Pengembangan Kebijakan Alternatif Analisis Kebijakan

158 manfaat waduk dari sisi energi juga harus dilibatkan dalam Badan Pengelola tersebut. Keberadaan badan pengelola ini juga harus didasari oleh partisipasi dan kesepakatan para pihak di luar institusi pemerintah. Pihak-pihak tersebut antara lain sektor swasta yang memanfaatkan nilai ekonomi dari waduk, seperti para pengusaha industri yang membuang limbahnya ke badan air yang mengalir ke waduk hingga para pengusaha jaring apung. Selain itu diperlukan partisipasi masyarakat secara umum serta Lembaga Swadaya Masyarakat yang berkepentingan dengan keberadaan waduk. Pihak lain yang perlu dimintai partisipasinya adalah institusi akademis seperti Perguruan Tinggi yang bisa memberikan masukan dan saran tentang kondisi, potensi, dan ancaman yang bisa mendorong keberhasilan atau kegagalan pengelolaan waduk melalui kajian-kajian yang bersifat akademis dan independen Gambar 107. Implikasi pendanaan dan pengelolaan pendapatan awalnya berasal dari penyertaan berbagai pihak, baik anggaran pemerintah pusat dan daerah yang terlibat, serta industri dan pihak swasta lainnya dengan memberikan dorongan melalui program CSR Corporate Sosial Responsibility atau sejenisnya. Dana CSR digunakan untuk membantu kemitraan yang ada dan pemberdayaan masyarakat terutama yang terlibat dan terkena dampak dari pengelolaan waduk. Sistem pengelolaan Waduk Cirata sendiri terbagi menjadi kebijakan status Waduk Cirata sebagai landasan terhadap kebijakan lain, yaitu kebijakan konservasi lingkungan DAS Citarum, kebijakan peningkatan kesejahteraan sosial, dan kebijakan peningkatan nilai ekonomi Gambar 107. Status waduk dibangun berdasarkan hasil analisis zonasi waduk, analisis kondisi pencemaran waduk, dan nilai ekonomi waduk. Hasil ini disintesiskan dengan hasil analisis dari preferensi pakar dan stakeholders untuk membangun sistem pengelolaan Waduk Cirata secara berkelanjutan. Kebijakan status Waduk Cirata dititikberatkan untuk memberikan landasan dalam menentukan kebijakan selanjutnya, yaitu kebijakan konservasi lingkungan DAS Citarum, peningkatan kesejahteraan sosial, dan peningkatan nilai ekonomi, serta kebijakan pengelolaan waduk secara keseluruhan. Seluruh kebijakan yang disusun mengacu pada Sistem Manajemen Lingkungan SML Waduk Cirata 159 yang telah ditentukan sebelumnya. Kebijakan konservasi disusun berdasarkan optimalisasi dari kepentingan lingkungan dan ekonomi di Waduk Cirata. Hal serupa juga berlaku dalam penyusunan kebijakan peningkatan nilai ekonomi waduk. Kebijakan ini didasari oleh pemanfaatan sumberdaya yang ada di Waduk Cirata untuk menunjang peningkatan ekonomi dengan memperhatikan kelestarian lingkungan. Kebijakan peningkatan kesejahteraan sosial disusun berdasarkan optimalisasi pelestarian sistem sosial dan pemberdayaan masyarakat dengan kepentingan pemanfaatan sumber daya alam waduk guna kepentingan ekonomi. 160 Badan Pengelola Waduk Cirata Pemda Kab. Bandung Pemda Kab. Cianjur Pemda Prov. Jabar Pemerintah Pusat BPLHD Dep. ESDM LSM Masyarakat Lokal Institusi Teknis Lembaga Penelitian Perguruan Tinggi Rehabilitasi Kawasan Pemberdayaan Masyarakat Pengelolaan Waduk Cirata, Jawa Barat masukan kesepakatan Pelibatan Dalam Pengelolaan Konservasi SD Air Peningkatan Nilai Ekonomis KJA Pemanfaatan Pariwisata Sosialisasi, Edukasi Pengendalian Pencemaran CSR Kebijakan Konservasi Lingkungan DAS Citarum Kebijakan Peningkatan Kesejahteraan Sosial Kebijakan Peningkatan Nilai Ekonomi evaluasi umpan balik informasi masukan pendampingan masukan masukan musyawarah dana pemberdayaan bantuan pengeloaan dana csr penelitian informasi Pemda Kab. Purwakarta Indonesian Power PLN Industri terkait Pengendalian Sedimentasi Pemanfaatan Limbah Pemanfaatan Ikan Pemakan Plankton Ketetapan Status Zonasi Waduk Kebijakan Status Waduk Cirata Penegakan Hukum Gambar 107 Model konseptual pengelolaan Waduk Cirata Jawa Barat berkelanjutan.

