Harga Cengkeh di Pasar Domestik Harga Sosial Output atau I nput Tradable

118 KURSR t = nilai tukar riil Rp US u 6 = peubah pengganggu

3. Jumlah Permintaan Cengkeh

Permintaan cengkeh adalah penjumlahan dari permintaan cengkeh domestik, ekspor cengkeh dan stok cengkeh, dan dapat dirumuskan sebagai berikut: DEMC t = DCDOM t + EXPC t + STOC t dimana: DEMC t = permintaan cengkeh ton DCDOM t = konsumsi cengkeh domestik ton EXPC t = ekspor cengkeh ton STOC t = stok cengkeh ton

c. Harga Cengkeh di Pasar Domestik

Secara teoritis, harga cengkeh di pasar domestik, dipengaruhi oleh produksi cengkeh nasional, konsumsi cengkeh PRK, kebijakan di bidang tataniaga, harga riil cengkeh tahun sebelumnya, dan dapat dirumuskan sebagai berikut: RPC t = h + h 1 PRODC t + h 2 DCPRK t + h 3 DKTN1 + h 4 DKTN2 + h 5 RPC t-1 + u 7 Parameter dugaan yang diharapkan: h 1 , h 3 , h 4 0 ; h 2 0 ; 0 h 5 1 dimana: RPC t = harga riil cengkeh di pasar domestik Rp kg PRODC t = produksi cengkeh nasional ton 43 44 119 DCPRK t = konsumsi cengkeh PRK ton DKTN1 = peubah sandi kebijakan tataniaga I ; berdasarkan Keppres RI No.8 Tahun 1980 - tahun 1975-1979 dan tahun 1990-2004 = 0 - tahun 1980-1989 = 1 DKTN2 = peubah sandi kebijakan tataniaga I I ; berdasarkan BPPC - tahun 1975-1989 dan tahun 1999-2004 = 0 - tahun 1990-1998 = 1 RPC t-1 = peubah lag RPC periode t-1 Rp kg u 7 = peubah pengganggu

d. Permintaan, Ekspor dan Harga Rokok Kretek 1. Permintaan Rokok Kretek

Untuk mengetahui perilaku permintaan rokok kretek maka karena ketidaktersediaan data permintaan rokok maka coba didekati dengan konsumsi rokok kretek per kapita. Bahwa permintaan rokok kretek merupakan perkalian antara konsumsi rokok kretek per kapita per tahun dengan populasi penduduk I ndonesia. Secara teoritis, konsumsi rokok kretek dipengaruhi oleh harga riil rokok kretek itu sendiri, harga riil rokok putih, produksi rokok jenis SKT, produksi rokok jenis SKM, pendapatan per kapita riil, dan kebijakan pemerintah di bidang kesehatan, dan dapat dirumuskan sebagai berikut: DEMRK t = i + i 1 RPRK t + i 2 RPRP t + i 3 PRODSKT t + i 4 PRODSKM + i 5 PRODKLB + i 6 I NCPKR + i 7 DHEALTH + u 8 Parameter dugaan yang diharapkan: i 2 , i 3 , i 4 , i 5 ,i 6 0 ; i 1 ,i 7 45 120 dimana: DEMRK t = permintaan rokok kretek juta batang RPRK t = harga riil rokok kretek Rp 10 batang RPRP t = harga riil rokok putih Rp 20 batang PRODSKT t = produksi rokok jenis SKT juta batang PRODSKM t = produksi rokok jenis SKM juta batang I NCPKR t = pendapatan riil per kapita Rp DHEALTH = peubah sandi kebijakan di bidang kesehatan berdasarkan UU No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah lainnya - tahun 1975-1991 = 0 - tahun 1992-2004 = 1 u 8 = peubah pengganggu

