BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Ilmu  pengetahuan  dan  teknologi  telah  menumbuhkan  modernitas  yang telah  menimbulkan  perubahan  tata  nilai  kehidupan  manusia.  Akhir-akhir
ini,  terjadi  perubahan  sangat  pesat  di  Indonesia  yang  menuntut  adanya penyesuaian  diri  dari  individu  atau  masyarakatnya.  Perubahan  tersebut
antara lain dari masyarakat agraris ke masyarakat industri, dari masyarakat nasional ke masyarakat modern.
Berbagai  perubahan  di  atas  selama  hidup  manusia  selalu melakukan bermacam-macam aktivitas. Salah satu aktivitas manusia yaitu
bekerja.  Aktivitas  dalam  pekerjaan  mengandung  unsur  kegiatan bersosialisasi,  menghasilkan  sesuatu,  dan  untuk  memenuhi  kebutuhan
hidup.  Untuk  memenuhi  kebutuhan  hidup  tersebut,  maka  manusia  harus berusaha  dan  bekerja.  Sebagai  tenaga  kerja,  diantara  manusia
melaksanakan  tugas  pekerjaannya,  saling  berpengaruh  dalam  hubungan pekerjaan, dan sejauh mana tenaga kerja sesuai dengan pekerjaannya.
Kerja  merupakan  sesuatu  yang  dibutuhkan  oleh  manusia. Kebutuhan  itu  bisa  bervariasi  dan  berkembang,  bahkan  seringkali  tidak
disadari.  Seseorang  bekerja  karena  ada  sesuatu  yang  hendak  dicapainya dan  berharap  bahwa  pekerjaan  itu  akan  membawanya  kepada  suatu
keadaan  yang  lebih  memuaskan  dari  pada  sebelumnya  Saleh  dan  Nisa,
2006.  Dengan  demikian  dapat  dikatakan,  bahwa  pada  diri  manusia terdapat  kebutuhan-kebutuhan  yang  pada  saatnya  membentuk  tujuan-
tujuan  yang  hendak  dicapai  dan  dipenuhinya.  Demi  mencapai  tujuan- tujuan  itu,  orang  terdorong  melakukan  suatu  aktivitas  yang  disebut  kerja
Anoraga, 2001. Salah  satu  aktifitas  kerja  yang  dibahas  pada  penelitian  ini  adalah
aktifitas  kerja  Polri.  Kepolisian  Negara  Republik  Indonesia  merupakan salah  satu  bentuk  organisasi  nasional  yang  mempunyai  peran  penting
dalam  penyelenggaraan  Negara  Kesatuan  Republik  Indonesia.  Polri selama  lebih  dari  tiga  dasawarsa  berada  dibawah  ABRI  Angkatan
Bersenjata  Republik  Indonesia.  Namun  sejak  1  April  1999,  dimulailah suatu masa kemandirian Polri, Polri secara resmi lepas dari ABRI.
Polri  mempunyai  tanggung  jawab  khusus  memelihara  ketertiban dan  keamanan  Negara.  Sesuai  dengan  Pasal  2  Undang-undang  nomor  2
tahun 2002 yang menandaskan bahwa, fungsi Polri sebagai salah satu alat pemerintahan  Negara  bidang  pemeliharaan  keamanan  dan  ketertiban
masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada  masyarakat.  Demi  terlaksananya  fungsi  tersebut,  Polri  dituntut
untuk  mewujudkan  suatu  tindakan  nyata.  Bukan  hanya  dalam  upaya pemberantasan  tindak  kriminalitas,  namun  juga  dalam  bentuk  upaya
pencegahan  tindak  kriminalitas.  Sehingga  tercipta  kehidupan  masyarakat yang adil, damai, dan tentram.
Peran Polri sekarang ini  belum berjalan dengan baik  sebagaimana fungsinya  sebagai  pelayan,  pelindung,  dan  pengayom  masyarakat.
