240 tidak penah memandang negatif terhadap status ibu tiri dan kondisi anak
tunarungu. Sartika juga dapat menyadari keadaannya saat ini dengan apa adanya dan tidak terpaku pada penilaian orang lain. Dampak dari penerimaan
diri pada Sartika adalah Sartika merasa ikhlas dan dapat menikmati hidupnya saat ini tanpa harus terpaku pada statusnya sebagai ibu tiri yang memiliki anak
tunarungu. Sartika menerima dan tidak malu dengan statusnya sebagai ibu tiri yang memiliki anak tunarungu. Ia juga tidak kesulitan untuk berinteraksi
dengan lingkungan sosialnya meskipun dirinya adalah seorang ibu tiri yang memiliki anak tunarungu.
2. Partisipan II NB
NB juga merupakan salah satu wanita yang memiliki status sebagai ibu tiri yang memiliki anak tunarungu. Saat ini, NB telah menjalani perannya sebagai
ibu tiri yang memiliki anak tunarungu selama 6 tahun. Seperti Sartika, NB juga mengalami proses penerimaan diri untuk menerima status dan anak
tirinya yang tunarungu. NB juga membutuhkan waktu dalam menerima dirinya sebagai ibu tiri yang memiliki anak tunarungu. Selain itu, NB juga
pernah terpengaruh dengan penilaian umum masyarakat mengenai karakteristik ibu tiri yang kejam.
Kisah NB dimulai ketika NB memutuskan untuk menikah dengan bang AD, suaminya saat ini. Setelah NB menikah dengan bang AD, NB merasakan
perubahan dalam hidupnya. Selain harus menerima dirinya sebagai ibu tiri dan kondisi anak tirinya yang tunarungu, NB juga dihadapkan dengan perilaku
241 kasar dari anak tirinya, Aurum. Sampai saat ini, NB masih merasa sakit hati
dengan perlakuan anak tirinya yang meludahi NB. Proses penerimaan diri NB menjadi semakin sulit ketika dihadapkan dengan perlakuan dari ibu mertua
dan adik-adik iparnya yang tidak menyetujui pernikahannya ketika usia pernikahannya sudah berjalan 5 tahun. NB merasa bahwa dirinya tidak
mendapatkan dukungan sosial dari ibu mertua dan adik-adik iparnya. Dukungan sosial berperan penting dalam penerimaan diri seseorang, dimana
dengan adanya dukungan sosial dari lingkungan sekitarnya, individu akan merasa yakin dengan ide-ide, perasaan serta harapan-harapan yang dimilikinya
Jersild, 1963. Dukungan sosial ini mengacu pada kenyamanan, perhatian, penghargaan atau bantuan yang diberikan orang lain ataupun kelompok
kepada individu Sarafino, 2011.
a. Persepsi mengenali diri dan sikap terhadap penampilan
Proses penerimaan diri NB dimulai dari aspek penerimaan diri menurut Jersild 1963 yaitu persepsi mengenai diri dan sikap terhadap penampilan
diri. Secara fisik, NB merasa kurang percaya diri dengan keadaan tubuhnya saat ini yang terlihat gemuk. Meskipun NB memiliki tubuh yang gemuk, NB
tetap merasa percaya diri ketika berinteraksi dengan orang lain. NB juga tidak terpaku dengan penilaian orang lain mengenai kondisi badannya yang gemuk.
Saat ini NB sudah merasa bersyukur dengan kondisi berat badannya. NB juga merasa percaya diri dengan kondisi badannya yang saat ini gemuk. NB juga
memiliki persepsi yang positif mengenai penampilan dan keadaan tubuhnya
242 yang gemuk. NB juga menyadari keadaan dan penampilannya dan bagaimana
dirinya terlihat dalam pandangan orang lain.