2. Ekspor Rokok Kretek

Produksi rokok kretek, bukan hanya dikonsumsi dalam negeri tapi juga diekspor. Secara umum, ekspor rokok kretek dipengaruhi oleh harga riil ekspor rokok kretek, produksi rokok kretek jenis SKM dan SKT karena klobot tidak diekspor, nilai tukar riil rupiah terhadap US dollar, kebijakan tataniaga berdasarkan Keppres RI Nomor 8 Tahun 1980, dan dapat dirumuskan sebagai berikut: EXPRK t = j + j 1 RPXRK t + j 2 PRODSKT t + j 3 PRODSKM t + j 4 KURSR + j 5 DKTN1 + j 6 DKTN2 + u 9 Parameter dugaan yang diharapkan: j 1 , j 2 , j 3 ,j 4 0 ; j 5 ,j 6 dimana: 46 121 EXPRK t = ekspor rokok kretek ton RPXRK t = harga riil ekspor rokok kretek Rp kg PRODSKT t = produksi rokok kretek juta batang PRODSKM t = produksi rokok kretek juta batang KURSR = nilai tukar riil Rp US DKTN1 = peubah sandi kebijakan tataniaga I ; berdasarkan Keppres RI No.8 Tahun 1980 - tahun 1975-1979 dan tahun 1990-2004 = 0 - tahun 1980-1989 = 1 DKTN2 = peubah sandi kebijakan tataniaga I I ; berdasarkan BPPC - tahun 1975-1989 dan tahun 1999-2004 = 0 - tahun 1990-1998 = 1 u 9 = peubah pengganggu

3. Harga Rokok Kretek

Secara umum, harga riil rokok kretek dipengaruhi oleh produksi rokok kretek jenis SKT dan SKM, permintaan rokok kretek, harga riil cengkeh di pasar domestik, nilai riil cukai rokok kretek, kebijakan pemerintah di bidang tataniaga cengkeh dan di bidang kesehatan, serta faktor-faktor lainnya, dan dirumuskan sebagai berikut: RPRK t = l + l 1 PRODSKT + l 2 PRODSKM + l 3 DEMRK + l 4 RPC + l 5 RBEARK t + l 6 DKTN1 + l 7 DKTN2 + l 8 DHEALTH + u 10 Parameter dugaan yang diharapkan: l 3, l 4 , l 5 , l 6 , l 7 ,l 8 0 ; l 1 ,l 2 dimana: RPRK t = harga riil rokok kretek Rp 10 batang 47 122 PRODSKT t = produksi rokok kretek juta batang PRODSKM t = produksi rokok kretek juta batang DEMRK t = permintaan rokok kretek juta batang RPC t = harga riil cengkeh di pasar domestik Rp kg BEARK t = nilai riil cukai rokok kretek ribu Rp tahun DKTN1 = peubah sandi kebijakan tataniaga I ; berdasarkan Keppres RI No.8 Tahun 1980 - tahun 1975-1979 dan tahun 1990-2004 = 0 - tahun 1980-1989 = 1 DKTN2 = peubah sandi kebijakan tataniaga I I ; berdasarkan BPPC - tahun 1975-1989 dan tahun 1999-2004 = 0 - tahun 1990-1998 = 1 DHEALTH = peubah sandi kebijakan di bidang kesehatan - tahun 1975-1991 = 0 - tahun 1992-2002 = 1 u 10 = peubah pengganggu

