1
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG PENELITIAN
Penyelenggaraan fungsi pemerintahan daerah akan terlaksana secara optimal apabila penyelenggaraan urusan pemerintah diikuti dengan pemberian
sumber-sumber penerimaan yang cukup kepada daerah. Hal ini mengacu pada UU No 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah, dimana besarnya disesuaikan dan diselaraskan dengan pembagian kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Perimbangan keuangan pusat dan daerah adalah suatu sistem pembiayaan pemerintah dalam kerangka negara kesatuan yang mencakup pembagian
keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta pemerataan antardaerah secara proporsional, demokratis, adil dan transparan dengan
memperhatikan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah. Tujuan pokok perimbangan keuangan adalah memberdayakan dan meningkatkan kemampuan
perekonomian daerah, menciptakan sistem pembiayaan daerah secara proporsional, adil, rasional, dan transparan, mewujudkan sistem perimbangan
keuangan pusat dan daerah, menjadi acuan dalam alokasi penerimaan daerah dan menjadi pedoman pokok keuangan daerah HAW Widjaja, 2009:75.
Dana perimbangan merupakan pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintahan daerah dalam
mencapai tujuan pemberian otonomi kepada daerah, terutama peningkatan
2
pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin membaik MR Khairul Muluk, 2007:33.
Dana perimbangan transferred income dapat dibedakan menjadi Dana Bagi Hasil Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah
dan Bangunan, Pajak Penghasilan pasal 25 dan 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri, dan Pajak Penghasilan pasal 21, Dana Bagi Hasil Sumber Daya
Alam SDA, Dana Alokasi Umum DAU dan Dana Alokasi Khusus DAK. Berbagai penelitian empiris yang pernah dilakukan menyebutkan bahwa
sumber-sumber pendapatan daerah yang berasal dari pusat tersebut sangat dominan dalam pendapatan daerah. Hal ini membuat pemerintah daerah
menjadi sangat tergantung pada Pemerintah Pusat serta mengakibatkan tidak adanya usaha produktif yang dilakukan pemerintah daerah untuk meningkatkan
pendapatan daerahnya melalui pajak daerah maupun retribusi daerah. Selain itu, semua ladang pajak yang paling memuaskan juga berada
dalam tangan pemerintah pusat. Sehingga salah satu cara untuk mengatasinya, yaitu dengan memberikan pemerintah daerah bagian dari hasil pajak nasional.
Akan tetapi, pemerintah daerah juga harus membantu pemerintah pusat untuk menghimpun penerimaan pajak nasional dengan cara menyediakan bahan
keterangan mengenai wajib pajak daerah. Dengan demikian, hal ini diharapkan dapat membantu pemerintah pusat dalam meningkatkan penerimaan pajak
nasional. Bagi daerah, penerimaan Dana Bagi Hasil Pajak dan penerimaan Dana
Bagi Hasil SDA merupakan sumber penerimaan yang pada dasarnya
3
memperhatikan potensi daerah penghasil. Jika pemerintah daerah dapat mengoptimalkan penerimaan dari pajak dan sumber daya alam yang dimiliki,
maka transfer DBH yang diterima pun cenderung akan semakin besar. Akan tetapi, pembagian sumber keuangan yang berasal dari dana
perimbangan sektor SDA hanya memberikan keuntungan kepada Provinsi maupun Kabupaten penghasil SDA. Daerah yang memiliki SDA terkadang
juga memiliki struktur perekonomian yang telah tertata dengan baik. Sehingga, potensi pajak pun dapat dioptimalkan dan daerah tersebut akan mendapatkan
dana bagi hasil yang banyak, baik itu dari sisi SDA maupun pajak. Adapun daerah-daerah lainnya yang tidak memiliki kekayaan alam yang
besar, praktis hanya mengandalkan dana perimbangan dari sektor pajak saja. Sehingga, daerah tersebut harus mengoptimalkan penerimaan pajak nasional,
agar bisa mendapatkan dana bagi hasil pajak yang tinggi. Akhirnya mulai tahun anggaran 2001, berdasarkan UU PPh No 17 tahun
2000, daerah memperoleh bagi hasil dari Pajak Penghasilan PPh orang pribadi personal income tax, yaitu PPh karyawan pasal 21 serta PPh pasal
25 dan 29 orang pribadi. Ditetapkannya PPh perorangan sebagai objek bagi hasil dimaksudkan sebagai kompensasi dan penyelaras bagi daerah-daerah
yang tidak memiliki SDA tetapi memberikan kontribusi yang besar bagi penerimaan negaraAPBN HAW Widjaja, 2009:216.