6.1 Kebijakan Status Waduk Cirata

Kebijakan status merupakan landasan yang penting bagi penyusunan kebijakan lanjutan yang bersifat lebih operasional. Kebijakan ini perlu disusun untuk memperjelas landasan pengelolaan Waduk Cirata. Kebijakan ini secara normatif bisa ditempuh dengan kesepakatan para stakeholders kunci untuk menetapkan regulasi teknis sebagai landasan awal untuk melangkah pada tahap berikutnya. Stakeholders kunci tersebut terdiri dari para pihak yang bermitra melalui arahan pihak ketiga dari institusi pemerintah. Program yang bisa dilaksanakan dalam ruang lingkup kebijakan penetapan status waduk melalui: 1. Penyusunan sistem zonasi waduk; Zonasi waduk yang ada pada saat ini sudah tidak tepat lagi. Dalam implementasinya sudah tidak sesuai lagi sehingga diperlukan zonasi baru yang sudah disesuaikan dengan kondisi Waduk Cirata sekarang. Kepadatan dan zonasi keramba jaring apung di Waduk Cirata yang sudah tidak sesuai dengan zonasi ditampilkan pada Gambar 108,memperlihatkan hamparan luasan KJA berdasarkan overlay tahun 20082009, bertambah dibandingkan luasan tahun 2004. Menurut BPWC 2003, wilayah perairan Waduk Cirata mempunyai 6 zonasi yaitu mintakat bahaya, suaka,usaha, usaha terkendali, bebas dan bahaya. 2. Melakukan penegakan hukum berdasarkan sistem zonasi yang telah disusun. Dalam implementasinya, petani pembudidaya ikan sudah tidak mematuhi zonasi yang sudah ditetapkan tetapi tidak ada sangsi yang dijatuhkan kepada pelanggar zonasi. Keterangan: KJA Tahun 20082009 sumber: Google Earth 2010 Gambar 108 Peta overlay keberadaan KJA tahun 2004 dengan KJA tahun 20082009 di Waduk Cirata

6.2 Kebijakan Konservasi DAS Citarum

Sumberdaya air memberikan manfaat untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia dalam segala bidang. Pengelolaan sumberdaya air perlu diarahkan untuk mewujudkan sinergi dan keterpaduan yang harmonis antar wilayah, antar sektor dan antar generasi. Kebijakan konservasi DAS Citarum merupakan bagian dari upaya menyeluruh dalam melakukan rehabilitasi kawasan yang pada akhirnya bisa menjaga kondisi lingkungan Waduk Cirata. Program berkaitan dengan rehabilitasi kawasan adalah: 1. Melakukan upaya konservasi sumber daya air terpadu; Rehabilitasi kawasan untuk sumberdaya air waduk terkait dengan pengelolaan DAS terpadu payung hukumnya adalah UU no.41 1999 tentang Kehutanan dan UU no 7 tahun 2006 tentang sumberdaya air. 2. Melakukan pengendalian pencemaran; Melakukan pengendalian pencemaran diantaranya adalah dengan melaksanakan amdal dan ipal untuk industri sebelum membuang limbahnya ke perairan. 3. Melakukan pengendalian sedimentasi. Pengendalian sedimentasi di waduk, diantaranya dengan memperbaiki sistem pertanian di daerah hulu. Melakukan pengelolaan hutan yang sudah dituangkan dalam UU RI nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan.

