252
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini akan diuraikan mengenai kesimpulan yang berhubungan dengan jawaban-jawaban dari permasalahan penelitian, serta saran praktis maupun
saran untuk penelitian lanjutan yang berkaitan dengan tema penerimaan diri atau ibu tiri dan anak tunarungu.
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari kedua partisipan, secara umum dapat disimpulkan bahwa :
1. Gambaran penerimaan diri ibu tiri yang memiliki anak tunarungu.
a. Partisipan 1
Partisipan 1 merasa telah mampu untuk menerima dirinya sebagai ibu tiri, serta mampu menyesuaikan dirinya sebagai ibu tiri. Hal ini
berdampak terhadap penerimaan yang baik pula pada berbagai aspek dalam hidupnya seperti, mudah menerima keadaan dan
penampilannya. Ia juga mudah menerima kelebihan dan kekurangan yang ada pada dirinya. Ia juga mampu mengatasi rasa
inferior yang muncul pada dirinya. Partisipan 1 juga memiliki respon yang baik terhadap kritikan maupun penilaian yang muncul
terhadap diri dan statusnya serta mampu menyeimbangkan ideal self dan real self pada dirinya. Partisipan 1 juga telah mampu
menyesuaikan dirinya dalam merawat dan mengasuh anak tirinya
253 yang tunarungu. Partisipan 1 merasa mudah untuk menerima
kehadiran anak tirinya Cindy yang tunarungu karena sudah mengetahui posisinya dari awal ketika berkenalan dengan
suaminya bang AN. Rumah tangga yang dijalani oleh partisipan 1 hanya selama 2 tahun, namun partisipan 1 telah mampu menerima
statusnya sebagai ibu tiri dan menerima kondisi anak tirinya yang tunarungu. Partisipan 1 telah mampu menjalani kesepuluh aspek
penerimaan diri dengan baik tanpa mengalami kesulitan yang berarti, hingga akhirnya ia mampu menerima diri, status ibu tiri,
dan kondisi anak tirinya yang tunarungu dengan sepenuhnya. b.
Partisipan 2 Partisipan 2 juga merasa telah mampu untuk menerima dirinya
terkait posisinya sebagai ibu tiri dan berbagai aspek penerimaan diri dalam hidupnya, seperti, mudah menerima keadaan dan
penampilannya. Ia juga mudah menerima kelebihan dan kekurangan yang ada pada dirinya. Partisipan 2 juga mampu
mengatasi rasa inferior yang muncul pada dirinya terkait statusnya sebagai ibu tiri yang memiliki anak tunarungu. Ia juga memiliki
respon yang baik terhadap kritikan maupun penilaian yang muncul terhadap diri dan statusnya serta mampu menyeimbangkan ideal
self dan real self pada dirinya. Partisipan 2 juga telah mampu menyesuaikan dirinya dalam merawat dan mengasuh anak tirinya
yang tunarungu. Partisipan 2 telah menjalani rumah tangganya
254 selama 6 tahun, namun sampai saat ini partisipan 2 hanya bisa
menerima status dirinya sebagai ibu tiri saja, dan belum bisa menerima anak tirinya Aurum yang tunarungu. Pada dasarnya,
partisipan 2 tidak mempermasalahkan kondisi anak tirinya yang tunarungu, dan tidak terlalu mengalami kesulitan yang berarti
dalam mengasuhnya. Sampai saat ini, partisipan 2 hanya mampu menjalani kesembilan aspek penerimaan diri dan belum bisa
memiliki penerimaan orang lain dengan baik. Hal tersebut ditunjukkan dengan sulitnya partisipan 2 menerima anak tirinya
yang tunarungu. Sulitnya partisipan 2 untuk menerima anak tirinya sebagai anaknya sendiri, dikarenakan perilaku kasar yang
ditunjukkan anak tiri dan perlakuan dari ibu mertuanya. Ibu mertua partisipan 2 turut campur dalam kehidupan rumah tangganya dan
tidak menyetujui pernikahan partisipan 2.
2. Pengaruh pemikiran positif terhadap proses penerimaan diri ibu tiri
yang memiliki anak tunarungu. a.
Partisipan 1 Pemikiran positif dan pemikiran realistik adalah unsur yang
berperan dalam proses penerimaan diri pada partisipan 1. Bagi partisipan 1, hal terpenting saat ini adalah menjalankan perannya
sebagai ibu tiri Cindy yaitu merawat dan mengasuh Cindy layaknya ibu kandung yang mengasuh anak tunarungu seperti
keluarga normal pada umumnya. Selain itu, dikarenakan partisipan
255 1 sudah mendapatkan dukungan dari suami dan orang-orang
terdekatnya, membuatnya mampu menjalani kesulitan dalam mengasuh anak tirinya yang tunarungu. Partisipan 1 juga mampu
menerima dirinya dengan baik dan dapat menikmati hidupnya dengan baik sebagai ibu tiri yang memiliki anak tunarungu.
Partisipan 1 sudah merasa cukup ikhlas dan juga tidak merasa malu dengan statusnya tersebut. Rasa sabar yang dimiliki oleh partisipan
1 juga turut berperan dalam proses penerimaan dirinya. Partisipan 1 menganggap bahwa rasa sabar adalah kunci dalam menjalani
rumah tangga maupun menerima statusnya sebagai ibu tiri yang memiliki anak tunarungu.
b. Partisipan 2
Pada partisipan 2, pemikiran positif dan dukungan sosial sangat berpengaruh terhadap proses penerimaan dirinya. Partisipan 2 telah
mampu menerima statusnya sebagai ibu tiri, namun dirinya merasa belum bisa menerima anak tirinya yang tunarungu sebagai
anaknya. Saat ini yang menjadi perhatian partisipan 2 adalah bagaimana ia mampu merubah perilaku kasar anak tirinya dan
bagaimana agar ibu mertuanya dapat menerimanya sebagai menantunya. Sampai saat ini, partisipan 2 merasa belum
mendapatkan dukungan dari ibu mertuanya mengenai pernikahan dan statusnya. Dukungan sosial yang tidak didapatkannya dari ibu
mertuanya, tidak membuat partisipan 2 berhenti mengasuh dan
256 merawat anak tirinya. Adanya dukungan dari suaminya, membuat
partisipan 2 mampu bertahan dalam menjalani rumah tangganya. Saat ini, partisipan 2 sudah merasa ikhlas lahir batin dalam
menjalani hidupnya dan menghadapi perlakuan dari ibu mertuanya. Rasa sabar yang ada pada partisipan 2 juga turut berperan dalam
proses penerimaan dirinya. Partisipan 2 juga menganggap bahwa rasa sabar adalah kunci dalam menjalani rumah tangga maupun
menerima statusnya sebagai ibu tiri yang memiliki anak tunarungu.
B. SARAN