142
B. HASIL 1. Analisa Data Partisipan 2
Tabel 4. Gambaran Umum Partisipan 2 Keterangan
Partisipan 2
Nama NB
Jenis Kelamin Perempuan
Usia 32 tahun
Suku Cina
Pendidikan Terakhir Diploma 3
Pekerjaan Ibu rumah tangga Ibu Kepala Lingkungan
Menikah di Usia 26 tahun
2. Data Wawancara Partisipan 2
Tabel 5. Waktu dan Lokasi Wawancara Partisipan 2
No. Partisipan
Waktu Wawancara Lokasi
Wawancara
1. Partisipan 2
Hari Jum’at 13 Juni 2014
Pukul : 14.16-14.52 WIB Rumah Partisipan
2. Partisipan 2
Hari Sabtu 14 Juni 2014 Pukul : 12.16-12.45 WIB
Rumah Partisipan
3. Partisipan 2
Hari Senin 16 Juni 2014 Pukul : 13.41-14.15 WIB
Rumah Partisipan
4. Partisipan 2
Hari Kamis 13 November 2014 Pukul : 11.13-12.12 WIB
Rumah Partisipan
143
a. Partisipan 2
1 Hasil Observasi pada Wawancara I
- Lokasi dan waktu wawancara :
Rumah partisipan pada hari Jum’at 13 Juni 2014, pukul 14.16-14.52 WIB.
NB merupakan seorang wanita dewasa awal yang berkulit putih dan memiliki rambut hitam ikal yang cukup panjang sepinggang. Wanita berdarah
Cina-Aceh ini, memiliki mata yang kecil khas keturunan Tionghoa. NB memiliki bentuk wajah yang bulat dengan bentuk dagu sedikit tajam ke bawah
dan memiliki hidung yang sedikit mancung. NB memiliki tinggi kira-kira160 cm dengan berat badan sekitar 85 kg sehingga bentuk tubuhnya terlihat sedikit
gemuk. Saat membuka pintu masuk, partisipan terlihat mengenakan kaos polos lengan pendek berwarna biru laut dan celana pendek selutut berwarna
coklat dengan rambut ikalnya yang diikat satu kebelakang. NB terlihat tidak mengenakan make-up sama sekali. NB juga terlihat tidak menggunakan
perhiasan, sehingga penampilannya tidak terlihat mencolok saat itu. Penampilan NB yang sederhana dan casual, menunjukkan dengan jelas bahwa
dirinya memiliki perawakan tomboy. Wawancara dilakukan di rumah NB di Kecamatan Tembung, Medan
Tembung. Rumah NB terletak di dalam sebuah gang yang cukup lebar, sehingga kendaraan roda 3 dan roda 4, seperti becak dan mobil dapat masuk
ke dalam gang tersebut. NB saat ini tinggal di rumah yang masih terlihat dalam tahap pembangunan, sehingga beberapa sudut bagian rumah masih
144 terlihat hanya dibalut dengan batu bata dan belum di amplas. NB tinggal
bersebelahan dengan rumah ibunya yang hanya dipisahkan oleh dinding semen. Terdapat teras yang berukuran sekitar 3x5 meter dan masih beralaskan
semen di depan rumah NB. Sebelah sisi kiri pintu masuk, terdapat kursi kayu yang berukuran cukup panjang dengan sebuah meja kayu persegi yang
berukuran lebih kecil dari ukuran kursinya yang terletak persis di depan kursi. Ketika masuk ke dalam rumah NB, terlihat sebuah ruang tamu yang
berukuran 4x7 meter dengan material dinding yang terbuat dari batu bata dan berlantai keramik putih. Terdapat sebuah meja tamu berbentuk bulat yang
berdiameter sekitar 75 cm dengan beberapa surat kabar diatasnya pada sisi kanan ruang tamu. Sudut kanan ruang tamu, terdapat sebuah meja kerja
beserta kursi dengan beberapa alat tulis diatas mejanya. Di dalam ruang tamu yang masih dalam tahap pembangunan tersebut, terlihat ada beberapa susunan
foto NB dan keluarganya berjumlah enam buah yang tersusun rapih di dinding menyerupai anak tangga. Di samping meja kerja, ada sebuah lemari yang
terdiri dari sebuah televisi berukuran 21 inch dan beberapa vas bunga tersusun diatasnya. Wawancara dilakukan di ruang tamu NB.
Saat wawancara, NB duduk di lantai dan menarik sebuah meja bulat ke arah dinding. Posisi duduk NB menyandar ke dinding dengan posisi kaki
disila. Posisi duduk antara NB dan peneliti berjarak sekitar 45 cm dimana peneliti duduk di depan NB. Pada awal wawancara, NB memegang sebuah
botol minuman isotonik sambil bolak-balik memutar-mutar tutup botolnya. Pada saat pertanyaan seputar identitasnya, NB meletakkan botol minuman
145 tersebut dan mulai fokus dalam menjawab pertanyaan yang diajukan. Selama
wawancara, partisipan terlihat sesekali tersenyum dan tertawa ketika berbicara. Selama proses wawancara, NB juga terlihat menggulung-gulung
sobekan surat kabar yang diambilnya dari surat kabar di depannya. Ketika menjawab pertanyaan tentang pekerjaannya, NB terlihat menunduk dan
menjawab pertanyaan tersebut dengan suara yang pelan. NB hanya sesekali menatap peneliti saat berbicara, yang menunjukkan bahwa NB merasa belum
nyaman dengan suasana wawancara. Namun ketika di pertengahan wawancara, NB sempat menjaga kontak mata dengan peneliti sampai ia
selesai menjawab pertanyaan mengenai awal pertemuannya dengan suami. Ketika menjawab pertanyaan mengenai masa pacaran dengan suaminya,
NB terlihat sedikit kesal, dimana hal ini ditunjukkan dengan nafas panjang yang disertai dengan senyum mengernyit pada raut wajah NB. Ketika
menjawab pertanyaan mengenai duda, NB terlihat menggulung-gulung sobekan surat kabar yang ditangannya sambil memandang ke bawah dan
membenarkan posisi duduknya mendekati meja. NB juga mengulang kalimat yang sama ketika menjelaskan mengenai status duda. Ketika NB menjelaskan
tentang kondisi rumah tangganya yang dicampuri oleh mertuanya, NB sempat menitikkan air mata dengan pandangan ke bawah. Meskipun NB sempat
menitikkan air mat, NB tetap melanjutkan pembicaraannya. Proses wawancara sempat terhenti karena ada tamu yang datang mencari
suami NB. Setelah tamu tersebut pulang, NB langsung melanjutkan jawabannya yang sempat terhenti. Proses wawancara sempat terhenti karena
146 NB mulai menangis ketika menceritakan tentang peran mertuanya di dalam
rumah tangganya. Ketika NB hendak melanjutkan ceritanya, tiba-tiba ibu NB datang ke rumahnya dan proses wawancara terhenti.
2 Hasil Observasi pada Wawancara II
- Lokasi dan Waktu Wawancara
Rumah Partisipan hari Sabtu, 14 Juni 2014 pukul 12.16-12.45 WIB Wawancara kedua dilakukan di tempat yang sama, yaitu di rumah NB.
Wawancara berlangsung di dalam ruang tamu NB. Pada saat itu, NB mempersilahkan peneliti untuk duduk dan kemudian tersenyum kepada
peneliti karena keadaan rumahnya yang berantakan dengan beberapa boneka dan mainan yang berserakan di lantai. Setelah membereskan boneka dan
mainan yang dilantai, NB ke dapur dan kembali memasuki ruang tamu dengan membawa dua buah botol minuman isotonik di tangannya. NB
te rlihat mengenakan kaos merah lengan pendek yang bertuliskan “Sehatkan
Dirimu Mulai Sekarang” dengan celana hitam pendek selutut. Saat itu, NB terlihat tidak menggunakan make-up dan perhiasan di tubuhnya. NB sempat
terlihat membenarkan ikatan rambutnya saat wawancara dimulai. Pada saat wawancara, NB dan peneliti duduk di sebuah kursi tamu khas
jepara bercorak batik yang terbuat dari kayu. Kursi tersebut memiliki panjang kira-kira 1,5 meter dan kursi khas jepara tersebut tampak kilat dan
kokoh. Posisi duduk NB menyandar ke kursi dengan posisi serong kekiri dari posisi duduk peneliti. Posisi duduk peneliti dan NB sedikit menghadap satu
147 sama lain yang berjarak hanya sekitar 30 cm. Setelah mempersilahkan
peneliti minum, kemudian NB langsung ingin melakukan wawancara. Di awal wawancara, NB langsung menyambung jawabannya mengenai rumah
tangganya yang dicampuri oleh mertuanya. Wawancara sempat terhenti ketika Aurum anak tiri NB terlihat masuk ke dapur dan mengambil sebuah
sendok dan piring. Kemudian NB sempat mengejarnya, namun Aurum langsung lari keluar rumah. NB akhirnya membiarkan Aurum dan NB
langsung kembali duduk di samping peneliti. NB mengambil posisi duduk yang menyandar ke kursi dan tidak menatap
peneliti ketika menjelaskan tentang ketidaksetujuan mertuanya terhadap dirinya. Sesekali NB menunjukkan rasa geram dengan mertuanya yang
menuduhnya memukul anak tirinya. Hal tersebut ditunjukkan dengan raut wajah NB yang merapatkan giginya sambil menunjuk-nunjuk ke arah pintu
masuk dengan menyebutkan mertuanya. Mata NB terlihat berkaca-kaca ketika membahas tentang pernikahannya yang tidak disetujui oleh
mertuanya. Sesekali NB terlihat menjaga kontak mata dengan peneliti dan kemudian langsung mengalihkan pandangannya ke arah pintu masuk.
Saat membahas tentang anak tirinya, NB terlihat membenarkan posisi duduknya dan kemudian ia meneguk minuman dari botol yang terletak diatas
meja, sambil memutar-mutar tutup botol minuman tersebut. NB terlihat tersenyum ketika menjelaskan tentang anak tirinya yang suka menari-nari
ketika NB memutarkan video lagu anak-anak.
148 3
Hasil Observasi pada Wawancara III -
Lokasi dan Waktu Wawancara Rumah Partisipan pada hari Selasa 16 Juni 2014 pukul13.41-14.15 WIB
Wawancara ketiga dilakukan di tempat yang sama yaitu di rumah NB. Namun pada wawancara kali ini, NB terlihat sedang duduk di depan pintu
rumahnya sambil mengawasi anak tirinya bermain dengan kucing di depan teras. NB kemudian mempersilahkan peneliti untuk masuk dan duduk di
dalam ruang tamu. Namun, karena NB terlihat tidak bergerak dari tempat duduk semula, membuat peneliti mendatangi NB dan langsung duduk tepat
di sebelah kirinya. Kemudian peneliti berkata untuk melaksanakan proses wawancara di depan pintu rumah NB saja, dengan tujuan agar NB tetap
dapat mengawasi anak tirinya yang sedang bermain dengan kucing. Pada saat wawancara, peneliti dan NB duduk di depan pintu masuk. Pintu
masuk tersebut memiliki panjang dan tinggi sekitar 2x3 meter dengan model 2 pintu. Kedua pintu tersebut dibuka oleh NB ketika peneliti duduk
disampingnya. Jarak duduk antara peneliti dan NB kira-kira 50 cm dengan posisi saling berhadapan dan menyandar ke pintu. Posisi kaki NB yaitu
kedua kakinya ditekuk keatas dengan kedua tangan melingkar diatasnya. Saat wawancara ketiga, NB terlihat mengenakan baju kaos berlengan
pendek berwarna merah dengan kombinasi celana pendek hitam selutut. Rambutnya diikat satu kebelakang dan sisanya dibiarkan jatuh kebelakang.