4.5.2.2. I dentifikasi Model

Sebelum menentukan metode yang dipakai untuk menduga parameter, maka model perlu diidentifikasi terlebih dulu. I dentifikasi model dilakukan dengan menggunakan metode order condition sebagai syarat keharusan dan metode rank condition sebagai syarat kecukupan. Berdasarkan kriteria rank condition, maka suatu persamaan akan teridentifikasi jika dan hanya jika dimungkinkan untuk membentuk paling sedikit satu determinan bukan nol pada order G–1 dari parameter struktural, pada peubah yang tidak termasuk dalam persamaan yang bersangkutan. Sementara 123 itu berdasarkan kriteria order condition, agar setiap persamaan dapat dikatakan teridentifikasi, maka harus dipenuhi persyaratan sebagai berikut: Koutsoyiannis, 1977 K – M G – 1 dimana: K = jumlah total peubah di dalam model, baik peubah endogen maupun predetermined M = jumlah peubah dalam suatu persamaan endogen dan eksogen yang sedang diuji dan diidentifikasi G = jumlah persamaan atau jumlah total peubah endogen Bila sebuah persamaan memperlihatkan kondisi K–M G–1 maka dikatakan tidak teridentifikasi under identified. Sedangkan bila dipenuhi kondisi K–M G–1 maka disebut teridentifikasi berlebih over identified. Diharapkan bahwa hasil identifikasi setiap persamaan struktural berada dalam kondisi exactly identified atau over identified, sehingga persamaan- persamaan yang dimaksud dapat diduga parameternya. Model yang dikembangkan merupakan model persamaan simultan dinamis yang tersusun atas 15 persamaan yang terdiri dari 10 persamaan struktural dan 5 persamaan identitas. I ni berarti model memiliki 15 peubah endogen current endogenous G, dengan variabel predetermined sebanyak 27 peubah yang terdiri dari variabel eksogen dan lag endogenous, dengan demikian total peubah didalam model K adalah sebanyak 42 peubah. Melalui pengujian setiap persamaan, ternyata semua persamaan struktural memenuhi kriteria identifikasi model over identified. 124

4.5.2.3. Pendugaan Model

Ada beberapa alternatif metode pendugaan yang dapat digunakan, dan masing-masing mempunyai kelebihan serta kekurangannya. Dengan mem- pertimbangkan ketersediaan data sampel n= 30 dan kemungkinan adanya respesifikasi model ketika dilakukan analisis struktural, maka dipilih metode 2 SLS two stage least square yang relatif kurang sensitif guna menduga parameter struktural Sinaga, 1989. Berbagai tipe studi Monte Carlo menunjukkan bahwa dari metode-metode yang konsisten dan efisien secara asymptotis, maka metode 2 SLS adalah yang paling robust. Disamping itu, metode ini diterima sebagai pendekatan persamaan tunggal yang paling penting untuk mengestimasi model yang over identified, serta menggambarkan pemakaian yang lebih umum.

4.5.3. Pendekatan

Policy Analysis Matrix Pendekatan matriks analisis kebijakan Policy Analysis Matrix atau PAM yang dikembangkan oleh Eric A. Monke dan Scott R. Pearson, merupakan penyempurnaan dari penerapan analisis kebijakan dengan pendekatan biaya sumberdaya domestik domestic resource cost, DRC Gonarsyah, 1996. Pendekatan PAM digunakan untuk menganalisis efisiensi ekonomi dan besarnya insentif atau intervensi pemerintah serta dampaknya terhadap sistem komoditas cengkeh dimulai dari aktivitas produksi sampai pemasarannya secara keseluruhan dan sistematis Monke dan Pearson, 1995. Selanjutnya, daur hidup tanaman cengkeh dianggap 30 tahun, dengan masa produktif dimulai pada saat 5 tahun Gwyer, 1976; Kemala, 1989, 125 Gonarsyah, 1996, dengan demikian yang cocok untuk digunakan adalah multi- period PAM.

4.5.3.1. Perilaku Produksi Tanaman Cengkeh

Dalam analisis PAM diperlukan informasi mengenai perilaku produksi tanaman cengkeh guna menentukan input-input serta teknologi yang digunakan dalam proses produksinya. Gwyer 1976 mengemukakan bahwa, produksi cengkeh di I ndonesia cenderung berfluktuasi dari tahun ke tahun, mengikuti pola musiman empat tahunan, dimana satu tahun untuk panen raya, dua tahun panen kecil dan satu tahun gagal panen. Tanaman cengkeh mulai berproduksi pada umur 4-7 tahun dan dapat berproduksi hingga berumur lebih dari 30 tahun. Perbedaan hasil antara panen raya dan panen kecil sangat besar, bahkan dapat mencapai hingga 60 persen Dhalimi dan Wahid, 1989. Penyebab utama terjadinya fluktuasi hasil pada tanaman cengkeh adalah: 1. Faktor iklim. Faktor ini cukup menentukan pembungaan tanaman cengkeh. Untuk pembungaan diperlukan periode yang agak kering tanpa hujan sama sekali dan penyinaran matahari yang terik. 2. Faktor genetis. Terdapat tiga faktor genetis tanaman cengkeh yang berhubungan dengan fluktuasi hasil, yaitu sifat berbunga terminal, daya regenerasi yang rendah dan jarak antara waktu panen ke masa pembungaan selanjutnya yang relatif pendek. 3. Faktor fisiologis. Kondisi fisiologis mencakup status senyawa-senyawa yang dapat mempengaruhi terbentuknya bunga. 126 4. Faktor budidaya. Dari aspek ini yang paling berpengaruh adalah penggunaan tanaman yang kurang unggul, pemeliharaan dan cara panen.

