Aspek I ndustri Rokok Kretek

64

3.1.4. Aspek I ndustri Rokok Kretek

I ndustri rokok kretek menarik perhatian Bird, dengan melakukan studi pada tahun 1999. Tujuannya penelitiannya adalah untuk menguji hubungan antara struktur pasar, persaingan perusahaan dan intervensi pemerintah dalam sektor manufaktur I ndonesia selama periode 1975 hingga 1995. Terdapat dua metodologi empiris yang digunakan, yaitu: 1 pendekatan Structure-Conduct- Performance S-C-P untuk organisasi industrinya dan 2 studi kasus untuk industri rokok dan industri semen. Temuannya antara lain: 1 pada tahun 1994, industri rokok kretek terkonsentrasi pada empat pabrik rokok besar, yaitu PT Gudang Garam, PT Djarum, PT Sampoerna dan PT Bentoel, dengan rasio konsentrasi empat perusahaan tersebut CR4 ratio pada pasar rokok kretek adalah sebesar 85 persen dari 144 perusahaan rokok kretek. Terbentuknya struktur pasar yang oligopsonistik, disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: mekanisasi produksi dalam skala besar, perubahan dalam kondisi permintaan, dan persaingan yang intensif diantara pabrik-pabrik tersebut dan 2 hasil estimasi pengaruh pengeluaran iklan dari tujuh perusahaan yang memiliki pangsa pasar terbesar berdasarkan data iklan bulanan dan pangsa pasarnya, menunjukkan bahwa persaingan dalam periklanan merealokasikan penjualan diantara perusahaan-perusahaan tersebut. Bahwa meningkatnya iklan dalam persentase yang sama akan mengubah distribusi pangsa pasar masing-masing perusahaan, namun dalam jangka panjang ternyata perusahaan besar akan lebih sukses karena perusahaan besar memiliki keuntungan dari segi image , bila dibandingkan dengan perusahaan kecil. Selanjutnya, Wibowo 2003 menggambarkan potret industri rokok di I ndonesia melalui perkembangan perusahaan, perkembangan produksi rokok, 65 perkembangan tenaga kerja serta produtivitas tenaga kerja. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dan data yang digunakan adalah data deret waktu antara tahun 1981-2002. Beberapa kesimpulan yang dikemukakannya, adalah: 1 produksi industri rokok mengalami masa kejayaan pada tahun 1998, dengan total produksi hampir 270 milyar batang, namun tahun 2002 hanya mencapai 207 milyar batang, atau menurun sebesar 5 persen per tahun, 2 penyerapan tenaga kerja industri rokok selama tahun 1998 hingga 2002, secara keseluruhan masih mengalami pertumbuhan yang signifikan yaitu rata-rata 4 persen per tahun. Dari total tenaga kerja tersebut, industri rokok kretek mendominasi tenaga kerja hingga mencapai 95 persen dari total tenaga kerja dalam keseluruhan industri rokok, 3 peningkatan penyerapan tenaga kerja tidak diikuti dengan peningkatan produksi rokok, dengan demikian produktivitas tenaga kerja mengalami penurunan, dimana pada tahun 1998 produksi mampu mencapai 4 570 batang per orang per hari, namun pada tahun 2002 mengalami penurunan menjadi 3 131 batang per orang per hari, dan 4 produktivitas per perusahaan dalam industri rokok justru lebih tinggi dimasa krisis, dibandingkan dengan masa sebelum krisis. Kemudian, Sumarno dan Koncoro 2002 meneliti tentang struktur, kinerja dan kluster industri rokok kretek I ndonesia, dari tahun 1996 hingga 1999, dengan menggunakan pendekatan Structure-Conduct-Performance SCP serta kluster industri. Berikut ini adalah beberapa temuannya: 1 berdasarkan klasifikasi Bain 1956, industri rokok kretek I ndonesia memiliki struktur oligopoli dengan tingkat konsentrasi yang tinggi, hal ini ditunjukkan oleh nilai konsentrasi rasio CR4 8 industri rokok kretek yang tinggi, 2 krisis ekonomi yang berlangsung pada tahun 1998 tidak lantas membuat struktur industri rokok 66 kretek mengalami perubahan drastis, 3 secara umum, kinerja industri rokok kretek mengalami pertumbuhan walaupun perekonomian I ndonesia mengalami krisis. I ndikasi pertumbuhan kinerja ditunjukkan oleh adanya pertumbuhan sumbangan nilai tambah dan tenaga kerja industri terhadap industri manufaktur I ndonesia, 4 industri rokok memiliki empat daerah utama yang dikategorikan sebagai kluster industri rokok kretek di I ndonesia, yakni Kudus untuk PT Djarum, Kediri untuk PT Gudang Garam, Surabaya untuk PT HM Sampoerna dan Malang untuk PT Bentoel, 5 industri rokok kretek di I ndonesia merupakan pangsa pasar tenaga kerja yang tinggi, terlebih di keempat daerah utama tersebut, dan 6 industri rokok kretek merupakan salah satu tulang punggung industri manufaktur di I ndonesia. Sementara itu, analisis pola konsumsi rokok sigaret kretek mesin SKT, sigaret kretek tangan SKT dan sigaret putih mesin SPM, dilakukan oleh Tjahjaprijadi dan I ndarto 2003. Tujuannya penelitiannya adalah: untuk mengetahui, 1 pengaruh harga rokok dan harga rokok substitusi terhadap konsumsi rokok jenis SKM, SKT dan SPM dan 2 pengaruh pendapatan konsumen rokok terhadap konsumsi rokok jenis SKT, SKM dan SPM. Hasil penelitiannya adalah: 1 konsumsi rokok jenis SKM, SKT dan SPM, mempunyai hubungan yang negatif dengan harganya masing-masing, namun bersifat inelastis. Artinya, harga rokok jenis SKT, SKM dan SPM tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi masing-masing rokok tersebut karena faktor selera lebih dominan daripada faktor harga, 2 pendapatan tidak berpengaruh terhadap konsumsi rokok jenis SKM dan SKT, sedangkan berpengaruh positif pada konsumsi jenis SPM, dan 3 Rokok jenis SKM tidak dapat disubstitusi oleh rokok jenis SKT dan SPM, sedangkan rokok jenis SKT disubstitusi oleh rokok jenis SPM. 67 3.2. Tinjauan Tulisan dan Makalah Tentang Percengkehan Nasional 3.2.1. Aspek Usahatani Cengkeh