Pada saat proses wawancara, NB terlihat bersemangat dan membuka diri
149 ketika ditanya mengenai asal mula perkenalannya dengan suami. NB juga
terlihat sesekali tertawa ketika menceritakan kenangan masa perkenalan dengan suaminya. NB sempat terlihat menunduk kebawah ketika bercerita
mengenai alasan dirinya berhenti bekerja. NB juga terlihat kesal yang ditunjukkan dengan merapatkan giginya ketika bercerita mengenai anak
tirinya yang selalu mengikuti suaminya. Saat wawancara sedang berlangsung, NB sempat menawarkan peneliti
minum. Namun peneliti menolak tawaran tersebut dan ingin melanjutkan proses wawancara. Selama proses wawancara, NB juga terlihat menepuk-
nepuk dadanya secara perlahan ketika bercerita mengenai keluarga suaminya. Kemudian, NB terlihat kembali tertawa lepas ketika membahas
mengenai penampilan dirinya yang terlihat gemuk. Saat wawancara, adapun beberapa hal yang mengganggu proses
wawancara yaitu suara anak-anak yang berteriak-teriak di depan rumah NB dan suarua kendaraan bermotor yang lalu lalang di depan jalan rumahnya.
Namun, wawancara dapat berjalan dengan lancar sampai selesai. Proses wawancara terhenti ketika suami NB pulang karena ingin makan siang.
4 Hasil Observasi pada Wawancara IV
- Lokasi dan Waktu Wawancara
Rumah partisipan pada hari Kamis, 13 November 2014 pukul 11.13-12.12 WIB
150 Wawancara keempat dilakukan di tempat yang sama seperti wawancara-
wawancara sebelumnya, yaitu di rumah NB. Proses wawancara berlangsung di dalam ruang tamu yang berukuran berukuran 4x7 meter dengan material
dinding yang terbuat dari batu bata dan berlantai keramik putih. Peneliti dan partisipan duduk di atas selembar tikar dengan corak hijau dan biru. Seperti
wawancara sebelumnya, sebelum wawancara dimulai partisipan menarik sebuah meja bulat kearah dinding. Sebelum wawancara dimulai, NB bercerita
mengenai keadaan suaminya yang sempat masuk rumah sakit beberapa minggu terakhir karena penyakit jantung ringan yang dialaminya. Ketika
bercerita mengenai keadaan suaminya, NB sempat menitikkan air matanya kemudian NB mengusap air matanya dengan lengan bajunya sebelah kanan.
Peneliti kemudian menanyakan kepada NB apakah dirinya ingin melanjutkan wawancara atau tidak. Menyadari kehadiran peneliti, kemudian NB berkata
kepada peneliti untuk memulai proses wawancara agar dirinya tidak terlarut dalam kesedihan.
Pada sesi wawancara keempat, NB terlihat mengenakan kaos lengan pendek berwarna hitam yang dikombinasi dengan celana panjang coklat. Kaos
tersebut terlihat longgar pada tubuh NB yang gemuk. Seperti biasanya, dengan perawakan dirinya yang tomboy, NB terlihat tidak menggunakan perhiasan
maupun make-up. Selama wawancara berlangsung, NB tampak duduk dengan meluruskan kakinya sambil bersandar ke dinding. Meskipun tubuhnya
bersandar ke dinding, tubuh NB sesekali terlihat cenderung maju mengarah kepada peneliti yang duduk di depannya. Jarak antara peneliti dengan NB
151 sangat dekat hanya sekitar 30 cm dan duduk saling berhadapan. NB terlihat
menjawab pertanyaan dengan posisi duduk yang santai dengan tubuh menyandar ke dinding. NB sesekali juga mempertahankan kontak matanya
dengan peneliti, meskipun terkadang NB terlihat membuang pandangannya ke arah foto yang terletak di dinding.
Wawancara sempat terhenti ketika ibu NB datang ke rumah NB dan menanyakan tentang masakan NB. Kemudian NB beranjak dari tempat
duduknya dan menemui ibunya di dapur. Tidak lama kemudian NB dan ibunya keluar dari dapur dan ibunya membawa sebuah mangkok di tangan
kanannya dan meminta maaf kepada peneliti karena mengganggu proses wawancara. NB kemudian kembali duduk ke posisi semula dan langsung
melanjutkan jawabannya. NB juga terlihat meletakkan tangan kanannya diatas meja sambil menopang kepalanya sambil menjawab pertanyaan yang
diberikan. Secara keseluruhan, keempat proses wawancara berjalan dengan baik.
Selama proses wawancara, NB juga terlihat terbuka dengan peneliti untuk membicarakan mengenai issue seputar penelitian. Setiap akan mewawanacarai
partisipan, peneliti tidak membutuhkan waktu yang lama dalam membangun rapport dengan partisipan. Rapport yang dibangun dengan partisipan, dimulai
dengan bercerita mengenai pembicaraan umum seperti pekerjaan, kegiatan di hari libur dan sebagainya. Meskipun awalnya NB sempat menolak untuk
berpartisipasi dalam penelitian, namun di akhir wawancara NB mengucapkan
152 banyak terima kasih karena dirinya merasa nyaman ketika berbagi cerita
dengan peneliti.
b. Rangkuman Hasil Wawancara Partisipan 2
1 Latar Belakang Kehidupan Ibu Tiri
NB adalah seorang wanita dewasa awal yang berusia 32 tahun. Ia dilahirkan dan dibesarkan di kota Medan. Wanita berdarah Cina-Aceh ini,
adalah anak ketiga dari enam bersaudara. Ayahnya adalah seorang pensiunan dari salah satu perusahaan swasta di Medan. Ibunya adalah seorang ibu rumah
tangga yang merangkap sebagai juru masak di sebuah acara. Pendidikan terakhir NB adalah Diploma 3 jurusan Pariwisata dari salah satu universitas
swasta di kota Medan. Saat ini, NB tinggal bersama suami dan anak perempuan tunggal dari suaminya di kecamatan Tembung, Medan Tembung.
Setelah tamat kuliah, NB mendapatkan modal dari abangnya dan menggerakkan sebuah home industry kecil-kecilan dibidang makanan di dekat
rumah lama ibunya. Namun, NB hanya bekerja selama setahun di home industry tersebut. Hal tersebut dikarenakan, NB diminta berhenti bekerja oleh
pacarnya, bang AD. Dengan alasan untuk menjaga anaknya. Pacar NB adalah seorang duda yang memiliki satu anak perempuan.
NB dan pacarnya bang AD sudah mengenal satu sama lain karena tinggal di lingkungan yang sama. Pada tahun 2005, hubungan NB dan pacarnya hanya
sebatas warga dan kepala lingkungan saja. Pada saat itu, bang AD sering
153 mengunjungi rumah NB karena adik laki-laki NB adalah teman dekatnya bang
AD. Perkenalan NB dan bang AD menjadi semakin dekat, ketika adik NB memberitahukan bahwa ada seseorang yang ingin berkenalan dengan NB.
Bertepatan dengan acara resepsi pernikahan kakaknya pada hari Jum’at, NB dan adik laki-laki pertamanya ditugaskan untuk mengantarkan punjungan
makanan yang dibagikan ke tetangga karena ada suatu hajatan ke tetangga- tetangga sekitar rumahnya. NB dan adiknya mengantar punjungan dengan
menaiki sepeda motor. Ketika sedang di jalan mengantar punjungan, adik NB menawarkan NB untuk berkenalan dengan seorang pria yaitu bang AD yang
tidak lain adalah kepala lingkungan di tempat tinggal NB. Setelah NB mempertimbangkan tawaran adiknya tersebut, kemudian NB pun menerima
tawaran tersebut. Mendengar tawaran adiknnya tersebut, NB tidak merasa terkejut ketika tahu bahwa yang ingin berkenalan dengannya adalah bang AD.
Pada saat itu, NB juga sudah mengetahui status bang AD sebagai duda yang memiliki seorang anak perempuan. NB sudah mengetahui sejak lama
mengenai kehidupan bang AD karena tinggal di lingkungan yang sama. “Enggak..gak..gak ada ketemu sih, cuman kan karena memang satu
kampung kalok dibilang kan? Dulu awalnya waktu pesta kakaknya kakaklah hem..munjunglah sama adek kakak, boncengan sama adek kakak
kan sambil ngantar punjungan tadi. Dia cerita jugak, ‘kak, ada yang mau sama kakak, kakak mau gak?’ kata dia kan? Jadi, kakak bilang sekarang
gini, kalok memang dia memang betul-betul serius mau, istilahnya nerima aku kayak gini, keadaan aku kayak gini dia mau nerima, yaudah kita jalani
dululah macem mana. Teros, sempet juga ku tanya, ‘siapa rupanya?’ ‘itu ada kepling’ kata dia gitu. Apa mau dia samaku? Kakak bilang gitu kan?”
W1.R2.NB.P.MDN.13Juni2014b87-105h5-6
154 “Adek kakak yang ke..kalok dibilang adek kakak yang pertamalah..anak
keempat. Anak keempat inilah adek kakak kan? Adek kakak kan tiga, inilah adek kakak yang pertama laki-laki. Dulu dia RM..remaja
mesjidlah..remaja mesjid. Dia akrab dengan keplingnya, sementara posisi itu pas waktu itu kepling itu duda. Jadi dia cerita jugak, kak ada yang mau
sama kau. Siapa? Aku bilang gitu. Kepling kak. Kapan rupanya dia ngomong? Tadi malam, gitu yakan? Tadi malam dia ngomong. Mau kakak
sama dia? Dibilang dia pas posisi ngantar punjungan. Yaudah..kalok memang dia mau, yaudah gak papa. Tapi, apa mau dia samaku? Terus
katanya, kalok kakak mau, dia mau, katanya gitu kan? Dah gitu pas dijalan masih mau antar punjungan, kami ngomo
ng.” W3.R2.NB.P.MDN.16Juni2014LA3bb10-31h2-3
“Udah tau dari lamalah qi. Dari aku gadis..dari dia nikah sama istri pertamanya itu, sampek cerai pun tau akulah qi..”
W4.R2.NB.P.MDN.13Nov2014LA3bb137-140h7
Pada hari yang sama yaitu Jum’at malam Sabtu, bang AD datang kerumah NB untuk membantu tetangga-tetangga yang lain mempersiapkan resepsi
pesta kakaknya NB. Malam itu, NB melihat perilaku bang AD yang membuat NB merasa tidak suka dengannya. Hal tersebut dikarenakan perilaku bang AD
yang meminum-minuman keras bersama teman-temannya ketika berkumpul di rumah NB. Dikarenakan perilaku bang AD yang meminum-minuman keras
bersama teman-temannya, membuat NB berpikir ulang untuk menjalin hubungan dekat dengan bang AD. Perasaan suka yang pada awalnya muncul
pada diri NB, seketika perasaan tersebut berubah menjadi perasaan tidak suka. NB mengaku bahwa dirinya tidak menyukai pria yang suka mabuk karena
pengaruh minuman keras. “Dah gitu, jadilah cerita punya cerita malamlah…Tibanya malam,
kumpullah dia istilahn ya acara kalok sebelom pesta ada malem ‘lek-lek’.
Tapi sebelomnya sempet berpikir jugak untuk dapetkan dia itu. Dia, sekali ku tengok kok kayaknya mau dia ini..ya memang kan istilahnya orang kan
155 bergaul,bergaul ini..kok mau mabok-mabok dia. Keknya..keknya rasa
sukak sama dia itu kayak hilang. Dari sukak, jadi timbul benci…” W1.R2.NB.P.MDN.13Juni2014b106-118h6
“Pas posisi malam Sabtu kan acara ‘lek-lekan’, jadi munjung kan hari Jum’at. Pas malam Sabtu, acara ‘lek-lekan’ lah. Disitulah dia ngumpul
dirumah kakak
bang AD
tadi tu.
Ngumpul sama
kawan- kawan..sama…orang situ jugaklah. Sambil pakek ada acara mabok-mabok.
Dari situ terus dibilang..ditawari..sama adek kakak, mau sama dia kepling? Tapi posisinya kutengok waktu itu, dia mabok-mabok sama
kawannya. Gak sukak pulak aku sama laki-laki mabok..jadi timbul rasa
gak sukaklah. Sempat ngerasa, gak jadilah..gak maulah aku sama dia…kek gitu rupanya tingkah laku dia..”
