Bukan Objek Bea Perolehan Dasar Pengenaan Bea Perolehan

17 b.Pemberian hak baru karena kelanjutan pelepasan hak dan di luar pelepasan hak

3. Bukan Objek Bea Perolehan

Hak atas Tanah dan Bangunan BPHTB Objek-objek yang bukan termasuk objek bea perolehan hak atas tanah dan bangunan BPHTB adalah sebagai berikut: a. Perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik. b. Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum. c. Badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain di luar fungsi dan tugas badan atau perwakilan organisasi tersebut. d. Orang pribadi atau badan atau karena konversi hak dan perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama. e. Orang pribadi atau badan karena wakaf. f. Orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah.

4. Dasar Pengenaan Bea Perolehan

Hak atas Tanah dan Bangunan BPHTB Dasar pengenaan BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak NPOP. Nilai Perolehan Objek Pajak dalam hal: a. Jual beli adalah harga transaksi. b. Tukar-menukar, Hibah, hibah wasiat, waris, pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya, pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap, pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak, pemberian hak baru atas tanah di luar pelepasan hak, penggabungan usaha, peleburan usaha, pemekaran usaha, dan hadiah adalah nilai pasar. c. Penunjukan pembeli dalam lelang adalah harga transaksi yang tercantum dalam risalah lelang. Apabila Nilai Perolehan Objek Pajak NPOP, dalam hal a sampai dengan c, tidak diketahui atau lebih rendah daripada NJOP yang digunakan dalam pengenaan PBB pada tahun terjadinya perolehan, dasar pengenaan pajak yang dipakai adalah NJOP PBB. Pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan BPHTB adalah sebagai berikut: a. Pengenaan BPHTB karena waris dan hibah wasiat BPHTB yang terutang atas perolehan hak karena waris dan hibah wasiat adalah sebesar 50 dari BPHTB yang seharusnya terutang. 18 b. Pengenaan BPHTB karena pemberian hak pengelolaan. Besarnya BPHTB karena pemberian hak pengelolaan adalah sebagai berikut: 1 0 dari BPHTB yang seharusnya terutang dalam hal penerima Hak Pengelolaan adalah Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pemerintah Daerah Propinsi, Pemerintah Daerah KabupatenKota, Lembaga Pemerintah lainnya, dan Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan Nasional Perum Perumnas 2 50 dari BPHTB yang seharusnya terutang dalam hal penerima Hak Pengelolaan selain dimaksud diatas. Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak NPOPTKP ditetapkan secara regional paling banyak : a. Rp 49.000.000,00 dalam hal perolehan hak Rumah Sederhana Sehat RSH dan Rumah Susun Sederhana. b. Rp 10.000.000,00 dalam hal perolehan hak baru melalui program pemerintah yang diterima pelaku usaha kecil atau mikro dalam rangka program peningkatan sertifikasi tanah untuk memperkuat penjaminan kredit bagi usaha mikro dan kecil. c. Rp 300.000.000,00 dalam hal perolehan hak karena waris, atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah termasuk istrisuami. d. Paling banyak Rp 60.000.000,00 dalam hal selain a, b dan c. Rumus bea perolehan hak atas tanah dan bangunan BPHTB secara matematis adalah sebagai berikut:

F. PAJAK PENGHASILAN PPh

PASAL 25 1. Pengertian Pajak Penghasilan PPh Pasal 25 Pajak Penghasilan PPh Pasal 25 adalah angsuran pajak penghasilan yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak untuk setiap bulan dalam tahun pajak berjalan Waluyo, 2009:255. Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 mengenai Pajak Penghasilan, Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan sebesar pajak penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu BPHTB = 5 X NPOP – NPOPTKP 19 dikurangi dengan Pajak Penghasilan yang dipotongdipungutdibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan dibagi 12 dua belas atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak. Jadi, Pajak Penghasilan PPh pasal 25 adalah angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak setiap bulan dalam tahun berjalan. Angsuran pajak penghasilan pasal 25 tersebut dapat dijadikan sebagai kredit pajak terhadap pajak yang terutang atas seluruh penghasilan wajib pajak pada akhir tahun pajak yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan SPT tahunan pajak penghasilan. Besarnya angsuran Pajak Penghasilan PPh Pasal 25 adalah sebesar pajak penghasilan yang terutang menurut surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan pajak penghasilan yang dipotong dan atau dipungut serta pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan, kemudian dibagi 12 dua belas atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak. Apabila dalam tahun pajak berjalan diterbitkan surat ketetapan pajak untuk tahun pajak yang lalu, maka besarnya angsuran pajak dihitung kembali berdasarkan surat ketetapan pajak tersebut dan berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan penerbitan surat ketetapan pajak. Penetapan besarnya angsuran pajak berdasarkan surat ketetapan pajak tersebut bisa sama, lebih besar atau lebih kecil dari angsuran pajak sebelumnya berdasarkan surat pemberitahuan tahunan. Setelah dikeluarkan keputusan Direktur Jenderal Pajak, angsuran pajak untuk bulan-bulan berikutnya setelah tanggal keputusan itu, dihitung berdasarkan jumlah pajak yang terutang menurut keputusan tersebut.

2. Penghitungan PPh Pasal 25