b. Sikap terhadap kelemahan dan kekuatan diri sendiri dan orang lain
Sebagai ibu tiri, NB juga memiliki kelebihan dan kekurangan dalam menghadapi kondisi keluarga barunya. Adapun kekurangan dirinya ketika
menghadapi keluarganya, yaitu memiliki sifat keras kepala, mudah marah terbawa emosi dan tidak mau mengalah. Meskipun dirinya merasa cepat
marah, NB lebih memilih untuk menahan rasa marah yang mucul pada dirinya tersebut. Ketika anak tirinya melakukan perbuatan yang membuat NB kesal,
NB memilih untuk diam dan tidak memarahi anak tirinya, Aurum. Begitu juga ketika menghadapi perlakuan dari ibu mertua dan adik-adik iparnya, NB lebih
memilih menahan rasa marah daripada meluapkan kemarahan dan kekesalannya.
Sebagai ibu tiri, NB juga memilliki kelebihan rasa sabar pada dirinya. Jika dirinya tidak sabar ketika menjalani peran sebagai ibu tiri, dirinya pasti sudah
berpisah dengan bang AD. NB juga harus bisa bersikap sabar dalam menghadapi kondisi anak tirinya yang tunarungu serta menghadapi perlakuan
ibu mertuanya. Selain memiliki rasa sabar, dirinya juga masih memikirkan keadaan suaminya jika NB harus menyerah dengan kondisi keluarganya saat
ini. Meskipun dirinya mendapat perlakuan kasar dari anak tiri dan ibu mertuanya, NB tetap merasa harus sabar dan berusaha berbuat baik dalam
243 menghadapinya. NB mengaku bahwa statusnya sebagai ibu tiri yang memiliki
anak tunarungu, bukanlah suatu kekurangan pada dirinya. Menanggapi kelebihan dan kekurangannya, NB mengaku bahwa saat ini
dirinya telah mampu menyeimbangkan rasa emosi dengan rasa sabar dalam mengahadapi anak tiri yang tunarungu dan ibu mertuanya. Hal tersebut sejalan
dengan aspek penerimaan diri Jersild 1963 yang mengemukakan mengenai sikap terhadap kelemahan dan kekuatan diri sendiri dan orang lain. Individu
yang memiliki penerimaan diri yang baik, mempunyai pandangan yang positif mengenai kelemahan dan kekuatan yang ada pada dirinya. Menurutnya,
merupakan hal yang sia-sia jika energinya hanya dipakai untuk berusaha menjadi sesuatu yang tidak baik, atau berusaha menyembunyikan kelemahan
dirinya sendiri di depan orang lain. Meskipun NB memilih unuk menyembunyikan rasa marahnya, namun NB melakukan hal tersebut demi
kebaikan dirinya. Ia tidak ingin kemarahan dan kekesalannya akan menambah masalah pada keluarga dan ibu mertuanya.
c. Perasaan inferior sebagai gejala penolakan diri
Sejalan dengan aspek penerimaan diri Jersild 1963 yang ketiga, dinyatakan bahwa individu yang memiliki penerimaan diri yang baik, adalah
individu yang memiliki penilaian yang realistik terhadap keadaan dirinya. Namun, apabila individu memiliki perasaan inferior rendah diri pada dirinya,
maka akan mengganggu penilaian realistik atas dirinya. Pada kasus NB, awalnya ketika menyandang status sebagai ibu tiri Aurum, NB merasa belum
bisa menerimanya. Pada awal pernikahannya, NB merasa malu inferior
244 ketika menyandang status sebagai ibu tiri. Mendengar penilaian masyarakat
mengenai karakteristik umum ibu tiri yang kejam, membuat NB merasa malu ketika berinteraksi dengan tetangga sekitarnya. NB merasa bahwa dirinya
berbeda dengan ibu-ibu di lingkungannya karena statusnya sebagai ibu tiri. Namun akhirnya NB dapat mengatasi perasaan berbeda tersebut, karena
adanya dukungan dari suami dan pemikiran positif yang dimilikinya. Selain itu, ketika NB mulai menyadari posisi dan kondisinya sebagai ibu tiri, NB
perlahan mulai bisa menerimanya. NB mulai bisa menerima statusnya sebagai ibu tiri Aurum, ketika usia pernikahan setengah tahun.
