Perairan Waduk Design based on the model of sustainable management of reservoir fisheries floating cage (reservoir case Cirata West Java)

Jatiluhur. Jumlah karamba meningkat dari 1.367 unit pada tahun 1988 menjadi 14.215 unit pada tahun 1995. Produksi ikan juga meningkat dari 2.651 ton pada tahun 1988 menjadi 19.000 ton pada tahun 1995 atau rata-rata meningkat 75 per tahun. Selanjutnya dikatakan bahwa pada budidaya ikan di KJA yang dilakukan petani ikan di Jawa Barat menunjukkan jumlah pakan yang terbuang ke perairan berkisar antara 30-40. Salah satu teknologi yang telah dikembangkan untuk menanggulangi jumlah pakan yang terbuang sekaligus menanggulangi pencemaran perairan adalah dengan karamba jaring apung ganda. Dalam pelaksanaan teknologi ini, pakan diberikan hanya untuk ikan utama pada umumnya ikan mas. Ikan utama dipelihara pada jaring lapisan atas sedangkan dalam jaring lapisan bawah dipelihara ikan yang dapat memanfaatkan pakan yang terbuang dari jaring lapisan atas contoh: ikan nila. Hasil uji coba di Waduk Jatiluhur dengan jaring lapisan atas ukuran 6m x 6m x 2m untuk ikan mas dan jaring lapisan bawah 7m x 7m x 3m untuk ikan nila, dengan lama pemeliharaan 90 hari, diperoleh produksi rata-rata ikan mas saat panen adalah 15 kali dari bobot awal, sedangkan ikan nila diperoleh produksi 10 kali. Konversi pakan ikan mas didapatkan 1,6 dan ikan nila 1,0. Karamba jaring apung secara umum merupakan kegiatan ekonomi yang menguntungkan jika dikelola dengan baik, sehingga telah menarik investor baik di investor dari masyarakat sekitar waduk itu sendiri maupun investor dari luar masyarakat sekitar Waduk Cirata. Perkembangan KJA di Waduk Cirata sangat cepat. Menurut Garno 2000, pada tahun 1999 tedapat 27.786 KJA dengan produksi ikan 25.114 ton. KJA di Waduk Cirata telah menutupi 136 ha atau 2,2 permukaan waduk dan sisa-sisa pakan yang tertampung di dalam waduk ada sekitar 198,376 ton 8,667 ton N dan 1,239 ton P sedangkan pada tahun 2003, tercatat sebanyak 38.276 unit KJA sehingga sisa pakan yang berada di dasar waduk adalah sebesar 279.121 ton Prihadi 2005. Menurut Schimittou 1991 dalam Adnyana 2001, KJA kondisinya sangat tidak teratur dan telah melampaui batas lestari 1 dari total area yang tersedia. Sisa pakan dan kotoran ikan yang berlebihan telah menimbulkan endapan sekitar 10 dari total pakan yang diberikan. Dari akumulasi endapan di dasar waduk kondisi perairan menjadi eutrofikasi yang menjadi bahaya laten budidaya ikan perairan waduk yang dapat mengakibatkan kematian masal pada ikan. Limbah dari aktivitas KJA di Waduk Cirata yang menumpuk di dasar perairan waduk telah menimbulkan dampak negatif baik terhadap lingkungan perairan maupun terhadap kelangsungan umur waduk dan kegiatan usaha perikanan. Sebagai contoh, adanya hujan terus menerus selama minimal dua hari mendung dan atau gerimis apalagi diikuti dengan angin yang cukup kencang, akan berakibat munculnya peristiwa pembalikan massa air di dasar perairan ke perairan bagian atas, sehingga zat beracun yang sudah lama terakumulasi di dasar perairan terangkat ke atas. Peristiwa ini disebut dengan kejadian umbalan yang mengakibatkan kematian massal pada ikan dalam KJA.

2.5 Pembangunan Berkelanjutan

Pembangunan berkelanjutan merupakan kebijakan global yang dicetuskan sebagai akibat akumulasi keprihatinan terhadap ketidakseimbangan antara pertumbuhan penduduk dengan kemampuan pemenuhan kebutuhan pangan, ketidakmeratan kesejahteraan umat manusia, dan kecenderungan timbulnya dampak lingkungan. WCED menyelesaikan agenda pembangunan global dengan mengeluarkan dokumen Our Common Future pada tahun 1987, dalam dokumen dikemukakan bahwa tata ekonomi dunia menjadi pemicu kerusakan lingkungan dan mengusulkan pembangunan berkelanjutan. “Pembangunan Berkelanjutan” menjadi jalan tengah untuk mewadahi pembangunan berorientasi ekonomi dan kelestarian lingkungan. Pembangunan berkelanjutan mengintegrasikan nilai lingkungan, ekonomi, dan sosial dalam perencanaan sehingga tercipta pemerataan distribusi manfaat antar strata sosial ekonomi dan jender, dan tersedia peluang pembangunan bagi generasi mendatang. Berdasarkan definisi di atas maka pembangunan berkelanjutan ditopang oleh tiga pilar, yaitu 1 pembangunan lingkungan hidup, 2 pembangunan ekonomi dan 3 pembangunan sosial. Ketiga pilar saling terkait dan memperkuat satu sama lain Eppel 1999; Harris 2000, bersifat dinamis dengan mendorong penggunaan sumberdaya yang didukung oleh