Berdasarkan  temuan  Komisi  Pemberantasan  Korupsi  KPK  tentang pelayanan,  kepolisian  menempati  urutan  terburuk  pertama  dalam  indeks
integritas  pelayanan  publik.  Pelayanan  terburuk  ini  meliputi  pelayanan surat  keterangan  catatan  kepolisian  SKCK,  pelayanan  surat  izin
mengemudi  SIM,  dan  menyangkut  biaya  yang  dikenakan  Cakrawala Online,  2010.  Selain  pelayanan  yang  buruk,  institusi  Polri  juga
dihadapkan  oleh  masalah  korupsi  yang  kerap  dilakukan  anggotanya. Nitisbaskara  dalam  Triyanto,  2003  mengungkapkan  jika  ditubuh
beberapa  kesatuan  dalam  kepolisian  korupsi  menjadi  endemik,  dilakukan oleh  polisi  paling  bawah  hingga  paling  atas.  Asumsi  ini  diperkuat  oleh
pernyataan  Transparency  International  TI  pada  tahun  2007,  bahwa  di banyak  Negara,  kepolisian  adalah  institusi  yang  paling  sering  menjadi
tempat berlangsungnya suap-menyuap Reza, 2010. Kinerja  Polri  terus  menjadi  sorotan  tajam  masyarakat.  Aksi  teror
bom  yang  semakin  marak  menunjukkan  lemahnya  kinerja  aparat kepolisian dan intelijen. Dari jajak pendapat yang dilakukan terhadap 304
responden,  sebanyak  49,02  persen  menyatakan  sangat  tidak  puas  atas kinerja  kepolisian  dan  25,53  persen  juga  tidak  puas.  Hanya  10,29  persen
yang  menyatakan  puas  dan  6,86  persen  yang  menyatakan  sangat  puas dengan  kinerja  aparat  keamanan  dan  intelijen  dalam  mengatasi  dan
mengantisipasi  aksi  terror  bom  di  Tanah  Air  Syahrudin,  2011.  Tidak
hanya itu, kasus salah tangkap oleh jajaran kepolisian terhadap orang yang disangka  melakukan  tindak  pidana  membuktikan  kinerja  aparat  penegak
hukum  tidak  professional  Antaranews,  2008.  Contohnya  seperti  kasus salah tangkap lima anggota Polsek Beji terhadap J.J Rizal seorang penulis
buku  sejarah  Komunitas  Bambu  yang  diduga  sebagai  pengedar  narkoba Pikiran Rakyat, 2009.
Penyimpangan  perilaku  Polri  membuat  citra  Polri  menjadi  buruk dimata  masyarakat  Media  Indonesia,  2011.  Dari  data  yang  diperoleh,
pada tahun 2008 terdapat 1.013 penyimpangan yang dilakukan Polri, tahun 2009  terdapat  1.082  atau  naik  6,81  persen  Koran  Tempo,  2009.  Pada
tahun 2010 mengalami penurunan 45,3 persen menjadi 682 penyimpangan Iradio,  2010.  Barker  dan  Carter  dalam  Triyanto,  2003  menjelaskan
bahwa penyimpangan perilaku polisi merupakan gambaran umum tentang kegiatan petugas polisi yang tidak sesuai dengan wewenang resmi petugas,
organisasi, nilai dan standar perilaku kesopanan. Kasus penyimpangan di atas memberikan gambaran bahwa kinerja
dan  motivasi  kerja  Polri  dirasakan  masih  kurang  memadai  sebagai  aparat penegak  hukum.  Menurut  Meliala  2008,  jika  motivasi  menjadi  Polri
seringkali  sudah  salah  sejak  awal,  misalnya  karena  ingin  menjadi  kaya atau  lebih  menekankan  pada  motif  ekonomi,  akibatnya  dapat  dipastikan
akan terjadi penyimpangan selama Polri menjalankan tugasnya. Motivasi  merupakan  salah  satu  aspek  yang  sangat  penting  dalam
menentukan perilaku kerja Polri. Melalui  motivasi,  seorang  anggota Polri
didorong  dan  diarahkan  perilakunya  untuk  melaksanakan  tugas perlindungan  dan  pengamanan  secara  efektif  Yudhawati,  2007.  Selain
itu,  adanya  motivasi  dapat  membantu  seorang  Polri  mengembangkan profesionalisme mereka dan membangun budaya kerja yang baik, sehingga
dapat  dijadikan  pertimbangan  untuk  Polri  dipromosikan  Siregar,  2010. Berdasarkan  wawancara  yang  penulis  lakukan  pada  tanggal  7  Desember
2011  terhadap  beberapa  anggota  polisi  di  Polresta  Bogor,  ternyata  ada berbagai  alasan  yang  bisa  meningkatkan  motivasi  kerja  polisi.  Adapun
hasil wawancaranya sebagai berikut : 1.  Menurut  Aiptu  sobirin,  motivasi  kerja  bisa  meningkat
apabila  gaji  polisi  layak  atau  sesuai  dengan  resiko  kerja polisi.