NB juga pernah merasa malu ketika menjadi ibu tiri Aurum yang tunarungu. Munculnya rasa malu tersebut dikarenakan kondisi Aurum yang
tunarungu. NB awalnya juga sempat malu inferior ketika mengajak dan mengenalkan Aurum sebagai anak tirinya. Meskipun NB merasa malu dengan
keadaan Aurum yang tunarungu, tidak membuat NB merasa rendah diri dan tidak berharga dihadapan orang lain. NB tetap bisa mengatasi rasa malunya
tersebut karena tetap berusaha untuk percaya diri ketika berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Saat ini NB sudah merasa percaya diri ketika
berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya.
d. Respon atas penolakan dan kritikan
Jika dirinya mendapatkan kritikan terkait statusnya sebagai ibu tiri, maka NB akan menjadikan kritikan tersebut sebagai masukan bagi dirinya.
Menurutnya apapun kritikan yang diberikan orang lain mengenai statusnya, adalah kritikan yang berdasarkan keadaannya saat ini. Sehingga, NB akan
245 menjadikan kritikan maupun pendapat yang diberikan oleh orang lain sebagai
masukan bagi dirinya. Jika kritikan yang diberikan bersifat positif, maka NB akan menerima kritikan tersebut. Apabila kritikan tersebut bersifat negatif,
maka NB akan berusaha menjelaskannya sehingga dapat bernilai positif. Sampai saat ini, NB mengaku bahwa dirinya belum pernah mendapatkan
penilaian negatif terkait status ibu tiri yang dimilikinya. Menurut Jersild 1963, Individu yang memiliki penerimaan diri tidak
menyukai kritikan, namun demikian individu mempunyai kemampuan untuk menerima kritikan bahkan dapat mengambil hikmah dari kritikan tersebut. Ia
berusaha untuk melakukan koreksi atas dirinya sendiri, dimana hal ini merupakan hal yang penting dalam perkembangannya menjadi seorang
individu dewasa dan dalam mempersiapkan diri untuk menghadapi masa depan. Menurut NB, munculnya kritikan ataupun penilaian dari orang lain
mengenai statusnya sebagai ibu tiri Aurum, bukanlah sebagai penolakan atas dirinya. Justru kritikan dari ibu mertuanyalah yang membuat NB merasa
mendapatkan penolakan atas dirinya. Meskipun ibu mertuanya menuduh dirinya sebagai ibu tiri yang kejam, NB tetap harus berbuat baik dan berusaha
membela dirinya karena tidak melakukan hal tersebut. Menanggapi kritikan dari ibu mertuanya, NB harus tetap merasa sabar dan tenang agar tidak
memperbesar masalah diantara ibu mertuanya.
246
e. Keseimbangan antara “real self” dan “ideal self”
Sebagai wanita normal pada umumnya, NB tidak memiliki keinginan untuk menjadi seorang ibu tiri. Hal ini sesuai dengan penyataan Hurlock
1978, yang mengemukakan bahwa tidak semua individu dapat menerima dirinya, karena setiap orang memiliki real self dan ideal self di dalam dirinya.
Real self adalah sesuatu yang diyakini seseorang sebagai dirinya, sedangkan ideal self adalah harapan seseorang terhadap dirinya. NB pernah merasa
kecewa dengan statusnya tersebut. Selain itu, adanya penilaian negatif yang muncul di masyarakat mengenai status ibu tiri yang kejam, membuat NB tidak
begitu merasa bangga menjadi ibu tiri. Menurutnya status sebagai ibu tiri di masyarakat memang ada, namun kekejaman seorang ibu tiri ditentukan oleh
masing-masing karakteristik individulnya. NB mengaku, bahwa dirinya membutuhkan waktu setengah tahun untuk dapat menerima statusnya sebagai
ibu tiri. Agar individu dapat menyesuaikan ideal self dan real self-nya, maka
individu harus mempersiapkan atau memiliki harapan-harapan lain yang dapat dicapainya sehingga ia tidak akan kecewa ketika harapan atau real self yang
diinginkannya tidak tercapai Jersild, 1963. Adanya harapan-harapan untuk keluarganya, membuat NB mampu menyeimbangkan keinginan ideal self
dan keadaan dirinya real self dan menghadapi perilaku kasar Aurum dan perlakuan dan ibu mertuanya.
