulitan  untuk  melakukan  proses
belajar,  karena  saraf  pengontrol  kesadarannya  terganggu.  Bahkan, perubahan  tingkah  laku  akibat  pengaruh  minuman  keras  tersebut,
tidak bisa dikatakan perubahan tingkah laku hasil belajar.
10
b Faktor Psikologis
Faktor  kedua  darifaktor  internal  adalah  faktor  psikologis.  Setiap manusia  atau  anak  didik  pada  dasarnya  memiliki  kondisi  psikologis
yang  berbeda-beda,  terutama  dalam  hal  kadar  bukan  dalam  hal  jenis, tentunya  perbedaan-perbedaan  ini  akan  berpengaruh  pada  proses  dan
hasil  belajarnya  masing-masing.  Beberapa  faktor  psikologis  yang
9
Ibid., h. 12
10
Munadi, op. cit., h. 24-26
13
dapat  diuraikan  diantaranya  meliputi  intelegensi,  perhatian,  minat, bakat, motif, motivasi, kognitif, dan daya nalar.
11
Pertama, intelegensi. CP Chaplin yang di kuti oleh Yudhi Munandi mengartikan  intelegensia  sebagai  1  kemampuan  menghadapi  dan
menyesuaikan  diri  terhadap  situasi  baru  secara  cepat  dan  efektif,  2 kemampuan  menggunakan  konsep  abstrak  secara  efektif,  3
kemampuan  memahami  pertalian-pertalian  dan  belajar  dengan  cepat sekali. Ketiga hal tersebut merupakan satu kesatuan, tidak terpisahkan
satu  dengan  yang  lainnya.  Pemisahan  tersebut  hanya  menekankan aspek-aspek  yang  berbeda  dari  sisi  prosesnya.  Proses  bellajar
merupakan  proses  yang  kompleks,  maka  aspek  intelegensi  hanya sebuah  potensi,  artinya  seseorang  yang  memiliki  intelegensi  tinggi
mempunyai  peluang  besar  untuk  memperoleh  hasil  belajar  yang  ang lebih baik.
Kedua,  perhatian.  Menurut  Slamet  yang  dikutip  oleh  Yudhi Munandi bahwa perhatian adalah keaktifn jiwa yang dipertinggi, jiwa
semata-mata  tertuju  kepada  suatu  objek  ataupun  sekumpulan  objek. Untuk  dapat  menjamin  hasil  belajar  yang  baik,  maka  siswa  harus
dihadapkan  pada  obyek-obyek  yang  dapat  menarik  perhatian  siswa, bila  tidak,  maka  perhatian  siswa  tidak  akan  terarah  atau  focus  pada
obyek yang sedang dipelajarinya. Ketiga,  minat  dan  bakat.  Minat  diartikan  oleh  Hilgard  sebagai
kecenderungan  yang  tetap  untuk  memperhatikan  dan  mengenang beberapa  kegiatan.  Bakat  adalah  kemampuan  untuk  belajar.
Kemampuan  ini  baru  akan  terealisasi  menjadi  kecakapan  yang  nyata setelah melalui belajar dan berlatih.
Seseorang  biasanya  memiliki  kecenderungan  yang  tetap  untuk memperhatikan  bakatnya.  Oleh  karena  itu,  beruntung  sekali  bagi
seseorang  yang menyadari bahwa dirinya mempunyai bakat dibidang tertentu, karena ia akan terus mengembangkannya melalui latihan dan
11
Ibid., h. 26-27
14
belajar. Para guru hendaknya berusaha untuk dapat mengetahui minat dan  bakat  para  siswanya  yang  kemudian  mampu  juga  untuk
menumbuhkembangkannya. Keempat, motif dan motivasi. Kita sering menggunakan kata motif
untuk  menunjukkan  kata  motif  untuk  menunjukkan  tindakan  atau aktivitas  seseorang.  Menurut  Aminuddin  Rasyad  yang  dikutif  oleh
Yudhi  Munandi  bahwa  dalam  setiap  diri  manusia  pada  umumnya mempunyai dua macam  motif atau dorongan,  yaitu motif yang sudah
ada  di  dalam  diri  yang  sewaktu-waktu  akan  muncul  tanpa  ada pengaruh dari luar, disebut instrinsic motive. Bila motif dalam diri ini
baik dan berfungsi pada setiap diri dalam bentuk aktif dan kreatif. Bila motif  intrinsiknya  kurang  berfungsi  maka  tingkah  laku  belajarnya
tidak menampakkan keaktifan dan kreatif  yang berarti. Motif lainnya adalah  motif  yang  dating  dari  luar  diri,  yakni  karena  ada  pengaruh
situasi lingkungannya, motif ini disebut extrinsic motive. Kelima,  kognitif  dan  daya  nalar.  pembahasan  mengenai  hal  ini
meliputi  tiga  hal,  yakni  persepsi,  mengingat  dan  berpikir.  Persepsi adalah  penginderaan  terhadap  suatu  kesan  yang  timbul  dalam
lingkungannya.  Penginderaan  itu  dipengaruhi  oleh  pengalaman, kebiasaan,  dan  kebutuhan.  Kemampuan  mempersepsi  antara  siswa
yang satu dengan siswa yang lain tidak sama meskipun mereka sama- sama dari sekolah yang sama, bahkan kelas yang sama. Ini ditentukan
oleh  pengetahuan  dan  pengalaman  pelajar  itu  sendiri.  Karena pengetahuan  dan  pengalaman  akan  memperkaya  benaknya  dengan
pembendaharaan  untuk  memperkuat  daya  persepsisnya.  Semakin sering ia melibatkan diri dalam berbagai aktivitas, akan semakin kuat
daya persepsinya.