6.3 Kebijakan Peningkatan Kesejahteraan Sosial

Kebijakan peningkatan kesejahteraan sosial bertujuan meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar waduk dari nilai ekonomi yang bisa digali dari pemanfaatan waduk. Program peningkatan kesejahteraan sosial ini meliputi: 1. Melakukan pemberdayaan masyarakat, melalui sosialisasi pentingnya pengelolaan waduk dan edukasi pemanfaatan nilai ekonomi waduk secara ramah lingkungan. 2. Melakukan pelibatan masyarakat dalam pengelolaan Waduk Cirata, baik dari mulai penyusunan regulasi hingga pemanfaatan nilai ekonominya. Hal ini diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan dan stabilitas sosial masyarakat sekitar waduk.

6.4 Kebijakan Peningkatan Nilai Ekonomi

Kebijakan peningkatan nilai ekonomi terkait adanya potensi ekonomi dari pemanfaatan Waduk Cirata. Program terkait kebijakan peningkatan nilai ekonomi ini meliputi: 1. Peningkatan kegiatan PLTA 2. Melakukan pemanfaatan limbah yang terakumulasi di waduk menjadi bahan bernilai ekonomi, seperti pupuk pertanian dan bioenergi. 3. Melakukan pemanfaatan keindahan alam waduk menjadi tujuan wisata yang memiliki efek domino pada peningkatan kegiatan ekonomi penunjang pariwisata, seperti penyewaan perahu, penginapan, dan penjualan makanan, cindera mata, hasil bumi, serta berbagai hal yang menarik wisatawan. 4. Melakukan pemanfaatan ikan pemakan plankton sebagai komoditas ekonomi. 5. Membatasi kepemilikan karamba jaring apung dari penduduk luar wilayah Waduk Cirata

6.5 Verifikasi Model Kebijakan

Hasil verifikasi melalui studi komparatif dan wawancara mendalam dengan stakeholders dan pakar, mengindikasikan suatu proses pemahaman mengenai pendekatan sistem dalam pengelolaan Waduk Cirata. Secara keseluruhan model pengelolaan Waduk Cirata berkelanjutan dapat merepresentasikan kondisi nyata terkait pengelolaan waduk tersebut saat ini. Kesetaraan yang dibangun antar stakeholders masih sulit untuk diwujudkan di lapangan sehingga peran masyarakat lokal sering terabaikan. Selain kesetaraan, masih terdapat konflik kepentingan dalam pemanfaatan Waduk Cirata oleh berbagai pihak terkait. Pemanfaatan Waduk Cirata secara ekstraktif oleh masyarakat diakibatkan desakan ekonomi yang perlu dicarikan solusinya. Pelaksanaan program pengelolaan seringkali tidak jelas dalam pembagian peran para stakeholders kuncinya. Jangka waktu pelaksanaan program pengelolaan harus ditentukan secara bertahap dan terukur. Model yang dibangun diharapkan bisa diimplementasikan pada pengelolaan Waduk Cirata saat ini dan masa yang akan datang.

6.6 Implikasi Kebijakan

Berdasarkan verifikasi yang dilakukan, perlu disusun strategi untuk memperkuat sistem yang telah disusun guna meningkatkan efektivitas pencapaian tujuan. Perlu dilakukan manajemen konsensus dalam menentukan keputusan bersama berdasarkan kesepakatan antar pihak guna mencapai tujuan bersama. Hal ini untuk mengeliminasi ketidaksetaraan, ego sektoral dan konflik kepentingan di antara para pihak yang terkait pengelolaan Waduk Cirata. Pemberdayaan masyarakat guna meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar perusahaan menjadi fokus utama dalam menjalankan kebijakan pengelolaan Waduk Cirata. Penyusunan tahapan program dan penanggung jawabnya secara jelas dan transparan berdasarkan kesepakatan akan menghasilkan implementasi yang optimal saat pelaksanaannya. Model konseptual kebijakan pengelolaan Waduk Cirata berkelanjutan dimulai dengan perlunya komunikasi dan kesepakatan antara para pihak terkait. Sebagai langkah awal, kerangka musyawarah harus dibangun dengan memperhatikan kriteria kesetaraan equity. Hal ini akan menuju pada perwujudan Badan Pengelola Waduk Cirata yang melaksanakan berbagai kebijakan pengelolaan waduk yang diinginkan secara berkelanjutan.