247 Usia NB yang saat ini 36 tahun, membuatnya sadar bahwa dirinya tidak
bisa lagi untuk melahirkan seorang anak. NB sudah merasa ikhlas menerima dan menjalani peran nya sebagai ibu tiri yang memiliki anak tunarungu real
self. Meskipun saat ini NB telah mampu untuk menyeimbangkan keinginan ideal self dan keadaan dirinya real self, sampai saat ini NB masih merasa
sulit untuk bisa menerima Aurum sebagai anaknya sendiri. Hal tersebut dikarenakan perilaku kasar Aurum kepada NB, rasa sakit hati NB kepada
Aurum dan perlakuan ibu mertuanya yang tidak memberikan dukungan kepada NB sebagai menantu dan ibu tiri dari cucunya.
f. Memiliki penerimaan diri dan penerimaan orang lain
Seorang individu yang menyayangi dirinya, maka akan lebih memungkinkan baginya untuk menyayangi orang lain. Apabila seorang
individu tidak menyukai dirinya, maka akan lebih memungkinkan bagi dirinya untuk tidak menyukai orang lain Jersild, 1963. Pada kasus NB, NB sudah
bisa menerima dan menyayangi dirinya dengan apa adanya dan memiliki persepsi positif dengan keadaan dirinya. NB mengaku bahwa sulitnya ia
menerima Aurum bukan dikarenakan kondisi Aurum yang tunarungu. Namun, satu hal yang membuat NB sulit menerima kehadiran Aurum sebagai anaknya
sendiri, karena NB merasa sakit hati atas perilaku kasar Aurum yang meludahi NB. Meskipun dirinya telah merawat dan mengasuh Aurum seperti anaknya
sendiri, tetapi dirinya masih merasa sulit untuk menerima Aurum sebagai anaknya sendiri. Terlebih dengan penolakan dari ibu mertuanya, membuat NB
248 merasa sulit untuk menerima Aurum menjadi anaknya sendiri. Diakui NB, jika
ibu mertuanya memperlakukannya dengan baik, maka NB akan berusha menerima cucunya seperti anaknya sendiri meskipun Aurum mengalami
tunarungu. Mengingat sulitnya NB menerima Aurum menjadi anaknya, tidak
membuat NB merasa malu ketika melibatkan Aurum dalam kegiatannya. Terkadang NB juga mengajak Aurum untuk ikut dengannya ketika ada acara
dari lingkungan maupun kelurahan. NB terlihat percaya diri ketika mengajak Aurum menghadiri kegiatan di lingkungan maupun kegiatan di kelurahan.
Statusnya sebagai ibu tiri yang memiliki anak tunarungu, bukanlah hambatan untuk bersosialisasi dengan lingkungannya. Terlebih NB adalah seorang ibu
kepala lingkungan di tempat tinggalnya.
g. Menerima diri, menuruti kehendak, dan menonjolkan diri
Jersild 1963 mengemukakan bahwa individu yang telah memiliki penerimaan diri, akan melakukan keinginannya tanpa harus merasa rendah diri
dengan lingkungan sekitarnya. Semakin individu menerima dirinya dan diterima orang lain, maka individu akan semakin mampu untuk terlihat
percaya diri dalam interaksi sosialnya dengan orang lain. Pada kasus NB, semenjak menjadi ibu tiri yang memiliki anak tunarungu, NB merasa ikhlas
dalam menjalani kehidupannya dengan peran dan statusnya tersebut. Selain itu, status NB sebagai ibu kepala lingkungan, menuntutnya untuk bisa
bergabung dengan warga di lingkungannya. Dengan status yang dimilikinya,
249 NB tidak merasa malu ketika berkumpul dengan warga di lingkungannya. NB
mengaku tetap merasa percaya diri ketika berinteraksi maupun berkumpul dengan tetangga dan warga di lingkungannya.