12
Mengingat adalah suatu aktivitas kognitif, dimana orang menyadari bahwa  pengetahuannya  berasal  dari  masa  yang  lampau  atau
berdasarkan  kesan-kesan  yang  diperoleh  melalui  pengalamnnya  di
12
Ibid. h. 27-30
15
masa  lampau.  Menurut  Jalaludin  Rakhmat  yang  dikutip  oleh  Yudhi Munandi    berpikir  dibagi  dua  macam,  yakni  berpikir  autistic  dan
berpikir realistic. Yang pertama mungkin lebih tepat disebut melalun; fantasi,  menghayal,  wishful  thinking,  adalah  contoh-contohnya.
Berpikir realistic, disebut juga nalar reasoning, ialah berpikir dalam rangka  menyesuaikan  diri  dengan  dunia  nyata.  Dalam  kebanyakan
usaha  pemanfaatan  media  pembelajaran  yang  dilakukan  guru  adalah berusaha  untuk  membawa  para  siswanya  kepada  pemahaman  yang
realistis.  Dengan  demikian,  pemanfaatan  media  dalam  proses pembelajaran  dapat  merangsang  dan  mengembangkan  daya  nalar
siswa.
13
2. Faktor Eksternal
a Faktor Lingkungan
Kondisi  lingkungan  juga  mempengaruhi  proses  dan  hasil  belajar. Lingkungan  ini  dapat  berupa  lingkungan  fisik  atau  alam  dan  dapat
pula berupa lingkungan sosial. Lingkungan sosial baik yang berwujud hal-hal  lainnya,  juga  dapat  mempengaruhi  proses  dan  hasil  belajar.
Seringkali  guru  dan  para  siswa  yang  sedang  belajar  di  dalam  kelas merasa terganggu oleh obrolan orang-orang yang berada di luar persis
di depan kelas tersebut, apalagi obrolan itu diiringi dengan gelak tawa yang  keras  dan  teriakan.  Hiruk  pikuk  lingkungan  sosial  seperti  suara
mesin  pabrik,  lalu  lintas,  gemuruhnya  pasar,  dan  lain-lain  juga  akan berpengaruh  terhadap  proses  dan  hasil  belajar.  Karena  itu  sekolah
hendaknya didirikan dalam lingkungan yang kondusif untuk belajar. b
Faktor Instrumental Faktor-faktor  instrumental  adalah  factor  yang  keberadaan  dan
penggunaannya  dirancang  sesuai  dengan  hasil  belajar  yang diharapkan.  Faktor-faktor  ini  diharapkan    dapat  berfungsi  sebagai
13
Ibid., 30-31
16
sarana untuk
tercapainya tujuan-tujuan
belajar yang
telah direncanakan.
Faktor- faktor instrumental ini dapat berupa kurikulum, sarana dan fasilitas,  dan  guru.  Berbicara  kurikulum  berarti  berbicara  mengenai
komponen-komponenya,  yakni  tujuan,  bahan,  atau  program,  proses belajar  mengajar,  dan  evaluasi.  Kiranya  jelas  faktor-faktor  ini  besar
pengaruhnya pada proses dan hasil belajar.