6.7 Status Keberlanjutan

6.7.1 Aspek Ekologi

Penilaian aspek ekologi pada pengelolaan waduk berkelanjutan berbasis perikanan budidaya KJA merupakan penilaian terhadap atribut frekuensi kejadian up welling, tingkat kematian ikan, tingkat produksi ikan, tingkat pencemaran di DAS tingkat pencemaran di waduk dan daya dukung perairan. Hasil analisis data dengan program Rapfish disajikan pada Lampiran 3. Gambar 109 menunjukkan atribut aspek ekologi yang sensitif terhadap kinerja pengelolaan waduk berkelanjutan yaitu frekuensi kejadian up welling, tingkat kematian ikan, tingkat produksi ikan, tingkat pencemaran di DAS tingkat pencemaran di waduk dan daya dukung perairan, dengan nilai standar error atau nilai akar kuadrat nilai tengah AKNT masing-masing sebesar 11.16, 3.17, 5.12, 5.71, 5.82,dan 1.37. Terjadinya frekuensi up welling ternyata merupakan atribut yang mempunyai AKNT yang terbesar yaitu 11,16 yang berarti atribut ini sangat menentukan dalam keberlanjutan pengelolaan waduk tersebut, diduga akibat periswtiwa up welling mengakibatkan kerugian material yang besar. Sejak tahun 1991, 1993 dan 1997 jumlah ikan yang mati di Cirata berturut-turut 34,5 ton, 29,2 ton dan 209,3 ton. Dalam sehari, jumlah ikan yang mati pasca terjadinya up welling mencapai 60 ton, atau kalau dirupiahkan setara Rp 500 juta Suyoso 2007. Data tersebut menunjukkan bahwa jumlah kerugian yang ditimbulkan oleh kematian masal ikan di Cirata dari tahun ke tahun kecenderungannya semakin meningkat. Data tersebut menunjukkan bahwa kondisi lingkungan Cirata terus memburuk. Menurut Kurnia 2006, up welling pembalikan lapisan air hanya terjadi pada waktu suhu permukaan air dan lapisan di dalamnya berbeda secara signifikan. Pada waktu suhu permukaan air turun, misalnya pada puncak musim hujan atau ketika suhu sangat dingin pada awal atau akhir musim kemarau, maka lapisan air dari dasar waduk naik dengan membawa NH 3 , H 2 S dan CO 2 . Gas dan zat beracun itu terakumulasi dari proses pembusukan anaerob di lapisan bawah, terutama akibat sisa pakan dan kotoran ikan. Fenomena tersebut biasanya terjadi puncak musim hujan, yaitu di sekitar Januari–Februari atau pada akhir musim kemarau. Untuk mengurangi dampak up welling, diantaranya adalah dengan mengurangi padat tebar, memelihara ikan yang tahan terhadap kualitas air buruk ikan catfish, penggunaan pakan ikan yang berkualitas. Pakan ramah lingkungan telah berhasil diramu oleh ahli nutrisi Ikan di Universitas Ilmu dan Teknologi Kelautan Tokyo. Pakan ini dibuat dengan menambahkan asam sitrat atau amino acid-chelated asam amino yang terikat dengan mineral seperti Zn, Mn dan Cu sehingga jumlah unsur fosfor yang dilepas ke air menjadi menurun. Dengan menggunakan pakan ikan ini, jumlah unsur fosfor yang tertahan terakumulasi di dalam tubuh ikan meningkat sekitar 30 untuk pakan yang ditambahkan asam sitrat atau 16,5 untuk pakan yang disuplementasi dengan amino acid-chelated. Penggunaan pakan ini juga berhasil menurunkan tingkat ekskresi nitrogen oleh ikan meskipun tidak begitu tinggi. Khusus untuk masalah polusi amonia yang jauh lebih berbahaya daripada fosfat, baru-baru ini telah dikembangkan strain ikan nila ramah lingkungan melalui pendekatan genetik. Dengan demikian amonia yang dikeluarkan dari tubuh ikan menjadi menurun, yaitu sekitar 30-40 lebih rendah daripada ikan biasa.