W3.R2.NB.P.MDN.16Juni2014b31-49h3 Ketika berlangsungnya acara resepsi pernikahan kakaknya NB hari Sabtu,
pagi harinya NB ditelepon dan disuruh bang AD untuk datang menemui bang AD di rumahnya. Namun, karena NB sedang berada di resepsi kakaknya, NB
memutuskan untuk tidak bisa memenuhi ajakan bang AD tersebut. NB berpikir bahwa ia tidak bisa meninggalkan acara tersebut. Kemudian pada
malam harinya, bang AD datang menghadiri acara pernikahan kakaknya NB. Ketika bang AD datang, NB sempat melihat ke arah bang AD. Namun, ketika
itu NB mengaku bahwa dirinya tidak menyukai bang AD seperti sebelumnya. Yang membuat NB menjadi lebih tidak menyukai bang AD, yaitu ketika
malam ‘lek-lek-an’ berkumpulnya warga sekitar selama semalam penuh
untuk membantu warga yang sedang mengadakan hajatan, bang AD mabuk- mabukkan dengan warga yang lain sampai jam 3 pagi.
“Setelah itu, malam berlalu. Menjelanglah pagi…dia nelpon...nelpon ke hp. Di telpon dibilang dia Adi..Adi kawanku katanya. Trus kubilang,
kawanku gak ada yang namanya Adi. Rasaku gak pernah aku ngasih nomor hp ini ke orang..aku pun gak punya kawan yang namanya Adi. Trus
ngakulah dia siapa..disuruhnya aku datang ke rumah dia. Posisi disitu lagi
156 pesta..gak bisa jadinya aku tinggalkan pesta ini. Ku bilang, aku gak
bisa..aku lagi repot, lagi...sibuk. Udah gitu pas malam dia datang undangan. Ku tengok jugak dia. Istilahnya disitu rasa sukak itu udah gak
ada gitu..karena ku tengok dia itu mabok. Maboknya berat, sampek posisi malam Sabtu itu pas lek-lekan dia sampek jam 3 itu belom bubar. Sampek
jam 3 pagi. Disitu udah ngerasa gak bisalah...walaupun kami belom kenalan secara deket, paginya dia nelpon, trus kubilang gak ada nama
kawanku Adi, gak pernah aku ngasih nomor sama yang namanya Adi. Ku bilang gitu aja karena udah gak sukak itukan sama dia. Pas dia datang
un
dangan, gak ada reaksi sukak aku ke dia..gak ada lagi…” W3.R2.NB.P.MDN.16Juni2014LA3bb49-79h3-4
Berselang seminggu setelah acara resepsi pernikahan kakaknya NB, bang AD datang mengunjungi rumah NB. Adapun tujuan dari kedatangan bang AD
yaitu untuk mengungkapkan perasaannya kepada NB. Ketika NB mendengar pengakuan bang AD mengenai isi hatinya, NB teringat kembali akan perilaku
mabuk-mabukkan bang AD. NB berpikir bahwa ia tidak ingin memilih seorang imam rumah tangga yang pemabuk. Untuk itu dirinya merasa berat
untuk menjawab isi hati bang AD tersebut. Setelah mempertimbangkan jawaban atas perasaan bang AD, tidak berapa
lama kemudian NB pun menjawab perasaan bang AD, dengan berkata bahwa ia tidak ingin menjalani hubungan yang tidak serius. NB juga menambahkan,
apabila isi hati bang AD tersebut benar-benar ingin menjalani hubungan yang serius dengan NB, maka NB juga ingin menjalani hubungan tersebut dengan
serius. Meskipun saat itu ketika NB menjawab isi hati bang AD, hatinya menolak untuk menjalani hubungan serius dengan bang AD. Ingatan
mengenai perilaku mabuk bang AD, membuat rasa tidak suka muncul lagi pada diri NB. Namun, NB berpikir tentang keberanian bang AD yang datang
157 ke rumah NB untuk mengutarakan isi hatinya dan bertemu dengan kedua
orang tua NB. Hari itu juga, bang AD menghabiskan waktu di rumah NB sambil menonton film India bersama dengan orang tua NB. Kedua orang tua
NB juga sudah mengetahui bahwa bang AD adalah seorang duda yang memiliki seorang anak perempuan tunarungu. Keberanian bang AD tersebut
membuat NB mempertimbangkan keinginan bang AD untuk menjalin hubungan serius dengan NB.
“Setelah selang..itu posisi pesta tanggal 2..tanggal.. tanggal 6. Tanggal 6 datang dia ke rumah. Datang ke rumah, trus dia ngutarakan isi hati dia.
Disitu aku masih tepikir jugak aku. Aku tuh gak sukak, istilahnya untuuuk..jadi imamku kalok dia itu pemabok. Posisi malam Rabu..malam
Kamis..iya..malam Kamis, datang dia ke rumah...trus dia mengutarakan isi hati dia kalok dia itu sukak samaku. Trus ku bilang, kalok untuk maen-
maen..aku gak mau..tapi kalok untuk serius, ya..aku jalanilah gimana bagusnya. Tapi sementara itu, hatiku masih nolak. Nolak tu tadi karena dia
mabok itu tadi. Cuman kok dia ini berani datang ke rumah. Memang taulah keluargaku posisi dia itu duda. Aku pun tau jugak status dia itu
duda kan? Dah gitu..hem..dia berani datang ke rumah. Jumpa jugak sama orang tuaku, duduklah kami, nonton tivi kami gak ada keluar. Sekitar
kalok gak salah itu jam 10. Posisi acara di tv itu film India tertawa terbahak-bah
ak. Judulnya Dil To Pagel Hae…” W3.R2.NB.P.MDN.16Juni2014LA3bb80-107h5-6
Setelah NB menjawab isi hati bang AD untuk menjalani hubungan pacaran, kemudian NB merasakan keraguan bang AD terhadap jawabannya.
Menurut NB, keraguan tersebut muncul karena bang AD menyadari bahwa dirinya adalah seorang duda yang memiliki seorang anak perempuan
tunarungu. Kemudian NB menjawab, bahwa dirinya tidak mempermasalahkan status bang AD tersebut. Menurutnya, status duda hanyalah sebuah status dan
duda juga seorang manusia biasa. NB juga menambahkan bahwa dirinya lebih memilih seorang pria yang memiliki kejelasan dalam menjalani sebuah
158 hubungan, meskipun pria tersebut adalah seorang duda. Bang AD kemudian
bertanya kepada NB apakah NB sedang menjalin hubungan pacaran dengan orang lain atau tidak. NB pun menjawab bahwa sebenarnya ia sedang menjalin
hubungan pacaran dengan seorang pria yang masih lajang. Namun, NB mengaku bahwa pacarnya yang masih lajang tersebut tidak memiliki kejelasan
untuk menjalani hubungan yang serius. “Makanya ada kenangan jugak. Sampek sekarang, kalok nengok itu, masih
teringat tertawa. Dah gitu ceritalah lama, terakher ditembak dialah. Dia sukak samaku, jadi dia nanyak keseriusan aku. Yaudah kita jalani aja dulu.
Kita jalani aja dulu ku bilang kan? Trus dia bilang, walaupun aku duda gak papa? Jadi ku jawab, duda kan manusia jugak kan ku bilang. Trus ditanyak
dia jugak udah punya pacar? Ku jawab jugak, punya, cuman gak jelas. Gak jelas macem mana? Kata dia gitu. Hem..istilahnya memang status pacaran,
tapi dia gak pernah ngapel…” W3.R2.NB.P.MDN.16Juni2014LA3bLA3cb110-125h6-7
“Ya..cuman kan gini tuh, waktu dulu pertama pacaran kan, dia ngomong gini jugak, pernah jugak dia nembak, dibilangnya ‘aku tuh duda, kau mau
samaku?’ hem..‘aku tuh duda, kau mau samaku?’ Katanya gitu..katanya gitu. Sementara, aku kan gadis, jadi ku jaw
ablah ‘duda kan manusia jugak’ diam hem..‘duda kan manusia jugak kan’ kubilang gitu. Ya memang
sih..sebelumnya, sebelom jadian sama dia, ya udah punya cowok, cuman kan cowokku memang lajang nada meninggi, tapi dia gak pasti, untuk
apa berharap yang gak pasti, kubilang gitu jugak sama dia. Makanya kalok
apa, yaudah kita jalani aja dulu..katanya gitu…” W1.R2.NB.P.MDN.13Juni2014LA3bb190-207h10
NB menjelaskan kepada bang AD, bahwa pacarnya yang lajang tersebut hanya mengunjungi rumah NB setiap sebulan sekali. Oleh karena itu, NB
tidak ingin melanjutkan hubungan pacaran yang tidak jelas dengan pacarnya yang masih lajang tersebut. Akhirnya, NB memutuskan untuk menjalin
hubungan pacaran dengan bang AD dan meninggalkan pacarnya yang masih lajang. NB ingin menjalani hubungan pacaran yang lebih memiliki kejelasan
159 dikarenakan faktor usia NB yang saat itu sudah mencapai 24 tahun dan ingin
segera menikah. Melihat situasi tersebut, akhirnya bang AD mengajak NB untuk menjalani hubungan pacaran dan NB menerima ajakan tersebut.
Pendekatan yang dilakukan antara keduanya hanya selama seminggu. Singkatnya pendekatan mereka karena keduanya tinggal di lingkungan yang
sama, sehingga sudah mengetahui keadaan masing-masing pihak. “Iya, gak pernah ngapel. Sekali jumpa sih itu pun sebulan sekali baru
dateng, itu pun gak ada kejelasan. Jadi kan disini, aku sih mencari yang jelas-jelas ajalah. Memang dia mau nerima aku apa adanya. Ya..dia
memang mau yang serius. Dia sempat tanyak jugak, pacarnya duda atau lajang. Lajang ku bilang. Trus dia nanyak, kenapa kalok ada cowoknya
yang lajang, kok milihnya yang duda? Ya..ini kan yang dipilih yang bener- bener serius. Kalok duda itu serius kan, bagus itu yang dipilih. Daripada
lajang tapi kepastiannya gak ada. Jadi, berjalan jugaklah kami
…” W3.R2.NB.P.MDN.16Juni2014LA3bb127-142h7-8
“Istilahnya ini, dibandingkan antara lajang sama duda, ternyata yang lebih serius yang duda, kan tentunya itu yang dipilih, daripada yang lajang. Dia
gak serius, cuman mau untuk maen-maen sementara kan, usia nih makin lama kan semakin bertambah..ditambah lagi usia pun udah mau mencapai
25 ke atas kan? Istilahnya kalok untuk perempuan itu udah cukup matang
untuk berumah tangga…” W1.R2.NB.P.MDN.13Juni2014LA3cb249-260h12-13
“Cuman seminggulah PDKT kami itu, ya..karena kan udah tau sama taulah kek mana tingkah laku satu sama laen perkara satu kampong itu tadi
kan istilahnya.” W4.R2.NB.P.MDN.13Nov2014LA3bb130-133h7
Menjalani hubungan pacaran dengan seorang duda yang memiliki seorang anak, tidak membuat NB merasa terkejut. Hal tersebut dikarenakan NB tinggal
di lingkungan yang sama dengan bang AD. Rumah mereka hanya dipisahkan oleh sebuah gang. Oleh karena itu, NB sudah mengetahui status dan
160 kehidupan bang AD sejak lama. Karena alasan itu juga, yang membuat NB
merasa mudah untuk menerima bang AD sebagai seorang duda yang memiliki anak. Kedua orang tua NB tidak memermasalahkan hubungan NB dan bang
AD, seorang duda yang memiliki seorang anak. Orang tua NB menyerahkan semua keputusan ditangan NB. Menurut orang tuanya, jika NB merasa
bahagia menjalani hubungan dengan bang AD, maka orang tuanya hanya mendukung keputusan NB tersebut. Ketika usia pacaran genap seminggu, NB
diajak untuk menemui kedua orang tua bang AD.