14
B. Pembelajaran Active Learning Metode Card Sort
1. Pengertian Pembelajaran
Istilah pembelajaran merupakan terjemahan dari kata instruction. Menurut  M.  Sobry  Sutikno  bahwa  pembelajaran  adalah  segala  upaya
yang dilakukan oleh pendidik. Secara implisit di dalam pembelajaran, ada  kegiatan  memilih,  menetapkan  dan  mengembangkan  metode  atau
model  untuk  mencapai  hasil  pembelajaran  yang  diinginkan. Pembelajaran lebih menekankan pada cara-cara untuk mencapai tujuan
dan  berkaitan  dengan  bagaimana  cara  mengorganisasikan  isi pembelajaran,  menyampaikan  isi  pembelajaran,  dan  mengelola
pembelajaran
15
. Menurut  Wina  Sanjaya  Pembelajaran  adalah
“suatu  proses  yang dinamis,  berkembang  secara  terus  menerus  sesuai  dengan  pengalaman
siswa.  Semakin  banyak  pengalaman  yang  dilakukan  siswa,  maka  akan semakin kaya, luas dan sempurna pengetahuan mereka
”
16
. Dalam Undang- Undang Sistem Pendidikan Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 Bab I
Pasal I menyebutkan bahwa “Pembelajaran adalah proses interaksi peserta
14
Ibid., h. 31-33
15
M. Sobri Sutikno, Metode dan Model-model Pembelajaran : Menjadikan Proses Pembelajaran lebih Variatif, aktif, inovatif, efektif dan menyenangkan, Lombok : Holistica,
2014, h.12
16
Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran : Teori dan Praktik Pengembangan kurikulum  tingkat satuan pendidikan KTSP, Jakarta : Prenada Media Group, 2008, cet. III, h.
363
17
didik  dengan  pendidik  dan  sumber  belajar  pada  suatu  lingkungan belajar”
17
2. Prinsip-Prinsip Pembelajaran
Prinsip  dikatakan  juga  landasan.  Untuk  mewujudkan  proses pembelajaran  yang  efektif,  maka  pelaksanaan  proses  pembelajaran  harus
memenuhi prinsip-prinsip, berikut : a.
Pembelajaran  berfokus  pada  peserta  didik,  artinya  orientasi pembelajaran  terfokus  kepada  peserta  didik.  Peserta  didik  menjadi
subyek  pembelajaran,  dan  kecepatan  belajar  peserta  didik  yang  sama perlu diperhatikan.
b. Menyenangkan. Peserta didik merasa aman, nyaman, betah, dan asyik
mengikuti pembelajaran. c.
Interaktif. Adanya hubungan timbale balik antara guru dengan peserta didik dan antar peserta didik.
d. Prinsip  motivasi,  yaitu  dalam  belajar  diperlukan  motivasi-motivasi
yang dapat mendorong peserta didik untuk belajar. e.
Mengembangkan  kreativitas  dan  kemandirian  peserta  didik.  Proses pembelajaran  harus  dapat  memberikan  ruang  yang  cukup  bagi
perkembangan  kreativitas  dan  kemandirian  sesuai  bakat,  minat,  dan perkembangan fisik dan psikologis peserta didik
f. Pembelajaran  terpadu,  maksudnya  pengelolaan  pembelajaran
dilakukan secara secara  integratif. Semua tujuan  pembelajaran berupa kemampuan dasar yang ingin dicapai bermuara pada satu tujuan akhir,
yaitu mencapai kemampuan dasar lulusan. g.
Memberikan penguatan dan umpan balik. Dalam situasi tertentu, guru memberikan pujian atau memperbaiki respon peserta didik.
18
17
Undang-Undang SISDIKNAS UU RI No. 20 Tahun 2003, Jakarta : Sinar Grafika, 2009 Cet, II, h. 5
18
M. Sobri Sutikno, Metode dan Model-model Pembelajaran : Menjadikan Proses Pembelajaran lebih Variatif, aktif, inovatif, efektif dan menyenangkan, Lombok : Holistica,
2014, h.15-16
18
h. Prinsip  perbedaan  individual,  yaitu  setiap  peserta  didik  memiliki
perbedaan-perbedaan  dalam  berbagai  hal,  seperti  watak,  intelegensi, latar belakang keluarga, ekonomi, sosial, dan lain-lain.
i. Prinsip  pemecahan  masalah  yaitu  dalam  belajar  peserta  didik  perlu
dihadapkan  pada  situasi-situasi  bermasalahh  dan  guru  membimbing peserta didik untuk memecahkannya
j. Memanfaatkan  aneka  sumber  belajar,  guru  menggunakan  berbagai
sumber  belajar  yang  meliputi  pesan,  orang,  bahan,  alat,  teknik,  dan lingkungan
k. Memberi keteladanan. Guru memberikan keteladanan dalam bersikap,
bertindak, dan bertuturkata baik di dalam maupun di luar kelas. l.
Mmengembangkan kecakapan hidup m.
Prinsip  belajar  sambil  mengalami,  yaitu  dalam  mempelajari  sesuatu, apalagi  yang  berhubungan  dengan  keterampilan  haruslah  melalui
pengalaman langsung. n.
Menumbuhkan budaya akademis, nilai-nilai kehidupan, dan pluralism. o.
