38
Apabila kontribusi
yang diberikan berada di atas rata-
rata kontribusi
secara keseluruhan berarti bagi hasil
pajak tersebut potensial, dan jika berada di bawah rata-rata
berarti bagi hasil pajak tersebut tidak potensial.
c. Analisis Tingkat Efektivitas
Definisi efektivitas
adalah untuk
menyatakan bahwa
kegiatan telah dilaksanakan dengan tepat dalam arti target
tercapai sesuai dengan waktu yang
ditetapkan dengan
menggunakan sumber daya dan sarana
yang ada.
Untuk mengukur tingkat efektivitas
dana bagi hasil pajak PBB, BPHTB,
dan PPh
Orang Pribadi terhadap penerimaan
daerah pada Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Tangerang
digunakan formulasi sebagai berikut Dwirandra, 2008:8:
EDBHP = Realisasi X 100 Target
Keterangan : EDBHP = Efektivitas Dana
Bagi Hasil Pajak
Tabel 3.2 Nilai dan Kriteria Tingkat
Efektivitas NILAI
KRITERIA 100
91 - 99 81 - 90
61 - 80
≤ 60 Sangat Efektif
Efektif Cukup Efektif
Kurang Efektif Tidak Efektif
Sumber : Kepmendagri No.690.900-327 yang disederhanakan
2. Analisis Deskriptif Kualitatif
Metode analisis yang kedua adalah
dengan pendekatan
deskriptif kualitatif, yaitu dengan menjelaskan mengenai tingkat
pertumbuhan, kontribusi, dan tingkat
efektivitas penerimaan
dana bagi hasil pajak PBB, BPHTB dan PPh Orang Pribadi
pada Kabupaten
Tangerang periode 2005-2009.
E. OPERASIONAL
VARIABEL PENELITIAN
Variabel pada dasarnya adalah sesuatu yang berbentuk apa saja yang
ditetapkan oleh
peneliti untuk
dipelajari sehingga
diperoleh informasi
tentang hal
tersebut, kemudian
ditarik kesimpulan
Sugiyono, 2009:3.
Adapun variabel-variabel dalam penelitian ini
ialah pajak
bumi dan
bangunanPBB, bea perolehan hak atas tanah dan bangunanBPHTB,
pajak penghasilan
PPh orang
pribadi.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Kabupaten
Tangerang 1.
Sejarah Singkat Kabupaten Tangerang
Kabupaten Tangerang sejak ratusan tahun lalu sudah menjadi
39
daerah perlintasan perniagaan, perhubungan sosial dan interaksi
antardaerah lain.
Hal ini
disebabkan letak daerah ini yang berada
di dua
poros pusat
perniagaan Jakarta-Banten. Berdasarkan catatan sejarah,
daerah ini sarat dengan konflik kepentingan
perniagaan dan
kekuasaan wilayah
antara Kesultanan
Banten dengan
penjajah Belanda. Secara tutur- tinular,
masa pemerintahan
pertama secara sistematis yang bisa
diungkapkan di
daerah dataran ini adalah saat Kesultanan
Banten yang terus terdesak agresi penjajah Belanda lalu mengutus
tiga maulananya yang berpangkat aria
untuk membuat
perkampungan pertahanan
di Tangerang.
Ketiga maulana itu adalah Maulana
Yudanegara, Wangsakerta dan Santika. Konon,
basis pertahanan mereka berada di garis pertahanan ideal yang kini
disebut kawasan Tigaraksa dan membentuk suatu pemerintahan.
Oleh karena itu, menurut legenda rakyat
cikal-bakal Kabupaten
Tangerang adalah
Tigaraksa sebutan Tigaraksa, diambil dari
sebutan kehormatan kepada tiga maulana sebagai tiga pimpinan =
tiangtiga = Tigaraksa.
Pemerintahan ketiga maulana ini,
pada akhirnya
dapat ditumbangkan
dan seluruh
wilayah pemerintahannya dikuasai Belanda, yang berdasarkan catatan
sejarah terjadi
tahun 1684.
Berdasarkan catatan pada masa ini pun, lahir sebutan kota Tangerang.
Sebutan Tangerang lahir ketika Pangeran Soegri, salah seorang
putra Sultan Ageng Tirtayasa dari Kesultanan Banten membangun
tugu prasasti di bagian barat Sungai Cisadane kini diyakini
berada di kampung Gerendeng.