“Kan, memang posisi udah tau karena kami kan satu kampong..” W1.R2.NB.P.MDN.13Juni2014LA3bb218-219h11
“Ya..biasa aja saya terima. Istilahnya kan, kayak kalimat yang saya bilang tadi “duda kan manusia juga…”
W1.R2.NB.P.MDN.13Juni2014LA3cb246-248h12 “Ya.. kata orang tua itu, ya..sekarang ya..terserah kau, kalok kau pun
sukak, kau pun bahagia, ya..orang tua ya ikut aja, gak ada pertentangan satu sama lain, walaupun dia duda. Diam…”
W1.R2.NB.P.MDN.13Juni2014LA3cb273-278h13-14 “Hem..berapa ya? Alah..seminggu lah itu. Kurang lebih gitulah. Kakak
pun lupa, karena kan udah lama kali…” W3.R2.NB.P.MDN.16Juni2014LA3cb334-336h17
NB mengaku, bahwa dirinya tidak pernah merasa indah pada masa-masa pacaran dengan bang AD. NB merasa terganggu dengan kehadiran anak bang
AD yang selalu ikut ketika mereka pergi ke suatu tempat. Ketika NB dan bang AD akan pergi ke suatu tempat, anak bang AD pasti minta ikut pergi dengan
mereka. NB merasa bahwa dirinya tidak bisa menghabiskan waktu berdua
161 dengan bang AD ketika mereka pergi karena kehadiran anaknya. Meskipun
NB mengaku mengalami masa-masa yang tidak indah, NB juga merasakan kenangan indah selama menjalani hubungan pacaran dengan bang AD. NB
menyatakan bahwa Bang AD selalu berusaha mengajak NB untuk menghadiri kegiatan di lingkungan, seperti arisan PKK, acara di kecamatan dan lain
sebagainya agar dapat menghabiskan waktu berdua. “Gak..gak pernah…gak pernah indah, karena dia selalu bawak anaknya...”
W1.R2.NB.P.MDN.13Juni2014LA3bb149-150h8 “Makanya kalok neneknya tau kami mau jalan berdua, sibuk nantik itu
anaknya keluar rumah mintak ikut jugak. Ya..masik pacaran aku ya manut- manut ajakan istilahnya sama mamak dia bang AD. Ya..udahlah ikot
jugak anaknya sama kami..” W4.R2.NB.P.MDN.13Nov2014b206-212h11
“Iya..he’eh..istilahnya kalok untuk orang pacaran romantis-romantisan itu kan gak ada gitu…”
W1.R2.NB.P.MDN.13Juni2014b181-183h9 “Masih pacaran pun kegiatan di lingkungan, dikasih tau dialah istilahnya
kayak arisan lingkungan, acara PKK, acara kecamatan, ada rapat-rapat itu selalu datang, selalu hadir sama dia…”
W3.R2.NB.P.MDN.16Juni2014LA3bb190-195h10 Menurut NB, bang AD selalu mengajaknya untuk menghadiri acara di
lingkungan, dikarenakan bang AD ingin mengenalkan NB sebagai calon pendampingnya. Semasa pacaran, NB mengaku bahwa dirinya juga diminta
untuk berhenti bekerja oleh bang AD dengan alasan untuk menjaga anaknya yang tunarungu. Bang AD menjanjikan akan membayar NB sesuai dengan
pendapatannya ketika bekerja di home industry. Menurut NB, saran bang AD saat itu merupakan hal yang baik. NB mengira bahwa dengan ia merawat anak
162 bang AD, ia juga akan belajar agar kedepannya siap menjalani peran sebagai
istri dan ibu tiri dari anak bang AD.
“Apa alasan dia setelah berselanglah berapa bulan pacaran, disuruh dialah gak usah kerja lagi. Dengan alasan jaga anaknya lah. Nantik saya bayarlah
berapa gajimu dari home industry itu. Memang gak banyak sih. Nantik gajinya ku bayar per minggu. Tergiur jugak. Aku berpikir jugak, iya
jugaklah karena nantik kan bakalan jadi anakku jugak. Ku turutin
jugaklah. Berhentilah dari home industry itu kami…” W3.R2.NB.P.MDN.16Juni2014LA3bb211-222h11-12
Semasa pacaran, NB juga berusaha mendekatkan diri dengan keluarga bang AD. Jarak rumah yang tidak jauh untuk dijangkau, membuat NB sering
mengunjungi rumah bang AD. NB juga pernah ikut pergi menginap di rumah saudara bang AD bersama dengan ibu dan anaknya bang AD. Namun, saat itu
bang AD tidak ikut menemani NB. Selama menginap di rumah saudara bang AD, NB mengaku bahwa dirinya merawat anak bang AD seperti anaknya
sendiri. Disamping itu, NB juga ingin membuktikan kepada calon mertuanya bahwa ibu tiri bukanlah seorang ibu pengganti yang kejam.
“Dah gitu sampek seringlah saya datang ke rumahnya pas waktu masih pacaran, kan deket orang satu gang aja depan-depanan. Dah gitu sekali
apa, sampek saya disitulah satu harian disitu. Ibaratnya untuk
mendekatkan dirinya dengan keluarga bang AD tadi gitulah..” W3.R2.NB.P.MDN.16Juni2014LA3bb236-243h12-13
“Berselanglah waktu, pas ada pesta di rumah saudaranya, aku pun ikut jugaklah. Tidor di tempat sodaranya di Binje. Dia posisi itu belom ikot.
Aku jadinya pigi sama mamaknya sama anaknya. Tidor samalah kami. Udah ku urusinlah anaknya yang tunarungu itu, ibaratnya kan memang aku
ini untuk jadi ibu tirinya. Hem..kata orang ibu tiri itu kejam, jadi mau ku buktikan ke mamaknyalah kalok gak semu
a ibu tiri itu kejam…”
163 W3.R2.NB.P.MDN.16Juni2014LA3bb222-234h12
Setelah menjalani hubungan pacaran selama setahun, kemudian NB dan bang AD bertunangan. Dikarenakan NB merasa bahwa bang AD memiliki
keseriusan dalam menjalani hubungan dengannya, akhirnya ketika usia tunangan genap mencapai setahun, NB menerima ajakan bang AD untuk
menikah. NB tidak mempermasalahkan jika ia harus menikah dengan seorang duda yang memiliki anak tunarungu. Bertepatan dengan tanggal 29 Februari
2008, resepsi perrnikahan pun digelar di rumah NB.
“Ya..karena ada kejelasan itu, memang dia ibaratnya betul-betul maulah istilahnya maulah dia nerima aku kubilang kan, walaupun dia duda, dia
pun tau posisi aku tuh kek mana gitu…” W1.R2.NB.P.MDN.13Juni2014LA3bb138-142h7-8
“Pacaran. Pacaran jugak setahun. Pacaran setahun, setelah pacaran setahun tunangan kan? Setahun jugak, barulah married. Terakher dua taon..
hitungan dua taon…” W1.R2.NB.P.MDN.13Juni2014LA3bb138-142h7-8
“Tahun 2008, tanggal 29 bulan 3. Diam” W1.R2.NB.P.MDN.13Juni2014LA3ab73-74h4
“Bulan 2, bulan 2..” W1.R2.NB.P.MDN.13Juni2014LA3bb752h4
2 Kehidupan Ibu Tiri Setelah Menikah
Sehari setelah acara resepsi pernikahannya, NB merasa kesal dengan sikap anak tirinya. Kekesalan NB dikarenakan anak tirinya yang tidur bersama
164 dengan dirinya dan suaminya dalam satu kamar. NB juga merasa kesal karena
tidak merasakan malam pertama setelah pernikahan dengan suaminya.
“Iyalah. Anaknya bisanya tidor sama kami. Apa salahnya neneknya itu bilangin, udah jangan tidor sama ayahmu. Ini enggak, gak ada ngertinya
sama kami. Udah gitu, istilahnya adalah malam pertama. Ini gak ada, istilahnya malam pertama sama kami. Gak ada. Malam pertamanya
hampa. Hampa tah cemana-cemana. Anaknya pulak yang tidor sama awak.
Digabung tidornya sama awak…” W3.R2.NB.P.MDN.16Juni2014b257-268h13-14
Seminggu setelah acara resepsi pernikahannya, NB kemudian diajak oleh bang AD untuk tinggal di rumah orang tuanya. NB pun menjalani hari-harinya
di rumah mertuanya. NB menghabiskan waktunya sehari-hari di rumah sebagai ibu rumah tangga sekaligus sebagai ibu kepala lingkungan setelah
menikah. Pada pagi hari, NB bangun diawal waktu untuk membereskan rumah, memasak nasi serta mengurus kebutuhan suami, anak, adik ipar dan
mertuanya. NB melakukan semua pekerjaan rumah tangga serta mengurus kebutuhan adik iparnya yang perempuan dan kebutuhan adik iparnya yang
laki-laki. NB mengaku merasa tidak tahan dengan kegiatan rumah tangga yang dilakukan sehari-hari di rumah mertuanya. Menurutnya, kebutuhan adik-adik
iparnya bukanlah tanggung jawanb NB. Karena tidak tahan jika harus mengurus kebutuhan adik-adik iparnya, maka NB membujuk suaminya untuk
pindah ke rumah sewa mertuanya. Disamping rumah mertuanya, terdapat 2 buah rumah sewa milik mertua NB. Karena NB ingin pindah dari rumah
mertuanya, NB berusaha membujuk suaminya untuk berbicara kepada orang tuanya agar tidak menyewakan rumah sewa tersebut kepada orang lain.
165 “Setelah itu, seminggulah...di bawaklah aku ke rumah dia. Hiduplah aku
bersama dengan mertua.Bercampurlah hidup bersama orang tua. Pagi aku udah bangun, pagi masak nasi. Udah ku sapu rumahnya, belom ku pel, ku
sapu dulu. Nasik udah ku masak, piring udah ku cuci apa segala macem. Jadi udah siap aku ngurus yang di bawah, naek aku ke atas, ngurus semua
yang disitu. Yang mau sekolah, yang mau kerja, semuanya aku u
rusin...” W3.R2.NB.P.MDN.16Juni2014LA5b268-281h14-15
“Hari tu sempat berpikir mau pindah ke samping rumah mertua itu, cuman 2 rumah itu masih ada orang karena sewanya belom habis. Jadi udah ku
bujuk-bujuk suamiku dari jauh-jauh hari. Kita pindah aja ke samping itu geser ke samping bilang sama orang tuamu jangan disewakan lagi, kita
yang nempatin. Aku kayaknya kalok untuk campur kayak gini, aku itu
udah gak tahan…” W3.R2.NB.P.MDN.16Juni2014LA5b288-299h15
NB tinggal bersama dengan mertuanya selama enam bulan. Kemudian NB pindah ke rumah sewa mertuanya bersama dengan keluarga kecilnya. Sampai
saat ini, NB tinggal dirumah tersebut dan merenovasi rumah sewa yang saat ini ditempatinya. Sehari-hari selaku ibu kepala lingkungan, NB juga turut
membantu suaminya mengurusi urusan warga di lingkungan tempat tinggalnya. NB juga mengaku bahwa semenjak menikah dengan bang AD,
dirinya lebih aktif dalam urusan yang berhubungan dengan warga di lingkungannya.
“Hem..iya. Enam bulan tah..sekitar gitulah aku pun lupa. Abis tuh bangun rumah sewa inilah walopun deket mertua..”
W3.R2.NB.P.MDN.16Juni2014LA5b287-290h15 “Iya. Udah gak bekerja lagi lah bantu suami...”
W1.R2.NB.P.MDN.13Juni2014LA2b50-51h3 “Iya. Ngurusin lingkungan, ngurus-ngurusin warga..”
W1.R2.NB.P.MDN.13Juni2014LA2b55-56h4
166 NB juga mulai menjalani perannya sebagai ibu tiri Aurum setelah
menikah dengan bang AD. NB tidak memiliki reaksi terkejut ketika mengetahui bahwa dirinya akan mengasuh anak tiri yang tunarungu. Perasaan
biasa tersebut dapat diterima NB, karena dirinya sudah mengetahui dari awal posisinya sebagai ibu tiri Aurum jika ia menikah dengan bang AD. Menjalani
perannya sebagai ibu tiri Aurum yang mengalami tunarungu serta menghadapi keluarga barunya, NB mengaku membutuhkan adaptasi khusus. Adapun
adaptasi yang dibutuhkannya yaitu menghadapi dan mengasuh anak tirinya yang tunarungu serta menghadapi keluarga suaminya. Anak tirinya bernama
Aurum Angelia Putri dan sering dipanggil dengan nama Aurum.