Mengembangkan kerjasama dan kompetisi untuk mencapai prestasi p.
Belajar tuntas  mastery learning, maksudnya pembelajaran mengacu pada  ketuntasan  belajar  kemampuan  dasar  melalui  pemecahan
masalah.  Setiap  individu  dan  kelompok  harus  menuntaskan  satu kemampuan dasar, baru belajar kemampuan dasar berikutnya.
19
3. Pembelajaran Active Learning
Pembelajaran aktif
active learning
dimaksudkan untuk
mengoptimalkan  penggunaan  semua  potensi  yang  dimiliki  oleh  peserta didik,  sehingga  semua  peserta  didik  dapat  mencapai  hasil  belajar  yang
memuaskan  sesuai  dengan  karakteristik  pribadi  yang  mereka  miliki.  Di samping itu, pembelajaran aktif active learning juga dimaksudkan untuk
menjaga perhatian siswa atau peserta didik agar tetap tertuju pada proses
19
Sutikno, Ibid. 16-18
19
pembelajaran.
20
Pembelajaran  aktif  active  learning  dimaksudkan  untuk mengoptimalkan  penggunaan  semua  potensi  yang  dimiliki  oleh  anak
didik,  sehingga  semua  anak  didik  dapat  mencapai  hasil  belajar  yang memuaskan sesuai dengan karakteristik pribadi yang mereka miliki.
21
Lukmanul  Hakim  dalam  bukunya  perencanaan  pembelajaran imendefinisikan  pembelajaran  aktif  yaitu  kegiatan  mengajar  yang
memberikan  kesempatan  kepada  siswa  untuk  berinteraksi  dengan mata  pelajaran  yang  dipelajarinya.  Siswa  lebih  aktif  mempelajari
materi  pembelajaran  yang  menyiapkan  siswa  untuk  hidup, informasi yang diterima lebih lama diingat dan disimpan, dan lebih
menikmati  suasana  kelas  yang  nyaman.  Siswa  mengemukakan pendapat,  Tanya  jawab,  mengembangkan  pengetahuannya,
memecahkan  masalah,  diskusi,  dan  menarik  kesimpulan.  Peran guru  tidak  dominan  menguasai  proses  pembelajaran  melainkan
memberikan kemudahan fasilitator.
22
Jadi pembelajaran aktif itu dirancang agar siswa aktif dalam proses belajar mengajar dan dengan pembelajaran aktif active learning ini siswa
bisa menggunakan semua potensi yang dimilikinya sehingga mereka dapat mencapai hasil belajar yang diinginkan.
Silberman  dalam  bukunya  yang  berjudul  Active  Learning  yang dikutip oleh Rusman mengemukakan  bahwa banyak cara yang bisa
membuat  siswa  belajar  secara  aktif  yang  disebutnya  dengan perlengkapan  belajar  aktif.  Perlengkapan  belajar  aktif  yang
dimaksud  yaitu  :  tata  letak  ruangan  kelas,  metode  mengaktifkan siswa,  kemitraan  belajar,  melakukan  analisis  terhadap  kebutuhan
siswa,  membangkitkan  minat  siswa,  pemahaman  dan  melibatkan siswa  dalam  kegiatan  pembelajaran,  membentuk  kelompok  belajar,
pemilihan tugas dan strategi yang tepat, memfasilitasi dalam diskusi, kegiatan  eksperimen,  bermain  peran,  penghematan  waktu,  dan
pengendalian aktivitas siswayang berlebihan.
23
20
Eveline Siregar dan Hartini Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran, Bogor :Ghalia Indonesia, 2014, h. 106
21
Umi Mahmudah Dan Abdul Wahab Rosyidi, Active Learning Dalam Pembelajaran Bahasa Arab, Malang: UIN-Malang Press, Cet. I, h. 63
22
Lukamanul Hakim, Perencanaan Pembelajaran, Bandung : CV Wacana Prima, 2009, h. 54
23
Rusman, Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru,Jakarta : PT Raja Grafindo, 2013, h. 399
20
4. Pengertian Metode Card Sort
Metode  secara  harfiah  berarti  cara.  Dalam  pemakaian  yang  umum, metode  diartikan  sebagai  suatu  cara  atau  prosedur  yang  dipakai  untuk
mencapai  tujuan  tertentu.
24
Metode  atau  cara  merupakan  sayarat  untuk efesiensinya  usaha  atau  pekerjaan  demi  tercapainaya  tujuan.
25
Metode adalah cara yang dapat digunakan untuk melaksanakan strategi
26
Metode  pembelajaran  adalah  cara-cara  menyajikan  materi pelajaran yang dilakukan oleh peserta pendidik agar terjadi proses belajar
pada diri peserta didik dalam upaya untuk mencapai tujuan.