Sehubungan dengan tugasnya sebagai ibu kepala lingkungan, NB terlihat aktif dan menonjolkan dirinya ketika mengikuti kegiatan di lingkungan
keseharian maupun lingkungan kelurahan. NB juga akan menuruti kehendaknya seperti menghabiskan waktunya diluar rumah ketika mengalami
tekanan pada dirinya. NB juga tidak akan menghiraukan pandangan orang lain mengenai statusnya sebagai ibu tiri yang memiliki anak tunarungu.
Selama 6 tahun terakhir, NB sudah merasa mampu untuk menerima statusnya sebagai ibu tiri yang memiliki anak tunarungu. Meskipun NB tidak
ingin menerima Aurum seperti anaknya sendiri, tetapi kenyataannya keadaan NB saat ini adalah ibu tiri Aurum. Oleh karena itu, menyadari keadaannya
tersebut NB tetap merasa memiliki tanggung jawab untuk merawat dan mengasuh Aurum dalam kesehariannya. Hal tersebut yang membuat NB
perlahan NB mulai mudah dan menyadari pemikiran realistik hal itu dan sudah merasa ikhlas dalam menjalani hidupnya. Mudahnya NB menerima
keadaannya sebagai ibu tiri, dikarenakan ia memiliki pandangan positif terhadap statusnya. Bagaimanapun ke depannya, NB merasa ia akan tetap
menjadi ibu tiri selama ia masih menjadi istri dari suaminya. Untuk itu, NB harus tetap dapat menikmati berbagai aspek dalam hidupnya tanpa harus
terpaku dengan perilaku kasar Aurum dan penolakan dari ibu mertuanya.
250
h. Menerima diri, spontanitas, menikmati hidup
Ketika NB diminta oleh mertua maupun orang lain untuk melakukan suatu hal yang tidak disukainya, maka NB merasa memiliki hak untuk menolak hal
tersebut. Hal ini sesuai dengan aspek penerimaan diri Jersild 1963 yang kedelapan yang mengemukakan bahwa individu dengan penerimaan diri yang
baik, mempunyai lebih banyak keleluasaan untuk menikmati hal-hal dalam hidupnya. Namun, terkadang ia kurang termotivasi untuk melakukan sesuatu
yang rumit. Individu tersebut tidak hanya leluasa menikmati sesuatu yang dilakukannya, akan tetapi juga leluasa untuk menolak atau menghindari
sesuatu yang tidak ingin dilakukannya.
i. Kejujuran dalam penerimaan diri
Jersild 1963 juga mengemukakan, bahwa dengan penerimaan diri yang baik tidak harus selalu berbudi baik, namun memiliki kejujuran untuk
menerima dirinya sebagai apa dan untuk apa ia nantinya. Begitu juga dengan NB. Agar dirinya merasa tenang dan mudah mengikhlaskan apa yang terjadi
terhadap dirinya dan rumah tangganya, NB memilih untuk menikmati hidupnya tanpa harus memikirkan statusnya maupun penolakan dirinya oleh
ibu mertuanya. Selain itu, NB tetap menikmati hidupnya tanpa harus memikirkan penilaian umum masyarakat mengenai karakteristik ibu tiri yang
kejam. Selama 6 tahun menjalani hidup sebagai ibu tiri yang memiliki anak tunarungu, dirinya sudah dapat menjalani penerimaan diri maupun statusnya
dengan baik dan merasa ikhlas lahir batin meskipun NB belum bisa menerima Aurum sebagai anaknya sampai saat ini.