2.  Menurut  Aiptu  Supriyanto,  motivasi  kerja  meningkat  jika adanya atensi dari pimpinan.
3.  Menurut  Aipda  Ngadiman,  motivasi  kerja  meningkat apabila  kesejahteraan  polisi  adil  dan  jelas  sesuai  kinerja
remunerasi. 4.  Menurut  Bripka  Yayat,  motivasi  kerja  meningkat  apabila
ada  perawatan  kesehatan  yang  jelas,  artinya  jika  sewaktu- waktu  ada  anggota  polisi  yang  sakit  bisa  dirawat  dirumah
sakit umum selain rumah sakit dinas kepolisian.
5.  Menurut  Briptu  Andri,  motivasi  kerja  meningkat  apabila jenjang promosi karir diperhatikan institusi kepolisian.
Dari data  di  atas, terlihat  jika motivasi kerja polisi  berbeda antara satu dengan yang lain, sebab masing-masing individu memiliki kebutuhan
dan  tujuan  hidup  yang  berbeda  sehingga  motivasi  untuk  bekerja  menjadi berbeda.  Greenberg  dan  Baron  1993  mendefinisikan  motivasi  sebagai
suatu  proses  yang  membangkitkan,  mengarahkan,  menjaga  atau memelihara  perilaku  manusia  agar  terarah  pada  suatu  tujuan.  Sedangkan
menurut Walgito 2004 motivasi merupakan keadaan dalam diri individu atau organisme yang mendorong perilaku ke arah tujuan.
Motivasi  sangat  penting,  karena  dengan  motivasi  diharapkan pegawai  mau  bekerja  keras  dan  antusias  untuk  mencapai  produktivitas
kerja  yang  tinggi  Hasibuan,  2007.  Memotivasi  orang  untuk  bekerja dengan baik merupakan salah satu problem pokok dalam setiap organisasi.
Dalam lingkungan organisasi, ini bukan tugas yang mudah. Karena banyak orang  hanya  mendapatkan  kepuasan  pribadi  dari  pekerjaan  mereka  dan
mempunyai rasa berprestasi dan inovasi yang belum optimal Ramadhian, 2006.  Adanya  motivasi  dalam  melakukan  suatu  pekerjaan  akan
menimbulkan semangat atau dorongan kerja. Kuat dan lemahnya motivasi kerja seseorang akan menentukan besar kecilnya prestasi Anoraga, 2001.
Steers  dan  Porter  1991  mendefinisikan  motivasi  kerja  sebagai sebagai  “one  that  strikes  me  as  particularly  useful  is  to  view  it  as  force
that drives people to behave in a way that energizes, directs, and sustains
their  behavior ”.  Sedangkan  menurut  Hasibuan  2007  motivasi  kerja
merupakan  suatu  kondisi  yang  menyebabkan,  menyalurkan  dan mendukung  perilaku  manusia,  supaya  mau  bekerja  giat  dan  antusias
mencapai  hasil  yang  optimal.  Jadi  dapat  diartikan  bahwa  motivasi  kerja adalah sesuatu yang menimbulkan semangat atau dorongan kerja.
Motivasi  kerja  seseorang  dipengaruhi  oleh  beberapa  faktor, menurut  Herzberg  dalam  Munandar,  2001  ada  dua  faktor  yang
mempengaruhi  motivasi  kerja  yaitu  faktor  hygiene  dan  motivator.  Faktor hygiene  atau  biasa  disebut  faktor  ekstrinsik  merupakan  faktor  yang
berkaitan  dengan  konteks  dari  pekerjaan.  Faktor  ini  meliputi  administrasi dan kebijakan perusahaan company policy and administration, supervisi
supervision,  upah  atau  gaji  salary,  hubungan  interpersonal interpersonal  relationship  dan  kondisi  kerja  working  conditions.