27
Metodologi mengajar adalah suatu teknik penyampaian bahan pelajaran kepada murid.
Ia  dimaksudkan  agar  murid  dapat  menangkap  pelajaran  dengan  mudah, efektif dan dapat dicerna oleh anak dengan baik.
28
Metode mengajar dapat diartikan sebagai cara yang dipergunakan oleh guru dalam membelajarkan
peserta didik saat berlangsungnya proses pembelajaran. Dalam melakukan suatu kegiatan atau melakukan pekerjaan dengan menggunakan fakta dan
konsep-konsep  sistematis.  Dalam  dunia  psikologi,  metode  berarti prosedur sistematis tata cara yang berurutan yang biasa digunakan untuk
menyelediki  fenomena  kejiwaan  seperti  metode  klinik,  metode eksperimen dan sebagainya
Mensortir  kartu  Card  Sort  ini  digunakan  oleh  pendidik  dengan maksud  mengajak  peserta  didik  untuk  menemukan  konsep  atau  fakta
melalui klasifikasi materi  yang dibahas dalam pembelajaran.  Tujuan dari model mensortir kartu Card Sort ini adalah untuk mengungkapkan daya
ingat terhadap materi pelajaran yang telah dipelajari siswa.
29
24
M. Sobri Sutikno, Metode dan Model-model Pembelajaran : Menjadikan Proses Pembelajaran lebih Variatif, aktif, inovatif, efektif dan menyenangkan, Lombok : Holistica,
2014, h. 33
25
Mohammad  Noor Syam, filsafat kependidikan dan dasar filsafat kependidikan pancasila, Jakarta : PT Usaha Nasional, h. 24
26
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran : Berorientasi Standar dan Proses Pendidikan, Jakarta :Kencana, 2008, cet. V, h.127
27
Sutikno, op. cit., h. 34
28
Zakiah Darajat, dkk. Metodologi pengajaran Agama Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1996, h. 61
29
Sutikno, op, cit., h. 130
21
5. Langkah-Langkah Penggunaan Metode Card Sort
a. Beri  tiap  siswa  kartu  indeks  yang  berisi  informasi  atau  contoh  yang
cocok dengan satu atau beberapa kategori b.
Perintahkan  siswa  untuk  berkeliling  ruangan  dan  mencari  siswa  lain yang
kartunya cocok
dengan kategori
yang sama,
dapat mengumumkan
kategorinya sebelumnya
atau biarkan
siswa menemukan sendiri.
c. Perintahkan  para  siswa  yang  kartunya  memiliki  kategori  sama  untuk
menawarkan diri kepada siswa lain. d.
Ketika tiap kategori ditawarkan, kemukakan poin-poin pengajaran yang menurut anda penting.
30
Menurut Umi Mahmudah dan Abdul Wahab Rosyidi prosedur metode car sort ialah:
a. Masing-masing siswa diberikan kartu indeks yang berisi materi pelajaran
b. Guru menunjuk salah satu siswa yang memegang kartu, siswa yang lain
diminta  berpasangan  dengan  siswa  tersebut  bila  merasa  kartu  yang dipegangnnya memiliki kesamaan defisi atau kategori.
c. Agar situasinya tambah seru dapat diberikan hukuman bagi siswa  yang
melakukan kesalahan. Jenis hukuman dibuat atas kesepakatan bersama d.
Guru  dapat  membuat  catatan  penting  di  papan  tulis  pada  saat  prosesi terjadi.
31
30
Melvin L. Silberman, Active Learning 101 Cara Belajar Siswa Aktif, Bandung : Nuansa, 2012, h. 169-170
31
Umi Mahmudah Dan Abdul Wahab Rosyidi, Active Learning Dalam Pembelajaran Bahasa Arab, Malang: UIN-Malang Press, Cet. I, h. 130-131
22
ii. Hasil Penelitian yang Relevan
Sebagai  bahan  penguat  penelitian  tentang  “Penerapan  Strategi  Active Learning Teknik Card Sort Dalam Meningkatkan Hasil Belajar PAI Siswa”,
penulis mengutip beberapa hasil penelitian yang relevan, diantaranya : 1.