251
j. Sikap yang baik terhadap penerimaan diri
Sejalan dengan aspek penerimaan diri menurut Jersild 1963, mengenai sikap yang baik terhadap penerimaan diri, NB sampai saat ini juga menyadari
bahwa perbuatannya untuk tidak menerima Aurum sebagai anaknya sendiri adalah perbuatann yang salah. NB juga mengaku bahwa saat ini dirinya tidak
memperdulikan penilaian masyarakat mengenai statusnya sebagai ibu tiri Aurum. Namun, yang menjadi perhatian NB saat ini adalah bagaimana Aurum
dapat merubah perilakunya dan bagaimana ibu mertuanya dapat menerimanya sebagai menantunya. Selain itu, sampai saat ini NB merasa memiliki sikap
yang baik dalam menjalani perannya sebagai ibu tiri. NB juga merasa bahwa dirinya seperti ibu pada umumnya yang menjalani perannya seperti ibu pada
umumnya, yaitu merawat dan mengasuh Aurum dengan baik. Menurutnya, Tuhan sudah memberikan jalan terbaik bagi dirinya untuk menjalani hidup
sebagai ibu tiri yang memiliki anak tunarungu. Oleh karena itu, NB sudah menerima dan mengikhlaskan takdir yang diberikan Tuhan kepadanya.
252
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini akan diuraikan mengenai kesimpulan yang berhubungan dengan jawaban-jawaban dari permasalahan penelitian, serta saran praktis maupun
saran untuk penelitian lanjutan yang berkaitan dengan tema penerimaan diri atau ibu tiri dan anak tunarungu.
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari kedua partisipan, secara umum dapat disimpulkan bahwa :
1. Gambaran penerimaan diri ibu tiri yang memiliki anak tunarungu.
a. Partisipan 1
Partisipan 1 merasa telah mampu untuk menerima dirinya sebagai ibu tiri, serta mampu menyesuaikan dirinya sebagai ibu tiri. Hal ini
berdampak terhadap penerimaan yang baik pula pada berbagai aspek dalam hidupnya seperti, mudah menerima keadaan dan
penampilannya. Ia juga mudah menerima kelebihan dan kekurangan yang ada pada dirinya. Ia juga mampu mengatasi rasa
inferior yang muncul pada dirinya. Partisipan 1 juga memiliki respon yang baik terhadap kritikan maupun penilaian yang muncul
terhadap diri dan statusnya serta mampu menyeimbangkan ideal self dan real self pada dirinya. Partisipan 1 juga telah mampu
menyesuaikan dirinya dalam merawat dan mengasuh anak tirinya
253 yang tunarungu. Partisipan 1 merasa mudah untuk menerima
kehadiran anak tirinya Cindy yang tunarungu karena sudah mengetahui posisinya dari awal ketika berkenalan dengan
suaminya bang AN. Rumah tangga yang dijalani oleh partisipan 1 hanya selama 2 tahun, namun partisipan 1 telah mampu menerima
statusnya sebagai ibu tiri dan menerima kondisi anak tirinya yang tunarungu. Partisipan 1 telah mampu menjalani kesepuluh aspek
penerimaan diri dengan baik tanpa mengalami kesulitan yang berarti, hingga akhirnya ia mampu menerima diri, status ibu tiri,
dan kondisi anak tirinya yang tunarungu dengan sepenuhnya. b.
Partisipan 2 Partisipan 2 juga merasa telah mampu untuk menerima dirinya
terkait posisinya sebagai ibu tiri dan berbagai aspek penerimaan diri dalam hidupnya, seperti, mudah menerima keadaan dan
penampilannya. Ia juga mudah menerima kelebihan dan kekurangan yang ada pada dirinya. Partisipan 2 juga mampu
mengatasi rasa inferior yang muncul pada dirinya terkait statusnya sebagai ibu tiri yang memiliki anak tunarungu. Ia juga memiliki
respon yang baik terhadap kritikan maupun penilaian yang muncul terhadap diri dan statusnya serta mampu menyeimbangkan ideal
self dan real self pada dirinya. Partisipan 2 juga telah mampu menyesuaikan dirinya dalam merawat dan mengasuh anak tirinya
yang tunarungu. Partisipan 2 telah menjalani rumah tangganya
254 selama 6 tahun, namun sampai saat ini partisipan 2 hanya bisa
menerima status dirinya sebagai ibu tiri saja, dan belum bisa menerima anak tirinya Aurum yang tunarungu. Pada dasarnya,
partisipan 2 tidak mempermasalahkan kondisi anak tirinya yang tunarungu, dan tidak terlalu mengalami kesulitan yang berarti
dalam mengasuhnya. Sampai saat ini, partisipan 2 hanya mampu menjalani kesembilan aspek penerimaan diri dan belum bisa
memiliki penerimaan orang lain dengan baik. Hal tersebut ditunjukkan dengan sulitnya partisipan 2 menerima anak tirinya
yang tunarungu. Sulitnya partisipan 2 untuk menerima anak tirinya sebagai anaknya sendiri, dikarenakan perilaku kasar yang
ditunjukkan anak tiri dan perlakuan dari ibu mertuanya. Ibu mertua partisipan 2 turut campur dalam kehidupan rumah tangganya dan
tidak menyetujui pernikahan partisipan 2.