4.5.3.2. Asumsi- asumsi dalam

Multi- period PAM Penyusunan multi-period PAM dari usahatani cengkeh di Sulawesi Utara merupakan suatu proses rekonstruksi dari seluruh aspek kegiatan dalam usahatani tersebut berdasarkan umur tanaman cengkeh yakni sejak tahun pertama hingga tahun ketigapuluh, sebagaimana analisis usahatani yang pernah dilakukan oleh Ditjenbun 2000. Asumsi-asumsi yang digunakan dalam analisis multi-period PAM adalah sebagai berikut: 1. Luas areal tanaman cengkeh adalah 1 hektar, dan didalamnya terdapat 180 hingga 200 tanaman. 2. Umur tanaman cengkeh adalah 30 tahun. 3. Harga input berdasarkan data pada waktu penelitian ini dilaksanakan yaitu semester kedua tahun 2005. 4. Harga cengkeh di tingkat petani adalah harga yang berlaku saat penelitian ini dilaksanakan yakni sebesar Rp. 26 000 per kg. 5. Tingkat bunga modal dari private interest rate adalah sebesar 17 persen, berdasarkan tingkat bunga kredit modal kerja yang berlaku di bank komersial. 6. Tingkat bunga modal dari social value of capital adalah sebesar 12 persen, yakni sekitar 70 persen dari tingkat bunga modal dari private interest rate. Diasumsikan tingkat bunga sosial lebih rendah karena tidak terdapat intervensi pemerintah. 127

4.5.3.3. Metode Penentuan Harga Sosial

Penentuan harga sosial adalah kunci kesuksesan analisis PAM karena pendugaan nilai sosial dari suatu faktor produksi hanya dapat diperkirakan.

a. Harga Sosial Output atau I nput Tradable

Pearson, Gotsch and Bahri 2004, mengemukakan bahwa harga sosial untuk output dan input tradable adalah harga dunia yaitu harga impor untuk komoditas impor importable dan harga ekspor untuk komoditas ekspor exportable. Harga dunia merupakan pengukuran terbaik untuk biaya oportunitas sosial dari komoditas yang tradable. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah: 1. Apabila harga dunia untuk output atau input telah diperoleh maka perlu memperhatikan lokasi, waktu dan kualitas bentuk dari komoditas yang bersangkutan. Jadi perbandingan harga domestik dengan harga dunia harus dilakukan pada lokasi yang identik misalnya, dekat dengan pasar, pada saat yang sama misalnya, pada musim panen dan pada kualitas yang sama misalnya, kadar airnya. 2. Apabila akan membandingkan harga domestik dan harga dunia di tingkat petani, maka perlu untuk menghitung harga paritas impor import parity price atau harga paritas ekspor export parity price. Untuk harga paritas impor, biaya penanganan dan transportasi domestik ditambahkan pada harga impor di pelabuhan. Sementara, untuk harga paritas ekspor biaya penanganan dan transportasi domestik dikurangkan pada harga ekspor di pelabuhan. 128 Untuk harga sosial dari cengkeh, digunakan harga impor berdasarkan harga c.i.f Surabaya, dan untuk input tradable yaitu pupuk Urea, SP36 dan KCl, digunakan harga f.o.b berdasarkan pelabuhan asalnya Urea = Black Sea, TSP = US Gulf dan KCl = Vancouver.

b. Harga Sosial I nput Nontradable