Hasil  penelitian  Abdul  Rahman  dengan  judul  :  upaya  meningkatkan hasil belajar Matematika dengan menggunakan metode active learning
teknik card sort pada siswa kelas  IV MI  AL-Ukhuwwah Slipi  Jakarta Barat.  Jurusan  Pendidikan  Guru  Madrasah  Ibtidaiyah,  fakultas  Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2013. Penelitian  tersebut  menyimpulkan  bahwa  :  1  penggunaan  metode
active  learning  teknik  card  sort  dapat  meningkatkan  hasil  belajar matematika  siswa  kelas  IV  MI  Al-Ukhuwwah  Slipi  Jakarta  Barat.  2
hasil  belajar  matematika  kelas  IV  MI  Al-  Ukhuwwah  Slipi  Jakarta Barat  setelah  melakukan  pembelajaran  dengan  menggunakan  metode
Active learning teknik card sort dari hasil belajar awal sebesar 45,45 ke sikluus  I sebesar 72,73, terjadi peningkatan sebesar 27,28 dan
dari  siklus  I  sebesar  72,73  ke  siklus  II  sebesar  88,64  terjadi peningkatan  sebesar  15,91  dengan  tingkat  ketuntasan  pencapaian
KKM  pada  siklus  I  mencapai  72,73  32  orang  siswa,  dan  pada siklus II meningkat sebesar 15,91 menjadi 88,64 39orang siswa. 3
penggunaan  metode  active  learning  teknik  card  sort  dalam pembelajaran  matematika  terbukti  dapat  meningkatkan  aktivitas
belajar dan respon positif siswa terhadap pembelajaran matematika. 2.
Hasil  penelitian  Dailimi  dengan  judul  :  Upaya  meningkatkan  hasil belajar  siswa  melalui  strategi  active  learning  pada  materi  pokok
cahaya. Program studi PGMI One Mode System, jurusan kependidikan Islam,  fakultas  ilmu  tarbiyah  dan  keguruan,  UIN  Syarif  Hidatullah
Jakarta,  tahun  2012.  Penelitian  tersebut  menyimpulkan  bahwa  upaya meningkatkan  hasil  belajar  dengan  menggunakan  strategi  active
learning,  pada  konsep  cahaya  di  kelas  V  Madrasah  Ibtidaiyah  MI, didapati  data  bahwa    pada  siklus  II  lebih  tinggi  hasilnya  dengan  rata-
23
rata  mencapai  77,86  dengan  ketuntasan  belajar  85,71.  Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa penerapan strategi active learning ini
dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi cahaya di kelas V MI Darul Muttaqin Pasar Minggu Jakarta Selatan.
3. Hasil  penelitian  Neli  Rakhmawati  dengan  judul  upaya  meningkatkan
hasil  belajar  IPS  siswa  dengan  menggunakan  strategi  pembelajaran aktif  tipe  Everyone  is  a  teacher  here  pada  materi  Interaksi  sebagai
proses  sosial  kelas  VII-4  penelitian  tindakan  kelas  di  MTs  Soebono Mantofani.  Jurusan  Pendidikan  Ilmu  Pengetahuan  Sosial,  Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan  Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2012.  Menyimpulkan  bahwa  hasil  penelitian  yang  dilakukan  di  MTs
Soebono  Mantofani  adalah  hasil  belajar  pada  pelajaran  IPS  dengan menggunakan strategi pembelajaran aktif tipe everyone is teacher here
mengalami  peningkatan.  Hal  ini  dapat  dilihat  dari  nilai  rata-rata  pada siklus  I  dan  siklus  II.  Pada  siklus  I,  nilai  rata-rata  pre-test  41  dengan
ketuntasan  00,00  sedangkan  pada  saat  post-tes  nilai  rata-ratanya meningkat  menjadi  70,84  dengan  ketuntasan  53,34.  Nilai  tertinggi
pada pre-test yaitu 65 dan nilai terendah 25. Sedangkan pada saat post- test mengalami peningkatan dengan nilai tertinggi 85 dan terendah 55.
Sedangkan pada siklus II mengalami peningkatan dibandingkan siklus I.  pada  siklus  II  nilai  rata-rata  pre-test  yaitu  46,34  dengan  ketuntasan
10  sedangkan  pada  saat  post-test  mengalami  peningkatan  yang sangat signifikan  yaitu dengan nilai rata-rata 79,67 dengan ketuntasan
100.  Nilai  tertinggi  pada  pre-test  yaitu  70  dan  nilai  terendah  25. Sedangkan  pada  saat  post-test  mengalami  peningkatan  dengan  nilai
tertinggi yaitu 95 dan nilai terendah 70.
24
C. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan  kajian  teori  yang  telah  diuraikan  di  atas,  maka hipotesis  penelitian  dalam  penelitian  ini  adalah  pembelajaran  active
learning  metode  card  sort  dapat  meningkatkan  hasil  belajar  Pendidikan Agama  Islam  dan  Budi  Pekerti  siswa  kelas  X  Multimedia  1  di  SMK
Paramarta Tangerang Selatan.
25
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Sekolah Menengah Kejuruan SMK Paramarta Tangerang Selatan. Penelitian ini berlangsung bulan Agustus- Oktober 2014.