Tugu itu disebut masyarakat pada waktu itu dengan Tangerang
bahasa Sunda = tanda. Tugu itu memuat prasasti dalam bahasa
Arab
Gundul Jawa
Kuno, Bismillah
peget Ingkang
GustiDiningsun juput parenah kala SabtuPing Gangsal Sapar
Tahun WauRengsenaperang
netek NangeranBungas wetan Cipamugas
kilen CidurianSakabeh
Angraksa Sitingsun Parahyang
Arti tulisan prasasti itu adalah Dengan nama Allah tetap Yang
Maha KuasaDari
kami mengambil kesempatan pada hari
SabtuTanggal 5 Sapar Tahun WauSesudah
perang kita
memancangkan tuguUntuk
mempertahankan batas
timur Cipamugas Cisadae dan barat
Cidurian Semua menjaga tanah kaum Parahyang
Diperkirakan sebutan
Tangeran, lalu
lama-kelamaan berubah
sebutan menjadi
Tangerang. Desakan
pasukan Belanda semakin menjadi-jadi di
40
Banten sehingga
memaksa dibuatnya perjanjian antar kedua
belah pihak pada 17 April 1684 yang
menjadikan daerah
Tangerang seluruhnya
masuk kekuasaan
penjajah Belanda.
Sebagai wujud
kekuasaannya, Belanda
pun membentuk
pemerintahan kabupaten
yang lepas dari Banten dengan dibawah
pimpinan seorang bupati.
Para bupati yang sempat memimpin Kabupaten Tangerang
periode tahun 1682-1809 adalah Kyai Aria Soetadilaga I-VII.
Setelah
keturunan Aria
Soetadilaga dinilai tak mampu lagi memerintah kabupaten Tangerang
dengan baik, akhirnya penjajah Belanda menghapus pemerintahan
di daerah ini dan memindahkan pusat pemerintahan ke Jakarta.
Lalu, dibuat kebijakan sebagian tanah di daerah itu dijual kepada
orang-orang kaya di Jakarta, sebagian besarnya adalah orang-
orang Cina kaya sehingga lahir masa tuan tanah di Tangerang.
Pada 8
Maret 1942,
pemerintahan penjajah Belanda berakhir digantikan pemerintahan
penjajah Jepang. Namun terjadi serangan sekutu yang mendesak
Jepang di berbagai tempat. Oleh karena itu, pemerintahan militer
Jepang
mulai memikirkan
pengerahan pemuda-pemuda
Indonesia guna membantu usaha pertahanan
mereka sejak
kekalahan armadanya di dekat Mid-way dan Kepulauan Solomon.
Kemudian pada tanggal 29 April 1943 dibentuklah beberapa
organisasi militer,
diantaranya yang terpenting ialah Keibodan
barisan bantu
polisi dan
Seinendan barisan
pemuda. Disusul pemindahan kedudukan
pemerintahan Jakarta Ken ke Tangerang dipimpin oleh Kentyo
M Atik Soeardi dengan pangkat Tihoo
Nito Gyoosieken
atas perintah
Gubernur Djawa
Madoera. Adapun Tangerang pada waktu itu masih berstatus Gun
atau kewedanan berstatus ken kabupaten.
Berdasarkan Po No. 342604 yang menyangkut pemindahan
Jakarta Ken
Yaskusyo ke
Tangerang, maka terbentuknya pemerintahan
di Kabupaten
Tangerang pada
tanggal 27
Desember 1943.
Selanjutnya penetapan ini dikukuhkan dengan
Peraturan Daerah
Tingkat II
Kabupaten Tangerang Nomor 18 Tahun 1984 tertanggal 25 Oktober
1984.
Saat itu,
pertumbuhan perekonomian
Kabupaten Tangerang yang berfungsi sebagai
daerah lintasan dan berdekatan dengan Ibukota negara Jakarta
melesat pesat. Apalagi setelah diterbitkannya
Inpres No.13
Tahun 1976
tentang pengembangan
Jabotabek, di
mana kabupaten
Tangerang menjadi daerah penyanggah DKI
Jakarta.
41
Tanggal 28 Februari 1993 terbit Undang-Undang No. 2
Tahun 1993 tentang Pembentukan Kota
Tangerang. Berdasarkan
undang-undang ini wilayah kota administratif Tangerang dibentuk
menjadi daerah otonomi Kota Tangerang,
yang lepas
dari Kabupaten Tangerang. Berkaitan
itu terbit
pula Peraturan
Pemerintah No. 14 Tahun 1995 tentang
pemindahan Ibukota
Kabupaten Dati II Tangerang dari wilayah
Kotamadya Dati
II Tangerang
ke kecamatan
Tigaraksa. Akhirnya, pada awal tahun
2000, pusat
pemerintahan Kabupaten
Tangerang pun
dipindahkan Bupati H. Agus Djunara ke Ibukota Tigaraksa.
Pemindahan ini dinilai strategis dalam upaya memajukan daerah
karena
bertepatan dengan
penerapan otonomi daerah, seperti diberlakukannya
perimbangan keuangan
pusat dan
daerah, adanya revisi pajak dan retribusi
daerah, serta
terbentuknya Provinsi Banten.
2. Kondisi