“Reaksi..reaksi..respon? Hem..responnya ya biasa ajalah karena udah tau dari
awal bakal
ngurus si
Aurum kalok
nikah sama
Bapaknya..Ya..ya..udah siaplah..karena kan kemaren pacaran 2 taun, jadi udah
siaplah aku
nerima semua
keadaan lakikku..orang
itu pilihanku..pilihanku kan istilahnya..Biasa ajalah gak yang marah kayak
mana gitu..enggaklah…” W4.R2.NB.P.MDN.13Nov2014LDb694-702h33
“Ya..awal mulanya butuh adaptasilah..ya…jadi ibu tiri itu…Ya..awal mula..ya…seneng...”
W1.R2.NB.P.MDN.13Juni2014LA5b311-312h15 “Oh..Aurum Angelia Putri..”
W2.R2.NB.P.MDN.14Juni2014LBb289h15
Aurum mengalami tunarungu sejak lahir. Sebelumnya, kedua orang tua Aurum tidak mengetahui bahwa anaknya mengalami tunarungu. Ketika lahir,
Aurum terlihat sehat dan tidak menunjukkan bahwa dirinya mengalami
167 tunarungu. Secara fisik, Aurum terlihat tidak memiliki keterbatasan pada
dirinya. Aurum diketahui mengalami tunarungu, ketika berusia 3 bulan, Ketika bapaknya memanggil namanya, Aurum tidak merespon panggilan
suara tersebut. Melihat kejadian tersebut, kedua orang tua Aurum kemudian membawanya ke dokter spesialis THT Telinga Hidung Tenggorokan untuk
diperiksa lebih lanjut. Setelah dilakukan pemeriksaan terkait dengan kondisi Aurum, kemudian diketahui bahwa Aurum mengalami kesulitan mendengar
hard of hearing. Kemudian ketika Aurum berusia 3 tahun, bapak Aurum memasangkan alat bantu dengar hearing of aids kepadanya. Ketika NB
mengasuh Aurum berumur 3 tahun, NB mengaku tidak terlalu mengalami kesulitan untuk berkomunikasi dan mengasuh Aurum. Hal tersebut
dikarenakan pada umur 3 sampai 4 tahun, Aurum memakai alat bantu dengar hearing of aids. Namun karena Aurum tidak betah memakai alat bantu
dengar yang terletak di telinganya, membuat Aurum sering melepas alat bantu dengar tersebut dengan seenaknya. Akhirnya, alat bantu dengar tersebut hilang
dan Aurum hanya memakai alat bantu dengar tersebut sampai usianya 4 tahun.
“Sejak lahir. Jadi, masih bayi umur 3,4 bulan gitulah kalok dipanggil kata Bapaknya, waktu umur segitu, dia gak nengok..gak nolehlah gitu
istilahnya. Jadi bingung jugak kan Bapaknya kenapa bisa seperti itu?” W2.R2.NB.P.MDN.14Juni2014LBb309-314h16
“Pernah. Dulu kata Bapaknya pernah dibawak ke THT…terus kata Bapaknya dari situ ketahuan kalok dia itu tuli…atau terbatas gitu
pendengarannya ya kan? Jadi terkejutlah Bapaknya kan? Lagian dari kecil pun posisinya dia istilahnya sehatlah…lahir utuh gitu kan, gak ada kurang-
kurangnya satu apapun. Hem..terus gak lama dari pemeriksaan itu, di pakek alat bantu dengar. Hem..terus dia itu anaknya bosanan..gak betahan
gitu anaknya. Jadi, waktu makek alat bantu denger, dia sering lepas-lepas
168 ..yaudahlah..dari situ hilang dan gak makek alat bantu dengar lagi. Udah
capek dicariin, entah dimana diletak yaudahlah. Umur-umur 4 tahunan udah gak
pakek alatnya lagi dia…” W2.R2.NB.P.MDN.14Juni2014LBb318-337h16-17
“pas umur 3 taunan gak susah kalilah karena alat bantu dengar dia itu kan?..”
W4.R2.NB.P.MDN.13Nov2014LCb619-620h29
Awalnya ketika melihat kondisi Aurum yang tunarungu, NB merasa kasihan. Rasa kasihan NB muncul dikarenakan melihat kondisi Aurum yang
saat itu berusia 3 tahun sudah tidak bisa mendengar dan berbicara. Melihat kondisi Aurum yang tunarungu, membuat NB berusaha untuk memahami
keinginan maupun maksud Aurum. Meskipun NB sudah lama mengetahui kondisi tunarungu Aurum ketika berpacaran dengan bang AD, NB mengaku
bahwa dirinya jarang memahami bahasa isyarat maupun keinginan Aurum. Untuk dapat mengerti keiniginan Aurum, NB melihat gerakan isyarat yang
dilakukan oleh Aurum, misalnya ketika ia minta balon, maka ia akan memberi isyarat tangan seperti balon. Apabila NB tidak memahami maksud Aurum,
maka NB akan menanyakan hal tersebut kepada suaminya. Terkadang suaminya juga tidak mengerti dengan keinginan Aurum. Apabila suaminya
tidak memahami keinginan Aurum, maka suaminya akan meng-iyakan dan menuruti keinginan Aurum. Namun, apabila NB dan suaminya sama sekali
tidak memahami keinginan Aurum, maka NB akan menuntun Aurum untuk menunjukkan keinginannya tersebut.
“Hem..sempat kasian jugak kan awalnya ngeliat dia yang masih kecil 3 taun gitu gak bisa denger..bicara, pasti susah kan?..”
169 W2.R2.NB.P.MDN.14Juni2014b497-500h25
“Ngerti dari cara dia minta sesuatu itu? Ya..liat aja dia ngasih tanda apa, kayak mana gitu. Misalnya kayak dia mintak balon...Hem..itu dia ngasih
isyarat kalok dia mau balon..” W2.R2.NB.P.MDN.14Juni2014LCb355-361h18
“Terkadang nanyak Bapaknya jugak dia mau apa..kadang ngerti..kadang gak ngerti jugak Bapaknya..”
W2.R2.NB.P.MDN.14Juni2014LCb363-365h18-19 “Tapi ya itu..Bapaknya gak ambil pusing..orangnya nurutin aja. Kadang
pusing jugak, sama bahasa anaknya..orang kan gak ngerti.” W2.R2.NB.P.MDN.14Juni2014LCb367-370h19
“Iya. Kadang nantik pun salah ucapan, marah dia..karena gak cocok apa permintaan dia. Ya..terakher dia dituntun dimana yang mau dimintak dia,
ya gitu terus ditunjukkannya…” W2.R2.NB.P.MDN.14Juni2014LCb373-377h19
Salah satu kesulitan yang dihadapi NB ketika mengasuh Aurum yaitu, ketika mengajak Aurum pergi ke tempat umum. Ketika Aurum menginginkan
sesuatu, maka keinginannya tersebut harus dipenuhi. Apabila keinginannya tersebut tidak dipenuhi, maka Aurum akan menangis sambil jongkok-jongkok
di tempat umum tersebut. Meskipun Aurum bukanlah anak yang rewel, apabila ia menginginkan sesuatu maka orang tuanya harus memenuhi
keinginannya tersebut. Terkadang NB juga merasa bingung dan kesal ketika menghadapi Aurum. Walaupun dirinya merasa emosi, NB tidak berani untuk
memukul Aurum. “Sulitnya itu..waktu ngajak dia keluar ke tempat-tempat umum, kalok dia
ada mau sesuatu, terus gak diturutin maunya, kadang dia mau tuh nangis sampek jongkok-jongkok gitu. Itulah kadang yang buat kesel. Hem..kalok
sulit yang lain sih, enggak ya. Penurut sih anaknya, kalok disuruh tidur, ya
tidur…disuruh dirumah, kadang dia nurut. Hem..gak rewel sih anaknya…” W2.R2.NB.P.MDN.14Juni2014LCb383-393h19-20
170 “Iya..susah jugaklah. Ya..kalok posisi dia pas mintak sesuatu kita ngerti,
ya bisa diturutin..tapi kalok gak ngerti, ya..bingung jugak. Sempat jugak ya..ada rasa kesel..emosi ya ada jugak. Cuman kan gak mungkin kita
emosi, terus kita pukul anak itu..apalagi gak ngerti bahasanya kan?..” W2.R2.NB.P.MDN.14Juni2014LCb422-432h21-22
Selama menjadi ibu tiri, NB mengaku bahwa dirinya tidak pernah mendengar secara langsung penilaian negatif terkait statusnya sebagai ibu tiri.
Status NB sebagai ibu tiri mungkin bermasalah bagi orang lain, namun orang- orang terdekatnya tidak pernah memberikan penilaian negatif kepadanya.
Tetangga-tetangganya juga bersikap biasa saja dalam menanggapi status NB sebagai ibu tiri. Penilaian umum masyarakat mengenai ibu tiri yang kejam,
memang ada. Namun, tetangga di lingkungan tempat tinggal NB melihat status ibu tiri berdasarkan perilaku individunya. Meskipun NB mengaku
bahwa dirinya belum pernah mendapat penilaian negatif mengenai statusnya sebagai ibu tiri, namun pada suatu hari NB pernah ditanyai oleh tetangga
ibunya mengenai perannya sebagai ibu tiri Aurum yang mengalami tunarungu. Seorang tetangga di rumah lama ibu NB pernah bertanya mengenai peran NB
dalam menghadapi kondisi Aurum yang tunarungu. NB kemudian menjelaskan bahwa mengasuh dan merawat anak tirinya yang tunarungu,
adalah salah satu tanggung jawab NB ketika memutuskan untuk menikah dengan bang AD. NB mengaku kepada tetangganya tersebut, bahwa dirinya
tidak merasa keberatan jika harus menjadi ibu tiri yang mengasuh Aurum. Tetangganya tersebut juga berkata untuk tidak menjadi ibu tiri yang kejam
171 ketika merawat Aurum. Mendengar pernyataan tetangganya tersebut, NB pun
menjelaskan bahwa tidak semua ibu tiri memiliki perilaku yang kejam.
“Iya. Status kakak mungkin bermasalah bagi orang-orang, tapi kakak gak pernah sih denger langsung penilaian negatiflah dari tetangga-tetangga
sini. Makanya kalok kumpul-kumpul sama orang-orang sini, enak aja gitu, gak sukak ngurusin orang..kayak arisan, pengajian..itu pun enak ikutnya
awak…” W2.R2.NB.P.MDN.14Juni2014LA4b470-478h24
“Ya tengok jugak posisi ibu tiri ya. Ya..kalok dibilang emang..istilahnya kalok di film-film ibu tiri itu kejam, tapi kan ada jugak yang gak seperti itu
gitu yakan? Tapi kan ada jugak pendapat yang gak seperti itu. Rasaku, masyarakat menyimpulkannya ya..tengok-tengok orangnya jugak. Posisi
dia itu kejam atau enggak. Ya..kalok enggak ya enggak. Ya..kalok kejam
ya..kejam. Gak bisa diapain jugaklah…” W1.R2.NB.P.MDN.13Juni2014b534-545h25-26
“Teros ditanyaknya lagi, enak ngerawat si Aurum itu? Kan susah denger teros gak bisa bicara dia? Ku jawabin ajalah, kalok susah, itu udah resiko
aku, udah pilihan aku kawin sama duda yang punya anak kayak gitu. Gak masalah sih wak, orang aku yang jalani kan..ku bilang gitulah. Dijawab
dia, iyalah tahan-tahan ajalah kau ya Bet..gitu katanya. Teros dibilang dia, jangan kejam-kejam kau sama anak tirimu. Ku bilang ajalah kan gak
semua ibu tiri jahat wak..abes itu ku tinggal masok rumah aja dia..karena memang agak resek uwak itu, males sebetolnya ngeladenin dia, cuman
karena dia ke rumah aja hari tu, ya..terpaksalah aku jugak yang ngeladenin
dia…ya..penilaian gitu aja sih, gak yang kayak mana kali…” W4.R2.NB.P.MDN.13Nov2014LA4b587-604h28-29
Menurut NB pandangan umum mengenai karakteristik ibu tiri yang kejam, tidak membuat dirinya menjadi sulit untuk menerima statusnya sebagai ibu
tiri. Dikarenakan NB tidak ingin menyetujui pandangan negatif masyarakat mengenai karakteristik ibu tiri, NB berusaha untuk menjadi ibu tiri yang baik
bagi Aurum. NB juga berupaya untuk merawat dan mengasuh Aurum dengan sebaik mungkin. Bagi NB, penilaian umum mengenai karakteristik ibu tiri
172 yang kejam pernah mempengaruhi dirinya pada awal-awal pernikahan. NB
sempat memikirkan bagaimana peran menjadi seorang ibu tiri dan bagaimana respon orang-orang sekitar terhadap statusnya. Namun, orang-orang sekitar
lingkungan NB menanggapi status ibu tiri NB dengan biasa saja. NB mengaku bahwa dirinya mampu mengatasi pemikiran tersebut setelah menjalani
pernikahan selama satu setengah tahun. Setelah menjalani peran sebagai ibu tiri selama satu setengah tahun, NB pun merasa menikmati peran tersebut dan
tidak menghiraukan penilaian masyarakat mengenai karakteristik ibu tiri yang kejam.