Penelitian tindakan ini  dilakukan terhadap seluruh siswa kelas X Multimedia 1  SMK  Paramarta  Tangerang  Selatan,  sebanyak  21  siswa  pada  tahun  ajaran
20142015.  Kegiatan  belajar  mengajar  dilakukan  pada  pukul  12:30  sampai
dengan pukul 17:30 WIB.
B. Metode Penelitian dan Rancangan Siklus Penelitian
1. Metode Penelitian
Metode  yang  digunakan  dalam  penelitian  ini  adalah  penelitian  tindakan kelas  Classroom  Action  Research.  Dengan  menggunakan  PTK  diharapkan
dapat  memperbaiki  dan  meningkatkan  profesionalisme  pendidik  dalam menangani  proses  pembelajaran  sehingga  kualitas  proses  pembelajaran
semakin meningkat. Penelitian Tindakan Kelas atau PTK Classroom Action Research  memiliki  peranan  yang  sangat  penting  dan  strategis  untuk
meningkatkan  pembelajaran  apabila  diimplementasikan  dengan  baik  dan benar.
1
Penelitian  ini  diawali  dengan  melakukan  penelitian  pendahuluan    pra penelitian  dan  akan  dilanjutkan  dengan  pelaksanaan  penelitian  dengan
beberapa  siklus.  Dalam  hal  ini    yang  dimaksud  dengan  siklus  adalah  suatu putaran kegiatan beruntun yang kembali ke langkah semula, dimana tiap-tiap
siklus    dalam  penelitian  tindakan  kelas  ada  empat  tahapan  yang  harus
1
Kunandar, Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Pengembangan Profesi Guru, Jakarta:PT Rajawali Pers, 2010, h. 41
26
dilakukan,  yaitu  1  perencanaan,  2  pelaksanaan,  3  pengamatan,  dan  4 refleksi.
2
2. Pengertian Penelitian Tindakan Kelas
Menurut  E  Mulyasa  Penelitian  tindakan  adalah  sebuah  bentuk penelitian  refleksi  diri  yang  melibatkan  diri  yang  melibatkan
sejumlah  partisipasi  guru,  peserta  didik,  kepala  sekolah  dan partisipan  lain  di  dalam  suatu  situasi  sosial  pembelajaran  yang
bertujuan untuk membuktikan kerasionalan dan keadilan terhadap: a  praktik  sosial  dan  pembelajaran  yang  mereka  lakukan;  b
pemahaman  mereka  terhadap  praktek-praktek  pembelajaran;  serta c situasi dan institusi yang terlibat di dalamnya
3
Penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan dari Model Kemmis  dan  Mc  Taggard  yang  terdiri  dari  empat  komponen,  yaitu:
perencanaan,  tindakan,  pengamatan  dan  refleksi.  Model  ini  merupakan pengembangan  dari  konsep  dasar  yang  diperkenalkan  oleh  Kurt  Lewin,
hanya  saja  komponen  acting  tindakan  dan  observing  pengamatan dijadikan  satu  kesatuan  disatukannya  dua  komponen  tersebut  disebabkan
adanya  kenyataan  bahwa  antara  penerapan  acting  dan  observing merupakan  dua  kegiatan  yang  tidak  dapat  dipisahkan.  Maksudnya,  kedua
kegiatan  harus  dilakukan  dalam  satu  kesatuan  waktu,  ketika  tindakan dilaksanakan begitu pula observasi juga harus dilaksanakan.
4
Penelitian  Tindakan  Kelas  PTK  dengan  menggunakan  beberapa siklus,  dimana  dalam  satu  siklus  atau  putaran  kegiatan  terdiri  dari
perencanaan, tindakan, pengamatan, dan observasi. a.
Perencanaan planning Dalam tahap ini peneliti menjelaskan tentang apa, mengapa, kapan,
di mana, oleh siapa, dan bagaimana tindakan tersebut dilakukan. Penelitian tindakan yang ideal sebetulnya dilakukan secara berpasangan antara pihak
2
Suharsimi, dkk. Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta : Bumi Aksara, 2009, cet ke-9., h.16
3
E Mulyasa, Praktik Penelitian Tindakan Kelas, Bandung: Rosda, 2012, Cet.V, h. 5
4
Wijaya Kusumah Dedi Dwitagama, Mengenal Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta: Indeks, 2012,  cet. 5, h. 20
27
yang  melakukan  tindakan  dan  pihak  yang  mengamati  proses  jalannya tindakan.  Istilah  untuk  cara  ini  adalah  penelitian  kolaborasi.  Cara  ini
dikatakan ideal karena adanya upaya untuk mengurangi unsur subjektivitas pengamat  serta  mutu  kecermatan  amatan  yang  dilakukan.  Dengan  mudah
dapat  diterima  bahwa  pengamatan  yang  diarahkan  pada  diri  sendiri biasanya  kurang  teliti  disbanding  dengan  pengamatan  yang  dilakukan
terhadap hal-hal yang berada di luar diri, karena adanya unsur subjektivitas yang  berpengaruh,  yaitu  cenderung  mengunggulkan  dirinya.  Apabila
pengamatan  dilakukan  oleh  orang  lain,  pengamatannya  lebih  cermat  dan hasilnya akan lebih objektif.
