128 Sosialisasi kepada guru dan orangtua murid agar senantiasa mengawasi
perilaku siswa, 3 Meningkatkan kualitas guru, 4 Membuat kegiatan belajar mengajar yang menyenangkan.
C. Pembahasan
1. Implementasi Kebijakan Pendidikan Kesehatan Reproduksi
Pendidikan kesehatan reproduksi merupakan salah satu upaya
promotif
dan
preventif
yang dilakukan pemerintah dalam rangka memberikan sosialisasi pengetahuan dan sebagai upaya pencegahan yang ditimbulkan
akibat dari minimnya pengetahuan anak mengenai pendidikan kesehatan reproduksi. Pendidikan dilakukan melalui transfer pengetahuan dan
bimbingan yang dilakukan guru kepada siswa di sekolah baik secara terintegrasi dengan mata pelajaran di sekolah maupun berdiri sendiri.
Pendidikan kesehatan reproduksi adalah hal yang penting untuk diketahui oleh setiap anak agar dapat menjagamerawat kesehatan dan kebersihan
dirinya terutama dalam menjaga organ reproduksi agar dapat berfungsi dengan baik dan terhindar dari penyakit.
Setiap anak yang akan beranjak remaja maupun yang telah remaja berhak mendapatkan pendidikan kesehatan reproduksi, tak terkecuali bagi
anak berkebutuhan khusus. Hal ini sudah jelas dalam aturan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31, Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang
129 Perlindungan Anak, Undang-Undang No. 4 tahun 1997 tentang Penyandang
Cacat. Berdasarkan aturan yang dijelaskan pada undang-undang diatas dapat disimpulkan bahwa setiap orang berhak mendapatkan kesempatan dan
aksesibilitas yang sama dalam memperoleh pelayanan pendidikan yang bermutu, termasuk anak berkebutuhan khusus.
Anak berkebutuhan khusus berbeda dengan anak normal pada umunya, perbedaan tersebut dapat dilihat dari kelaianan atau ketunaan yang
dialami anak meliputi kelainan fisik, emosional, mental, sosial, danatau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Kelainan yang dialami anak
akan berdampak pada kemampuannya dalam melakukan aktifitas dan proses pembelajaran. Anak berkebutuhan khusus akan mengalami masalah yang
berbeda dengan anak normal pada umumnya, sehingga mereka juga membutuhkan pelayanan pendidikan yang khusus atau special juga. Salah satu
permasalahan yang dihadapi ABK adalah bagaimana mereka mengelola dirinya dengan baik termasuk dalam hal menjaga kesehatan reproduksinya.
Pemberian pendidikan kesehatan reproduksi ini berdasarkan pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 tahun 2014 tentang
kesehatan reproduksi. Setiap remaja berhak memperoleh informasi yang lengkap, jelas dan akurat mengenai kesehatan reproduksinya, hal ini dapat
diperoleh melalui pendidikan kesehatan reproduksi. Pendidikan kesehatan reproduksi sebagai salah satu upaya memberikan bimbingan kepada anak
130 berkebutuhan khusus dalam merawat dirinya secara mandiri. Tujuan dari
pendidikan kesehatan reproduksi agar anak mampu memelihara dirinya secara mandiri terutama dalam merawatmenjaga kesehatan dan kebersihan dirinya
termasuk organ-organ reproduksinya agar terhindar dari berbagai penyakit yang berbahaya.
Berdasarkan data yang telah tersaji diatas maka diperlukan adanya analisis untuk menjawab rumusan masalah yang ada, rumusan masalah
tersebut antara lain adalah: implementasi kebijakan pendidikan kesehatan reproduksi pada anak berkebutuhan di sekolah luar biasa kota Yogyakarta,
faktor penghambat dan pendukung implementasi kebijakan pendidikan kesehatan reproduksi, dan strategi yang dilakukan oleh pihak sekolah dalam
menangani hambatan yang ditemui pada implementasi kebijakan pendidikan kesehatan reproduksi. Berdasarkan data yang diperoleh dilapangan, peneliti
mencoba untuk menganalisis hasil penelitian dengan menggunakan teori implementasi kebijakan dari Van Meter dan Van Horn serta pendekatan dalam
implementasi kebijakan
pendidikan Pendekatan
perilaku Behavior
Approach. Mengacu pada hasil lapangan yang ada, pendekatan dalam
implementasi kebijakan pendidikan kesehatan reproduksi menggunakan pendekatan Perilaku
Behavior Approach
dari Solichin. Pendekatan perilaku meletakkan dasar semua orientasi dari kegiatan implementasi kebijakan pada