“Kalok penilaian tentang ibu tiri yang kejam..kejam itu, itu gak buat aku susahlah nerima status ibu tiri. Kan memang ada pandangan yang bilang
ibu tiri itu kejam, jahat, tapi karena aku gak mau kayak penilaian itu, ya..aku berusahalah, iya..berusaha jugaklah untuk ini..untuk jadi mamak
tiri yang baek, meskipun anak tiriku kurang ajar. Penilaian ibu tiri itu ngaruhnya pas di awal-awal nikah aja, ngerasa gini jugak aku yakan,
hem..hem..kayak manalah jadi ibuk tiri, kalok aku dibilang kejam, malu jugaklah aku. Setengah taon jugak itu kepikiran setelah nikah. Eh..udah
dijalanin, ya..biasa aja. Respon orang-orang ke aku pun dari awal gak kayakmana kali ke aku..aku aja yang perasaan gitu.. ya..biasa aja. Jadi aku
pun enjoy-
enjoy ajalah nerima statusku jadi ibu tiri itu…” W4.R2.NB.P.MDN.13Nov2014LA4b452-472h22
NB juga pernah ditanyai oleh tetangga-tetangga dekat rumahnya mengenai kondisi Aurum yang tunarungu. Awalnya, tetangganya sempat merasa terkejut
dengan kondisi Aurum yang tunarungu. Karena saat itu NB sudah menjadi ibu kepala lingkungan, tetangga sekitanrnya juga berani untuk bertanya mengenai
kondisi Aurum kepada NB. NB pun menjelaskan kepada mereka mengenai kondisi Aurum yang mengalami tunarungu. Tetangganya juga bertanya
bagaimana peran dan hambatan NB dalam mengasuh Aurum yang tunarungu.
173 “Kalok di lingkungan sama tetangga-tetangga sini, ngeliat anak tuli sih,
agak terkejut gitu kan awalnya? Kenapa itu anaknya? Karena kan anak kakak baru tinggal disini pas umur 3 tahun, jadi pas kakak tinggal disini,
banyak jugak yang sempat tanya-tanya gitu kenapa anak tiri kakak..yaudah kakak jelasinlah bahwasanya dia gak bisa
denger…” W2.R2.NB.P.MDN.14Juni2014LDb347-446h22
“Ya..ngomong jugak kek gini..kok mau ngurusin anak tunarungu. Tunarungu itu kan dia susah untuk dirawat gitu kan? Gak bisa ngomong
jugak. Ku bilang, ya..gitulah rintangannya ngurus anak tunarungu istilahnya ya..berat gitulah. Kan kita gak ngerti apa yang dimintak dia, gak
ngerti kita apa mau dia, kemauan dia kita kan gak paham..ya..disitu kita belajar untuk mahami bahasa dia. Ya..ngomong jugak kek gini..kok mau
ngurusin anak tunarungu. Tunarungu itu kan dia susah untuk dirawat gitu kan? Gak bisa ngomong jugak. Ku bilang, ya..gitulah rintangannya ngurus
anak tunarungu istilahnya ya..berat gitulah. Kan kita gak ngerti apa yang dimintak dia, gak ngerti kita apa mau dia, kemauan dia kita kan gak
paham..ya..
disitu kita belajar untuk mahami bahasa dia...” W3.R2.NB.P.MDN.16Juni2014b660-670h32
Menurut NB, setelah dirinya menjelaskan kondisi Aurum yang tunarungu kepada tetangga dekat rumahnya, mereka pun memberikan tanggapan yang
biasa saja dan dapat memaklumi kondisi Aurum yang tunarungu. Selain itu, tanggapan yang biasa tersebut dikarenakan tetangganya sudah mengetahui
bahwa NB menikah dengan seorang duda yang memiliki anak tunarungu. Mereka sebenarnya hanya ingin mengetahui kondisi Aurum yang tunarungu.
Oleh karena itu, ketika berkumpul dengan tetangganya NB terkadang juga diberi nasehat untuk tidak berlaku kejam dengan anak tirinya. NB juga tidak
terlalu mengambil serius pendapat yang diberikan oleh tetangganya karena mereka berkata sambil tertawa. NB pun menganggap nasehat tentang ibu tiri
yang kejam tersebut adalah sebuah candaan saja.
174 “Hem..liat ibu tiri kayak kakak yang punya anak tiri yang tunarungu, gitu?
Hem..biasa aja sih kakak tengok. Gak yang gimana-gimana. Lagian orang sini kan udah tau kalok kakak dapet duda yang punya anak kan? Jadi
responnya sih ya biasa-biasa aja. Kalok misalnya ngumpul-ngumpul sama orang
–orang sini, nantik orang itu yang tanyain becanda-becandaan gitu. Kalok Aurum mintak sesuatu, terus gak dikasih, nantik orang itu bilang,
janganlah kejam-kejam ama anak..tapi ya itu..orang itu bilangnya sambil ketawa-
ketawa…” W2.R2.NB.P.MDN.14Juni2014LDb454-468h23
Menurut NB meskipun kondisi Aurum tunarungu, Aurum tidak sulit untuk
bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya. Aurum turut melibatkan dirinya dengan anak-anak di sekitar rumahnya untuk bermain bersama. Pada saaat
anak-anak sebaya di lingkungannya sedang sekolah, Aurum akan bermain dengan kucing peliharaannya di teras rumah. NB biasanya juga akan
mengawasi da menjaga Aurum di rumah ketika tidak ada kerjaan dari kelurahan. Sebenarnya, NB mengaku bahwa dirinya merasa takut jika harus
membiarkan Aurum berbaur dengan anak normal lainnya. Biasanya ketika teman-teman sebayanya tidak mengerti pembicaraan Aurum, maka teman-
temannya akan mengejek dan menganggu Aurum. Ketika Aurum merasa diganggu, Aurum akan berlari ke rumah dan mengambil sapu dan terkadang
Aurum memukul anak yang mengganggunya. Pada saat berusia 5 tahun, Aurum pernah memukul teman sebayanya dengan sapu. Saat itu NB didatangi
oleh orang tua dari anak yang dipukul Aurum tersebut, dan diminta tanggung jawab oleh orang tua anak tersebut.
“Ya..kalok untuk sulit bergaul, dia gak susah..ya..dia gampang ngebaur gitu sama anak-
anak sini…karena dia gak pernah kemana-mana. Jadi temennya ya..sekitaran lingkungan ini aja..eh..sekitar gang lah..kalok
175 dibilang lingkungan kan jauh kali..kalok gang kan dekat dia..jadi
mantaunya pun istilahnya gak jauh gitu…” W2.R2.NB.P.MDN.14Juni2014LBb342-351h17-18
“Sosialisasi gak susah dia..keluar rumah jugak dia, maen jugak..gak inilah..gak apa namanya gak di rumah aja..tapi kadang kalok anak-anak
sini sekolah, ya..dia gitu maen kucing aja di teras..awak ya nunggu dia
ajalah..kalok gak ada kerjaan dari kelurahan..” W4.R2.NB.P.MDN.13Nov2014b672-678h32
“Ini jugak, istilahnya ngerasa takut juga. Yang awak takutin itu nantik manatau tiba-tiba tah dia bekawanlah sama kawannyalah gitu kan, tah
tepukul dia anak orang tadi, dah gak nerima mamaknya tah marah gitu yakan? Ya..ada rasa cemas, ada rasa was-was jugak, karena kan orang gak
paham apa maksud dia karena dia tunarungu itu…” W3.R2.NB.P.MDN.16Juni2014b815-824h40
“Ya..dia maen aja sama anak-anak sini, dia ikot, kalok maen aliep itu dia gak ikot..tapi dia gak maen, nengok-
nengok sambil bilang “eeh..eeh..ehh” gitulah karena gak bisa ngomong tadi..kalok apa namanya..kalok dia di
ganggu, lari dia itu ke rumah ambel sapu, dipukolnya kadang anak orang, masalah jugak awak sama mamaknya. Ya..gitulah..”
W4.R2.NB.P.MDN.13Nov2014LBb634-642h30 “Pernahlah dulu itu masik kecil-kecil umur 5 taunan..kurasa gak ngerti
orang itu dia ngomong, diejek-ejeklah mungkin dia..yaudah kakak taunya pun anak orang datang ke rumah..nanges-nanges..ngadu dia katanya
dipukol Aurum..eeh..besoknya mamaknya datang.. ya..inilah..tanggung jawab jugak aku..tapi ya ku biar-biarkan ajalah dia mau maen-maen kayak
mana..yang penting kalok aku apa namanya..kalok aku dirumah, aku
awasin dialah…” W4.R2.NB.P.MDN.13Nov2014LCb646-657h30-31
Sampai saat ini, Aurum tidak bersekolah di SLB Sekolah Luar Biasa. Namun, NB berkata bahwa ia juga ingin menyekolahkan Aurum. Sehari-hari,
Aurum menghabiskan waktunya dirumah bersama dengan NB. Suami NB pernah menyarankan akan memasangkan kembali alat bantu dengar hearing
of aids untuk Aurum. Jadi, meskipun Aurum tidak bersekolah di SLB dirinya
176 tetap mampu untuk mendengar dan berbicara. Sehingga tidak menyulitkan
Aurum untuk berinteraksi dengan lingkungannya. “Enggak. Tapi nantik mau jugak disekolahkan jugak di SLB. Istilahnya
pun suamiku mau belikkan dia alat bantu dengar lagilah..jadi enggak pun dia sekolah, yang penting dia bisa dengar sama bicaralah. Kan gak susah
jadinya dia ke lingkungan.…” W2.R2.NB.P.MDN.14Juni2014LBb300-306h15-16
NB juga mengaku bahwa pada awal pernikahannya, NB merasakan kebahagiaan dengan keluarga kecilnya. Meskipun dengan kondisi bang AD
yang duda dan Aurum yang tunarungu, NB merasa bahagia menjalani rumah tangganya. Ketika usia pernikahan 2 tahun, NB merasakan adanya kikisan-
kikisan yang mengganggu rumah tangganya. Adapun kikisan-kikisan yang mengganggu rumah tangga NB, yaitu karena mertua NB mulai mencampuri
urusan rumah tangganya. “Ya..ibaratnya awal mulanya ya..kalok dibilang, ya..bahagia, ya bahagia
jugak. Istilahnya gak ada rintangan apapun, istilahnya gak ada masalah apapun. Tapi, lama-kelamaan lambat laun kok ada istilahnya kikisan-
kikisan yang merusak rumah tangga awak tu tadi….” W1.R2.NB.P.MDN.13Juni2014LA5b313-320h15-16
“Iya, setelah dijalani…2 taun..” W1.R2.NB.P.MDN.13Juni2014b329h16
“Ini kok malah ibaratnya, rumah tangga kami orang tuanya yang mau ngatur…”
W1.R2.NB.P.MDN.13Juni2014b344-346h17
NB mengaku bahwa kedua orang tua bang AD ikut campur terhadap semua urusan rumah tangga NB. Selain itu adik ipar NB yang perempuan,
juga turut mencampuri urusan rumah tangga NB. Menanggapi campur tangan
177 kedua orang tuanya, suami NB hanya dapat berdiam diri. Suami NB bersikap
diam dikarenakan dirinya menghargai kedua orang tuanya, sehingga dirinya memilih untuk tidak menggubris perlakuan kedua orang tuanya. Berbeda
dengan suaminya, NB tidak menerima perlakuan dari keluarga suaminya tersebut dan merasa tidak tahan menghadapi perlakuan keluarga suaminya
tersebut. “Ha..ada ikut campur tangan orang tua, dari adek ipar pun ikut campur
tangan juga. Sementara, dia posisi pun belom berkeluarga. Istilahnya si abang tadi ni, ya..kemungkinan dia pun dia menghargai orang tuanya,
males ributlah. Males ribut, dia bukan karena apa..mungkin dia takut, tapi kok lama-kelamaan, kakak gak tahan jugak. Ibaratnya suruh ikut aturan
orang itu semua gitu…” W1.R2.NB.P.MDN.13Juni2014b349-359h17
“Iya. Dulunya kayak gitu. Istilahnya anaknya harus ikut apa kata orang tuanya. Ya..kami ya gak bisa nerima gitulah…”
W1.R2.NB.P.MDN.13Juni2014b371-374h18
Mulai dari hal-hal kecil sampai hal-hal besar yang ada di dalam rumah tangga NB, mertuanya ikut mencampuri urusan tersebut. Menurut NB, salah
satu hal yang dicampuri oleh mertuanya yaitu jadwal mengasuh anak tiri NB, Aurum. Semenjak awal pernikahan, NB hanya diperbolehkan mengasuh
Aurum mulai dari hari Senin sampai Jum’at saja. Sedangkan pada hari Sabtu dan Minggu, mertua NB meminta Aurum untuk menginap di rumahnya.