b. Pelaksanaan tindakan Acting
Tahap ke-2 dari penelitian tindakan kelas adalah pelaksanaan yang merupakan
implementasi atau
penerapan isi
rancangan, yaitu
menggunakan tindakan kelas. Hal yang perlu diingat adalah bahwa dalam tahap ke-2 ini pelaksana guru harus ingat dan berusaha menaati apa  yang
sudah dirumuskan dalam rancangan, tetapi harus perlu berlaku wajar, tidak dibuat-buat.  Dalam  refleksi,  keterkaitan  antara  pelaksanaan  dengan
perencanaan  perlu  diperhatikan  secara  seksama  agar  sinkron  dengan maksud semula.
5
c. Pengamatan observing
Tahap  ke-3,  yaitu  kegiatan  pengamatan  yang  dilakukan  oleh pengamat. Sebetulnya sedikit kurang tepat kalau pengamatan ini dilakukan
pada waktu tindakan sedang dilakukan. Jadi keadunya berlangsung dalam waktu  yang  sama.  Sebutan  tahap  ke-2  diberikan  untuk  memberikan
peluang  kepada  guru  pelaksana  yang  juga  berstatus  sebagai  pengamat. Ketika guru tersebut sedang melakukan tindakan, karena hatinya menyatu
dengan  kegiatan,  tentu  tidak  sempat  menganalisis  peristiwanya  ketika sedang  terjadi.  Oleh  karena  itu,  kepada  guru  pelaksana  yang  berstatus
sebagai pengamat agar melakukan “pengamatan baik” terhadap apa yang
5
Suharsimi Arikunto dkk, Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta : Bumi Aksara, 2009 Cet. ke-9, h. 17-18
28
terjadi  ketika  tindakan  berlangsung.  Sambil  melakukan  pengamatan  balik ini,  guru  pelaksana  mencatat  sedikit  demi  sedikit  apa  yang  terjadi  agar
memperoleh data yang akurat untuk perbaikan siklus berikutnya. d.
Refleksi Reflecting Tahap ke-4 merupakan kegiatan untuk mengemukakan kembali apa
yang  sudah  dilakukan.  Istilah  refleksi  berasal  dari  bahasa  Inggris reflection,  yang  diterjemahkan  dalam  bahasa  Indonesia  pemantulan.
Kegiatan  refleksi  ini  sangat  tepat  dilakukan  ketika  guru  pelaksana  sudah selesai  melakukan  tindakan,  kemudian  berhadapan  dengan  peneliti  untuk
mendiskusikan implementasi rancangan tindakan.
6
3. Desain Siklus Penelitian
Berdasarkan  penjelasan  tahapan  empat  tindakan  dalam  Penelitian Tindakan Kelas PTK, dimana setiap siklusnya terdiri dari empat tahapan,
biasanya  berlangsung  selama  2  siklus.  Namun  sebelum  tahapan  dalam penelitian ini dilaksanakan, terlebih dahulu diawali oleh suatu tahapan pra
penelitian  yang  meliputi  identifikasi  masalah,  analisis  masalah,  rumusan masalah,  dan  rumusan  hipotesis  tindakan.  Siklus  Penelitian  Tindakan
Kelas  PTK  akan  berhenti  apabila  kriteria  keberhasilan  telah  tercapai. Model Penelitian Tindakan Kelas PTK ini Kemmis dan Mc Taggrat.
6
Ibid.,  18-19
29
Bagan 3.1 Model Penelitian Tindakan Kelas Kemmis dan Mc Taggrat
7
C. Subjek Penelitian
Subjek  atau  pihak  yang  terkait  dalam  penelitian  ini  adalah  siswa SMK Paramarta Jombang kelas X Multimedia 1 yang berjumlah 21 siswa,
dan  guru
Pendidikan  Agama  Islam  dan  Budi  Pekerti
yang  berperan  sebagai kolaborator dan observer.
7
Ibid., h, 16
Perencanaan
Pengamatan
SIKLUS I
Pengamatan Perencanaan
SIKLUS II
Refleksi Refleksi
Pelaksanaan Pelaksanaan
?