5.2 Analisis Kelembagaan untuk Pengelolaan Waduk Berbasis Perikanan
Budidaya KJA Berkelanjutan Kasus Waduk Cirata
Sesuai dengan UU. No. 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air yang terdiri dari 3 komponen utama yaitu konservasi, pemanfaatan dan pengendalian daya
rusak air. Waduk merupakan sumber daya air yang telah banyak mengalami penurunan fungsi dan kerusakan ekosistem. Hal ini disebabkan oleh pengelolaan
waduk yang banyak mengalami kendala karena permasalahannya bersifat kompleks. Dalam UU sumberdaya air telah mengamanatkan untuk melakukan
pengelolaan waduk dengan melakukan konservasi, pemanfaatan, pengendalian daya rusak air. Selain itu masih ada peraturan lain seperti PP. No. 51 Tahun 1997
tentang Lingkungan Hidup; PP. No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air; PP. No. 32 Tahun 1990 tentang Kawasan
Lindung; Kep. Pres No.1232001 tentang koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air pada tingkat Propinsi, Wilayah Sungai, Kabupaten dan Kota serta Keputusan
Menteri yang terkait tentang pengelolaan sumberdaya air. Walaupun sudah banyak undang–undang atau peraturan yang dibuat tentang
pengelolaan sumber daya air dan yang terkait dengan pengelolaan sumber daya air akan tetapi pada kenyataannya konservasi sumber daya air, pengendalian daya
rusak air terhadap sumber daya air pada waduk masih jauh dari harapan, hal ini diduga akibat lemahnya penegakan hukum. Fenomena tersebut terjadi di perairan
Waduk Cirata dimana sebagai waduk dengan fungsi tunggal PLTA sudah berubah menjadi waduk multifungsi diantaranya untuk kegiatan perikanan
budidaya di KJA. Keberadaan KJA di waduk merupakan salah satu permasalahan besar yang sampai sekarang belum dapat dipecahkan. Sampai saat ini jumlah KJA
sudah melebihi daya dukung perairan sehingga mengganggu fungsi utama dari waduk tersebut. Oleh sebab itu, perlu segera dicari suatu strategi pengelolaan
perikanan budidaya KJA di Waduk Cirata secara berkelanjutan. Tabel 16 memperlihatkan jumlah KJA di perairan Waduk Cirata tahun 2007. Jumlah KJA
tahun 2007 sebanyak 51.418 petak, jumlah tersebut sudah melebihi batas jumlah yang direkomendasikan oleh Balitkanwar yaitu 2.727 petak. Sedangkan
Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 412002 tanggal 29 Nopember 2002 ditetapkan sebanyak 12.000 petak 1 dari luas perairan waduk. Hamparan KJA
di Waduk Cirata dibagi dalam 3 wilayah kabupaten yaitu zona 1 wilayah Kabupaten Bandung Barat, zona 2 wilayah Kabupaten Purwakarta, dan zona 3
wilayah Kabupaten Cianjur. Wilayah Kabupaten Cianjur mempunyai jumlah petak terbanyak dibandingkan Kabupaten Bandung Barat dan Purwakarta. Hal ini
disebabkan luasan perairan yang masuk ke wilayah kabupaten Cianjur lebih besar dibandingkan dua kabupaten lainnya.
Berdasarkan hasil diskusi dengan pakar dan hasil analisa lapangan maupun studi literatur, dipilih 4 elemen yang dipakai untuk mengukur pengelolaan waduk
berbasis perikanan KJA berkelanjutan di Waduk Cirata yaitu 1. Tujuan program yang ingin dicapai,
2. Kebutuhan program yang diperlukan, 3. Lembaga yang terlibat serta
4. Kendala progam. Pengelolaan waduk berbasis perikanan budidaya KJA di Waduk Cirata
mempunyai tujuan yang diharapkan dapat membantu dalam keberhasilan pengelolaan Waduk Cirata. Adapun elemen tujuan terdiri 12 elemen yaitu 1
Rasionalisasipenurunan jumlah KJA, 2 Penyesuaian tata letak KJA dengan zonasi peruntukan, 3 Kelestarian sumberdaya perairan waduk, 4 Produksi ikan
berkelanjutan, 5 Lapangan pekerjaan bersinambungan, 6 Terjaganya keseimbangan ekosistem perairan, 7 Kelestarian sumber daya perikanan, 8
Peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar waduk, 9 Monitoring perubahan perairan waduk, 10 Penegakan regulasi pemerintah, 11 Terjadinya koordinasi
antar institusi dan 12 Membuat strategi pengelolaan perikanan bersama masyarakat.
Elemen kebutuhan program yaitu: 1 Penetapan zonasi budidaya KJA dan areal penangkapan suaka perikanan, 2 Penentuan kepemilikan sumberdaya
waduk, 3 Pemilihan unit pengelola yang tepat, 4 Keberadaan lembaga penyuluh, 5 Pelatihan pelaku pengelola, 6 Penetapan jumlah KJA sesuai daya
dukung perairan waduk, 7 Kerja sama lintas sektoral, 8 Kemudahan birokrasi, 9 Pemacuan stok ikan, 10 Pemodalan dan fasilitas pinjaman, 11 Pemasaran
yang baik, 12 Monitoring dan evaluasi pengelolaan.
Dengan adanya tujuan serta kebutuhan program dalam pengelolaan waduk, ternyata ditemukan 12 elemen kendala yaitu: 1 Masih terdapat perbedaan
persepsi dalam pengelolaan waduk, 2 Lokasi dan batas wilayah pengelolaan belum jelas, 3 Masih rendahnya kemampuan untuk pengelolaan bersama, 4
Belum adanya partisipasi aktif masyarakat, 5 Belum terbinanya kemitraan yang menguntungkan semua pihak, 6 Tanggung jawab kepemilikan waduk tidak jelas,
7 Kerjasama lintas sektoral masih lemah, 8 Tidak adanya penyuluhan terhadap masyarakat, 9 Belum adanya sistem peringatan dini, 10 Belum adanya
monitoring secara aktif terhadap pengaruh setiap intervensi, 11 Belum adanya pengembangan strategi berkelanjutan, dan 12 Penegakan regulasi.
Dalam pengelolaan waduk berbasis perikanan budidaya berkelanjutan akan melibatkan berbagai lembaga baik pusat maupun daerah. Pengelolaan waduk
berbasis perikanan budidaya KJA akan melibatkan berbagai instansi yang terkait dalam hal perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian. Untuk mewujudkan
keberhasilan pengelolaan tersebut maka dibutuhkan lembaga yang dapat menghadapi berbagai kendala. Selanjutnya lembaga yang terlibat membutuhkan
tujuan program yang akan dipakai untuk menghilangkan kendala tersebut.
Keterkaitan antar program dibutuhkan untuk mencapai keberhasilan dalam pengelolaan waduk berbasi perikanan budidaya KJA Gambar 35.
Tujuan program
Kendala program
Kebutuhan program
Lembaga yg terlibat
Gambar 35 Hubungan keterkaitan parameter pengelolaan waduk berbasis perikanan budidaya KJA di Waduk Cirata
Selanjutnya keempat parameter tersebut dianalisis untuk mendapatkan elemen kunci dan faktor yang menjadi penggerak keberhasilan pengelolaan waduk
berbasis perikanan budidaya Kasus Waduk Cirata.