Dengan adanya jadwal mengasuh yang ditentukan oleh mertuanya, NB juga menjadi memiliki waktu berdua dengan suaminya ketika hari Sabtu dan
Minggu. Setelah menikah, NB mengaku baru dapat menghabiskan waktu berdua dengan suaminya. Semasa pacaran, dirinya jarang menghabiskan
178 waktu berdua dengan bang AD. Hal tersebut dikarenakan anak bang AD yang
selalu ikut pergi dengan NB dan bang AD. NB mengaku bahwa dirinya malas untuk mengajak Aurum dikarenakan, ketika Aurum meminta sesuatu dan NB
maupun suaminya tidak memahaminya, maka Aurum akan menangis sambil memukul NB. Aurum tidak berani untuk memukul ataupun menangis di depan
Bapaknya karena takut dimarahi dan dibentak. “Oh..kalok masa berduaan sama bang AD itu, ya..ya ini pas udah nikahlah
qi. Pas udah nikah itu baru bisa ada waktu berduaan sama lakikku. Karena dari awal nikah, neneknya itu, mamaknya bang AD lah yakan, mintak
kalok setiap Sabtu sampek Minggu nginep di rumah neneknya. Ya..dari situlah ada waktu berdua sama lakikku..walaupun cuman dua hari
istilahnya, tapi ngerasa bebas aja gitu istilahnya bisa ngabisin waktu berdua ama lakikku sendiri, sekali-kali ngerasa gak diikutin sama anak tiri
kan enak jugak rasanya…” W4.R2.NB.P.MDN.13Nov2014b178-191h9-10
“Iya..cuman 5 hari aja dia di rumah..samakulah dia.. selebihnya tempat neneknya pas Sabtu-
Minggu itulah…” W4.R2.NB.P.MDN.13Nov2014b229-232h12
“Malesnya bawak dia ini kan, kalok permintaannya gak diturutin, mau dia itu mukul-mukul aku, gak berani dia sama bapaknya takot
dibentak...dipelototin. Dari kecil itu sukak kali dia mukul aku kalok apa..kalok gak dipenuhin maunya. Ya..memanglah pukulan anak umur 3
tahun ya gak kerasa sih, tapi pas umur 3 tahun aja, dia samaku itu kayaknya gak mau. Baek-baek aja aku ngadepin
si Aurum itu…” W4.R2.NB.P.MDN.13Nov2014b191-202h10
Semenjak menikah, NB dan suaminya akan menjemput Aurum pada Minggu sore dirumah mertua NB. Ketika menjemput Aurum di rumah
mertuanya, suami NB tidak mengizinkan NB terlalu lama berada di rumah orang tuanya karena suaminya juga sudah mengetahui perlakuan dingin
ibunya kepada NB. Menurut NB ketika Aurum pulang dari rumah neneknya,
179 perilaku Aurum mengalami perubahan. NB merasa bahwa tingkah laku
Aurum tidak seperti biasanya. Aurum akan bertingkah seenaknya seperti menyerak-nyerakkan mainannya, membawa anak kucing masuk ke kamarnya
dan mengurung anak kucing tersebut sampai mati di lemari pakaiannya. Selain itu menurut NB, Aurum tidak mengerti untuk membereskan rumah. Ketika
NB memberikan contoh untuk membereskan barang-barang yang berserakkan dilantai, Aurum hanya diam dan tidak memperdulikan NB. Menurut NB,
Aurum hanya mengetahui kesehariannya saja, seperti makan, bermain dan mandi. Meskipun Aurum berperilaku kurang menyenangkan bagi NB, NB
mengaku bahwa dirinya tetap berusaha merawat Aurum dengan baik. “Minggu sore kami jemput lagi Aurum kan dari rumah mertuaku. Ya..di
rumah mertuaku pun, lakikku ya..ngajak pulangnya cepat jugak, rumah deket pun tapi gak akur gak enak jugak kayak gitu sebenarnya..lakikku
kurasa tau jugaklah dia kayak mana perlakuan mamaknya ke aku, jadi ya udah, Minggu sore itu, kami cuman jemput Aurum aja, gak ada istilahnya
dudok lama-
lama disitu…” W4.R2.NB.P.MDN.13Nov2014b214-224h11
“Apalagi kalok dia baru pulang dari rumah neneknya, udahlah laen aja itu tingkahnya, semua diserak-serak, bawak masok anak kucing sampek
mati..iya mati anak kucing itu di dalam lemari pakaiannya, terpaksa bongkar jugaklah aku. Kerjaan aku jugak. Anaknya gak ngertilah kalok
untuk dibina…diajarin beresin rumah itu agak susah memang dia...disuruh kutip barang aja, gak mau dia…aku contohkanlah ngutip barang-barang
yang beserak itu..ya..gak ngerti jugak…diem aja. Yang tau dia itu ya..makan, mandi..keseharianlah yang dia bisa.. karena kan dulu ngerawat
dia pelan-pelan jugak aku..istilahnya walau gak sabar pun, terawat jugak
gitu anak lakikku…usaha supaya gak jeleklah aku dimata neneknya…” W4.R2.NB.P.MDN.13Nov2014b264-283h13-14
Pada usia 6 tahun, Aurum pernah meludahi NB. Ketika siang itu, NB sedang sibuk mengurus urusan warga di lingkungannya, sehingga NB
180 terlambat mengambilkan makan siang untuk Aurum. Karena Aurum merasa
lapar, Aurum pun pergi ke dapur dan berusaha untuk mengambil nasi sendiri. Ketika Aurum tidak bisa mengambil nasi yang berada di atas meja, Aurum
pun menangis. Mendengar tangisan Aurum tersebut, NB pun langsung bergegas ke dapur dan menghampiri Aurum. Saat NB mengambil piring yang
ada di tangan Aurum, seketika itu juga Aurum langsung meludahi NB karena merasa kesal. NB merasa terkejut dengan perlakuan anak tirinya tersebut.
Merasa kesal dengan perlakuan Aurum, NB pun meninggalkan Aurum di dapur dan tidak memperdulikan keadaan Aurum yang saat itu lapar. NB pun
mencuci mukanya dan kembali mengurus urusan warga di lingkungannya. NB merasa sakit hati dengan perlakuan kasar Aurum kepadanya. NB mengaku
bahwa dirinya tidak pernah diludahi oleh orang tuanya, namun anak tirinya berani melakukan hal tersebut kepadanya. NB juga mengaku, jika Aurum
marah karena permintaannya tidak dipenuhi, maka Aurum akan melempar NB dengan sisir dan botol minuman. NB juga mengaku bahwa dirinya tidak berani
untuk memukul ataupun memarahi Aurum ketika Aurum berbuat tidak baik kepadanya. NB takut bahwa segala perbuatannya akan diceritakan mertuanya
kepada orang lain dan akan dianggap kejam dan salah oleh mertuanya. “Waktu hari tu kan, siang-siang…dia mintak makan..teros aku agak lama
ngambelnya karena nguros file-file warga..semua orang ini mau cepat..jadi aku prioritaskan file orang ini yang datang ke rumah itulah..rupaknya
nanges dia karena gak sampek ambil nasiknya di meja, jadi pigi ke dapur, ku ambil piring di tangan dia itu, tros diludahin dia aku..terkejut jugak
disitu..yaudah ku tinggal aja nasik dia di atas meja, ku cucilah mukakku, teros balek aja situ aku ke ruang tamu..gak perduli lagi aku disitu sama
dia..iss gak pernah aku diludahin orang..mamakku aja gak pernah..ini bisa
181 dia ngeludahin aku kayak gitu..anak tiriku yang gituin aku..entah siapa
yang dicontohnya...” W4.R2.NB.P.MDN.13Nov2014b814-831h38-39
“Ya..itulah gara-gara dia ngeludahin aku waktu itu. Saket kali hati aku disitu. Bukan diludahin dia ajalah, dilempar barang pun pernah ke badan
aku, kalok permintaan dia kita gak ngerti, mau jugak dia itu ngelempar barang di deket dia, kayak sisir, botol aqua..iiiss..kalok aku udah cukop-
cukoplah ngadepin dia yang kayak gitu. Itu pun di depan Bapaknya gak berani dia. Karena Bapaknya kan maen bentak, mukul jugak..kalok aku
enggak, g
ak berani aku mukul anak orang…udah marah..ngelempar- ngelempar barang pun, ku bujoklah dia kusuruh aja dia dudok deketku,
itupun gak mau..dipukolnya jugak…yaudahlah kadang ku kasih duet ajalah dia…seribu..dua ribu…”
W4.R2.NB.P.MDN.13Nov2014b311-3281h15-16 “Makanya..kalok apa..Bapaknya bentak dia, ku biarkan aja situ, orang
anaknya kan, kalok aku baru gak mau…karena nantik salah lagi aku..ditunjok-tunjoknya aku nantik pas di rumah neneknya, dah..dikira
neneknya aku mukol dia, padahal enggak. Makin gak sukak ajalah
mertuaku kalok gitu ceritanya ya kan? Diam” W4.R2.NB.P.MDN.13Nov2014b331-339h16-17
“Awak udah cukup-cukup ngapain orang itu, salah juga nada meninggi, cerita sama orang katanya dipukulinlah cucunya. Padahal gak pernah
sedikitpun mukulin cucunya. Kalok anaknya gadoh, ku panggillah
Bapaknya, ‘tuh anaknya, anaknya berantem’. Yaudah, Bapaknya yang mukul, dituduhnya aku...”