Dana bagi hasil yang diberikan oleh pusat akan dibagikan secara merata kepada setiap pemerintahan daerah. Selain itu, pemerintah pusat juga akan
memberikan insentif kepada Daerah KabupatenKota yang realisasi
4
penerimaan pajak pada tahun anggaran sebelumnya melampaui rencana penerimaan yang telah ditetapkan.
Hal ini telah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan
Daerah, yang menyebutkan bahwa semakin banyak suatu wilayah menerima pendapatan pajak nasional, terutama penerimaan PBB, BPHTB, PPh pasal 25
dan 29 Wajib Pajak Orang Pribadi, serta PPh pasal 21, maka akan semakin besar pula dana bagi hasil pajak yang akan diberikan atau didapat oleh wilayah
tersebut. Adanya undang-undang tersebut membuat pemerintah daerah, khususnya bagi daerah yang memiliki SDA rendah, berlomba-lomba dan
berusaha untuk mengoptimalkan penerimaan pajak nasional yang ada di wilayah kekuasaan mereka untuk mendapatkan penerimaan dana bagi hasil
pajak yang besar. Hal inilah yang membuat beberapa orang tertarik untuk meneliti
mengenai dana bagi hasil pajak tersebut. Misalnya saja, penelitian yang telah dilakukan oleh Rahmadina 2006 yang menganalisis pengaruh penerimaan
Pajak Bumi Bangunan PBB dan Bea Perolehan Hak Tanah dan Bangunan BPHTB terhadap pendapatan daerah di Jakarta Utara. Dari penelitian tersebut
dapat disimpulkan bahwa penerimaan PBB berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan daerah sedangkan penerimaan BPHTB tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap pendapatan daerah. Penelitian Masitoh 2007, analisis pengaruh penerimaan Pajak Bumi
Bangunan PBB, Bea Perolehan Hak Tanah dan Bangunan BPHTB dan
5
Pajak Penghasilan PPh pasal 21 terhadap penerimaan daerah di Bogor, disimpulkan bahwa penerimaan PBB dan BPHTB mempengaruhi secara
signifikan terhadap tingkat pendapatan daerah sedangkan PPh 21 tidak berpengaruh secara signifikan.
Penelitian Wahyuni dan Priyo Hari Adi 2009, analisis pertumbuhan dan kontribusi dana bagi hasil terhadap pendapatan daerah, disimpulkan bahwa
DBH Pajak mengalami pertumbuhan positif, sedangkan DBH SDA mengalami pertumbuhan negatif. Selain itu, DBH pajak juga berkontribusi di atas rata-rata
kontribusi sedangkan DBH SDA berada di bawah rata-rata secara keseluruhan. Penelitian yang dilakukan Timbul Hamonangan Simanjuntak 2009,
analisis kepatuhan pajak dan bagi hasil pajak dalam perekonomian di Jawa Timur, disimpulkan bahwa dana bagi hasil pajak selalu mengalami
peningkatan tiap tahun dan sebagian besar daerah di Jawa Timur memiliki tingkat kepatuhan pajak yang rendah yang berdampak pada perolehan dana
bagi hasil pajak. Penelitian yang dilakukan Lia Ekowati, Ida Nurhayati dan Nedsal Sixpria
2003, PBB sebagai salah satu sumber dana dalam pembangunan daerah Kota Depok, disimpulkan bahwa PBB semakin efektif sejak Kota Depok terpisah
dari Kota Bogor dan PBB telah cukup memberikan kontribusi dalam pembangunan daerah Kota Depok.
Melalui penelitian yang akan dilakukan, peneliti akan menganalisis mengenai tingkat pertumbuhan pajak bumi dan bangunan PBB, bea
perolehan hak atas tanah dan bangunan BPHTB dan pajak penghasilan PPh
6
orang pribadi pada Kabupaten Tangerang periode 2005-2009. Hal yang membedakan peneliti dengan beberapa peneliti di atas adalah peneliti
menganalisis mengenai tingkat pertumbuhan masing-masing bagian dari dana bagi hasil pajak, seperti PBB, BPHTB, serta PPh Orang Pribadi, pada
Kabupaten Tangerang. Oleh karena itu, peneliti termotivasi untuk mengangkat permasalahan
tersebut dalam skripsi penulis dengan judul “Analisis Tingkat Pertumbuhan
Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dan Pajak Penghasilan Orang Pribadi pada Kabupaten Tangerang Periode 2005-
2009 ”.
B. RUMUSAN MASALAH