2. Pengaruh pemikiran positif terhadap proses penerimaan diri ibu tiri
yang memiliki anak tunarungu. a.
Partisipan 1 Pemikiran positif dan pemikiran realistik adalah unsur yang
berperan dalam proses penerimaan diri pada partisipan 1. Bagi partisipan 1, hal terpenting saat ini adalah menjalankan perannya
sebagai ibu tiri Cindy yaitu merawat dan mengasuh Cindy layaknya ibu kandung yang mengasuh anak tunarungu seperti
keluarga normal pada umumnya. Selain itu, dikarenakan partisipan
255 1 sudah mendapatkan dukungan dari suami dan orang-orang
terdekatnya, membuatnya mampu menjalani kesulitan dalam mengasuh anak tirinya yang tunarungu. Partisipan 1 juga mampu
menerima dirinya dengan baik dan dapat menikmati hidupnya dengan baik sebagai ibu tiri yang memiliki anak tunarungu.
Partisipan 1 sudah merasa cukup ikhlas dan juga tidak merasa malu dengan statusnya tersebut. Rasa sabar yang dimiliki oleh partisipan
1 juga turut berperan dalam proses penerimaan dirinya. Partisipan 1 menganggap bahwa rasa sabar adalah kunci dalam menjalani
rumah tangga maupun menerima statusnya sebagai ibu tiri yang memiliki anak tunarungu.
b. Partisipan 2
Pada partisipan 2, pemikiran positif dan dukungan sosial sangat berpengaruh terhadap proses penerimaan dirinya. Partisipan 2 telah
mampu menerima statusnya sebagai ibu tiri, namun dirinya merasa belum bisa menerima anak tirinya yang tunarungu sebagai
anaknya. Saat ini yang menjadi perhatian partisipan 2 adalah bagaimana ia mampu merubah perilaku kasar anak tirinya dan
bagaimana agar ibu mertuanya dapat menerimanya sebagai menantunya. Sampai saat ini, partisipan 2 merasa belum
mendapatkan dukungan dari ibu mertuanya mengenai pernikahan dan statusnya. Dukungan sosial yang tidak didapatkannya dari ibu
mertuanya, tidak membuat partisipan 2 berhenti mengasuh dan
256 merawat anak tirinya. Adanya dukungan dari suaminya, membuat
partisipan 2 mampu bertahan dalam menjalani rumah tangganya. Saat ini, partisipan 2 sudah merasa ikhlas lahir batin dalam
menjalani hidupnya dan menghadapi perlakuan dari ibu mertuanya. Rasa sabar yang ada pada partisipan 2 juga turut berperan dalam
proses penerimaan dirinya. Partisipan 2 juga menganggap bahwa rasa sabar adalah kunci dalam menjalani rumah tangga maupun
menerima statusnya sebagai ibu tiri yang memiliki anak tunarungu.
B. SARAN
Berdasarkan hasil dan proses penelitian yang telah dilakukan, peneliti memberikan beberapa saran yang berkaitan dengan penelitian ini. Saran
berikut diharapkan dapat berguna baik secara teoritis maupun praktis.
1. Saran Praktis