W1.R2.NB.P.MDN.13Juni2014b434-442h21
Menjelang lima tahun usia pernikahan pada tahun 2013, NB mendengar cerita bahwa mertua dan adik-adik iparnya tidak menyetujui pernikahan NB
dan bang AD. NB mendengar cerita tersebut dari suaminya sendiri, bang AD. Bang AD bercerita kepada NB, bahwa adik perempuan dan keluarganya tidak
menyetujui pernikahannya. Menurut NB jika bang AD menyayanginya, maka bang AD tidak akan menyampaikan cerita tersebut kepada NB. NB sangat
menyesali cerita bang AD tersebut. Menurutnya mengapa setelah lima tahun
182 menjalani rumah tangga, mertuanya baru menyatakan bahwa ia tidak setuju
dengan NB. Ketika mendengar ketidaksetujuan ibu mertuanya, NB merasa siap dan tidak merasa keberatan jika harus berpisah dengan bang AD. NB
mendengar ketidaksetujuan ibu mertuanya tersebut, setelah Bapak mertuanya sudah meninggal. Ibu mertua NB tidak berani berkata bahwa ia tidak
menyetujui pernikahannya dengan bang AD pada awal pernikahan.
“Dah gitukan, hem..semua adeknya yang ngatur terus menjelang lima tahun di 2013, bulan 12, hem.. cerita adeknya sama abangnya tadi,
‘sebetulnya bang, kami gak setuju abang kawin sama kak Bety.’ Disahutin mamaknya, ‘yang dibilang Dian itu betol Di, mamak pun gak setuju’.
Kenapa setelah lima tahun bilang kayak gitu? Itupun kakak taunya dari bang AD jugak dia cerita sama kakak. Ibaratnya kalok memang dia gak
mau ngomong kayak gitu kan, kalok memang istilahnya dia sayang samaku, kan gak mungkin ucapan mamaknya itu disampekkan samaku,
ucapan adeknya itu disampekkan samaku kayak gitu. Jadi kubilang… jadi kubilang, kalok memang mamakmu gak setuju pun gak papa, kubilang.
Kalok aku terserah aja kubilang, aku pun gak susah,..”
W1.R2.NB.P.MDN.13Juni2014b382-404h18-19 “Iya. Ya..gitulah. Tapi, setelah meninggal orang tua laki-lakinya, barulah
mamak dia tadi ngomongnya kayak gitu. Dulu waktu ada orang tuanya yang laki-
laki gak ada dia ngomong gitu. Gak berani dia ngomong...” W1.R2.NB.P.MDN.13Juni2014b415-421h20
“Iya. Dulunya kayak gitu. Istilahnya anaknya harus ikut apa kata orang tuanya. Ya..kami ya gak bisa nerima gitulah.”
W1.R2.NB.P.MDN.13Juni2014b371-374h18
Semenjak saat itu, NB merasa bahwa setiap perbuatan yang dilakukannya selalu salah dimata mertuanya. NB dinilai sebagai ibu tiri yang kejam untuk
Aurum. Ibu mertuanya pernah menuduh NB memukul Aurum dan menceritakan hal tersebut kepada tetangga-tetangganya. Mendengar hal
183 tersebut, NB merasa sakit hati dan tidak terima atas tuduhan ibu mertuanya
tersebut. Meskipun keluarga suaminya menuduh NB memukul anak tirinya, tidak membuat keluarga NB percaya dengan cerita tersebut. Keluarga NB
turut memberikan dukungan kepada NB agar NB tidak mendengarkan keluarga suaminya. Meskipun NB mendapatkan penilaian buruk dari keluarga
suaminya, NB tidak merasa menyesal menjadi seorang ibu tiri karena dirinya merasa tidak berbuat kejam dengan anak tirinya.
“Istilahnya aku sendirilah, sebagai ibu tiri kan memang orang itu nampak sendiri kalok aku sama anak tiriku sayang. Tapi tuduhan orang itu
keluarga lelaki, aku yang kejam. Malah terbalek lah. Mereka pun tau aku ya..biasa aja. Orang aku memang gak seperti yang diadukan sama keluarga
dia gitu keluarga lelaki. Keluargaku kan bisa nilai mana baik,
buruknya...” W1.R2.NB.P.MDN.13Juni2014b553-564h26-27
“Cuman kan kalok ini…untuk pribadi saya sendiri lah ya..istilahnya kan saya sebagai orang yang punya status ibu tiri, ya..mereka keluarga
partisipan lebih membenarkan saya, daripada keluarga dari suami saya. Istilahnya memang gak sekejam itulah perlakuan saya sama anak tiri
saya…” W1.R2.NB.P.MDN.13Juni2014LA4b575-583h27-28
“Itulah susah ibu tiri tadi tu kalok dimata orang ini..Tapi aku gak ini kok..istilahnya gak nyesal jadi ibu tiri. Orang memang aku gak berbuat
jahat…” W2.R2.NB.P.MDN.14Juni2014b187-191h9-10
Adapun adaptasi NB dalam menghadapi keluarga suaminya yaitu berusaha untuk berbuat baik dan berusaha untuk tetap menghadapi perlakuan dari
keluarga suaminya. Awalnya, NB tidak berani melawan perkataan mertuanya. Namun saat ini ketika NB mengetahui bahwa ibu mertuanya tidak menyetujui
NB sebagai menantunya, NB pun merasa berani untuk melawan mertuanya.
184 NB mengaku, terkadang ibu mertuanya juga berkata kasar kepada NB.
Menghadapi perlakuan dari ibu mertuanya tersebut, NB merasaa sakit hati. Namun, dirinya harus tetap bertahan dan beradaptasi menghadapi situasi
tersebut. Menurutnya, jika dirinya tidak bisa menghadapi perlakuan dari ibu mertuanya, maka dia tidak akan mampu untuk menjalani rumah tangganya
sampai saat ini dan nantinya. Selain itu, NB memiliki prinsip untuk menikah sekali seumur hidup. Oleh karena itu, NB akan tetap berusaha
mempertahankan rumah tangganya sampai saat ini.
“Adaptasi..ya..gitulah. Aku hadep-hadepin ajalah qi..dijalanin ajalah. Kalok gak, gak mungkin kan aku bertahan sampek 6 tahun ini ngadepin
rumah tanggaku yang seperti ini. Dah gitu kan..aku memang punya prinsip untuk nikah itu..ya..cuman sekalilah seumur hidup. Makanya aku bertahan
ya..dihadepin gitulah qi..berusaha ajalah buat yang terbaek, meskipun
salah teros dimata mertuaku, depan keluarga lakikkulah…” W4.R2.NB.P.MDN.13Nov2014b427-437h21
“Iya..kadang mamaknya itu kalok ngomong gak dipiker dulu..saketlah denger mamaknya ngomong itu..kasar..adaptasi,,ya gitulah cakap
baek..sopan ajalah sama dia..kalok aku gak salah, teros disalahkan, baru
aku berani ngelawan…” W1.R2.NB.P.MDN.13Juni2014b480-486h23
Menanggapi penilaian negatif dari keluarga suaminya, NB juga mendapatkan dukungan dari suaminya. Suaminya berkata untuk tidak terlalu
mendengarkan penilaian-penilaian negatif keluarganya mengenai NB. Suaminya menganggap bahwa NB bukanlah seorang ibu tiri dan istri
keduanya. Suaminya mengatakan bahwa NB adalah istri pertamanya yang sangat disayanginya. Menurut suaminya, yang terpenting adalah hubungan
dan rumah tangga yang mereka jalani. Suaminya juga berkata bahwa dirinya
185 hanya mendengar penilaian yang baik saja dari keluarganya serta tidak
memperdulikan penilaian negatif dari ibu dan adik-adiknya. Meskipun pernikahannya tidak disetujui oleh mertua dan adik-adik iparnya, NB merasa
harus tetap menjalani rumah tangganya hingga ke depan nantinya. “Kalok mengenai status, dari dia..ya..gak dianggapnya aku ini ibu tiri.
Ya..istilahnya dianggapnya akulah istri dia yang pertama, walaupun pada kenyataannya aku ini istri dia yang kedua…”
W2.R2.NB.P.MDN.14Juni2014LA6b213-218h11-12 “Maksudnya? Hem..ooh dia..ya..ngomong jugak dia..yaudahlah gak usah
didengerin kali ucapan keluargaku. Yang pentingkan aku sukak sama kau. Hem..istilahnya pun apapun yang dibilang orang itu, gak pernah aku
denger. Ku denger pun, yang baeknya..yang bagusnya. Kalok gak menurut
aku, pandangan aku kalok memang gak baik, itu gak ku terima…” W2.R2.NB.P.MDN.14Juni2014LA6b223-233h11-12
“Kadang dia cuman bilang, yaudahlah..aku males ribut…yang penting kita. Rumah tangga kita. Biar aja..gak usah lagi..dengar apa kata orang itu.
Saudara-saudara dia, gak usah didengerin. Yang penting kan rumah tangga
kita…” W2.R2.NB.P.MDN.14Juni2014b259-266h13
“Ya..ibaratnya untuk kedepannya ya..kakak istilahnya untuk menganalisa jugaklah hem..walaupun istilahnya keluarga kakak ditentang ama mertua,
ya..kakak jalani ajalah mana baiknya…” W2.R2.NB.P.MDN.14Juni2014b273-278h14
Melihat perlakuan anak tirinya yang kasar serta perlakuan dari mertua dan adik-adik iparnya, membuat NB merasa sulit untuk menerima Aurum menjadi
anak tirinya. Selain pernah diludahi dan dilempar benda-benda oleh Aurum, NB juga merasa bahwa semenjak dari pacaran, anak tirinya tidak pernah
menerima NB sebagai calon ibu tirinya. NB juga merasa bahwa Aurum telah mendapat hasutan dari keluarga suaminya, sehingga Aurum berani untuk
berlaku kasar dan tidak sopan kepada NB.
186 “Iya qi..iiss..entahlah. Makanya karena sikap dia itulah yang buat aku
susah gitu nerima dia jadi kayak anakku sendiri..istilahnya..kek mana ya..udah dulu waktu pacaran pun dia istilahnya gak welcome ke aku,
eh..sampek sekarang pun dia jugak masik kayak gitu, makin parah pun…” W4.R2.NB.P.MDN.13Nov2014b347-354h17
“Kayak udah dapet doktrin, hasutan..dihasut-hasut kurasa dari keluarga lakik suamiku, dijelek-
jelekin aku kurasa di depan anak tiriku sendiri…” W4.R2.NB.P.MDN.13Nov2014b202-205h10
Sampai saat ini, NB tetap berusaha melakukan yang terbaik dalam
mengasuh Aurum. Meskipun dirinya sulit untuk menerima Aurum menjadi anaknya, NB berusaha untuk tetap sabar dalam merawat dan mengasuh
Aurum. Sampai saat ini ketika usia Aurum 8 tahun, NB masih memandikan Aurum. Suami NB tidak mengizinkan Aurum untuk mandi sendiri. Bukan
karena keterbatasan mendengarnya, namun dikarenakan ketika umur 5 tahun Aurum pernah mencoba menelan pasta gigi. Namun, usahanya tersebut
berhasil diketahui oleh NB. Semenjak saat itu, suami NB menyarankan untuk tidak mengizinkan Aurum mandi sendiri. Biasanya setelah selesai mandi, NB
akan menyisir dan mengucir rambut Aurum yang sebahu dan mengambilkan nasi untuknya. Meskipun Aurum tunarungu, dirinya sudah mampu untuk
memilih dan memakai baju sendiri. “Mandi..ya dimandiin jugaklah sampek sekarang..belom ini aku..belom
bisa kayaknya ngelepas dia mandi..soalnya pernah , pas 5 taun, dia mau mandi, mau dimakan dia odol itu, ketauan samaku, ku aduin Bapaknya,
malah dimarahin Bapaknya aku.. tertawa salah lagi..yaudah dari situ dibilang Bapaknya mandiin aja dia..gitulah. Siap mandi ku sisirin
rambutnya..ngucir..ambilin nasik dia..yang mileh baju..sama makek baju,
dia itu..udah bisa dia makek baju sendiri.” W4.R2.NB.P.MDN.13Nov2014b984-959h44-45
187
3 Aspek-Aspek Penerimaan Diri
1. Persepsi mengenai diri dan sikap terhadap penampilan diri