Sementara  faktor  motivator  atau  faktor  intrinsik  merupakan  faktor motivasi  yang  berkaitan  dengan  isi  dari  pekerjaan,  yaitu  tanggungjawab
responsibility,  kesempatan  untuk  maju  advancement,  pekerjaan  itu sendiri work itself, keberhasilan melaksanakan tugas achievement, dan
penghargaan recognition. Administrasi  dan  kebijaksanaan  perusahaan  company  policy  and
administration merupakan salah satu wujud umum rencana-rencana tetap dari  fungsi  perencanaan  planning  dalam  manajemen.  Kebijaksanaan
policy  adalah  pedoman  umum  pembuatan  keputusan.  Kebijaksanaan merupakan  batas  bagi  keputusan,  menentukan  apa  yang  dapat  dibuat  dan
menutup  apa  yang  tidak  dapat  dibuat.  Dengan  cara  ini,  kebijaksanaan menyalurkan  pemikiran  para  anggota  agar  konsisten  dengan  tujuan
organisasi Handoko, 2003. Karyawan akan merasa puas apabila prosedur kerja  dan  peraturan-peraturan  yang  ditetapkan  perusahaan  mendukung
peningkatan kinerja karyawan, sehingga motivasi kerja karyawan menjadi meningkat.
Supervisi supervision adalah suatu proses yang memacu anggota unit  kerja  untuk  secara  bersama-sama  berkontribusi  secara  positif  dan
efektif guna mewujudkan tujuan organisasi Ilyas, 2002. Upah  atau  gaji  salary  diartikan  sebagai  balas  jasa  dalam  bentuk
uang  yang diterima karyawan sebagai konsekuensi  dari statusnya sebagai seorang  karyawan  yang  memberikan  kontribusi  dalam  mencapai  tujuan
organisasi. Atau, dapat juga dikatakan sebagai bayaran tetap yang diterima seseorang karena kedudukannya dalam organisasi atau perusahaan Rivai,
2009.  Dengan  upah  dan  gaji  yang  memadai,  karyawan  dapat  memenuhi kebutuhan  fisik,  status  sosial  dan  egositiknya  sehingga  meningkatkan
motivasi  kerja.  Gustisyah  2009,  melakukan  penelitian  yang  berjudul “Analisis  faktor-faktor  yang  mempengaruhi  motivasi  kerja    penyuluh
perindustrian  pada  kantor  dinas  perindustrian  dan  perdagangan  Kota Medan
”.  Berdasarkan  penelitian  ini  ditemukan  jika  variabel  kompensasi yang  memadai  mempunyai  pengaruh  dominan  dalam  meningkatkan
motivasi  kerja,  karena  diperoleh  tingkat  signifikansi  yang  paling  kecil mendekati 0,000 yaitu sebesar 0,0009.
Hubungan  interpersonal  sama  halnya  dengan  hubungan  antar manusia  atau  pribadi.  Menurut  Davis  dalam  Flippo,  1971  Hubungan
antar  manusia  adalah  integrasi  orang  kedalam  situasi  kerja  yang memotivasi  mereka  untuk  bekerja  bersama-sama  secara  produktif  dan
kooperatif  guna  mendapatkan  kepuasan  ekonomi,  psikologis  dan  sosial. Bagi  kebanyakan  karyawan,  kerja  juga  mengisi  kebutuhan  akan  interaksi
sosial.  Oleh  karena  itu  tidaklah  mengherankan  apabila  mempunyai hubungan  rekan  kerja  yang  ramah  dan  mendukung  membuat  motivasi
kerja meningkat. Faktor hygiene yang terakhir adalah kondisi kerja. Yang dimaksud
kondisi  kerja tidak terbatas hanya pada kondisi  kerja di  tempat  pekerjaan masing-masing,  seperti  nyamannya  tempat  kerja,  ventilasi  yang  cukup,
penerangan,  keamanan  dan  lain-lain.  Akan  tetapi  kondisi  kerja  yang mendukung  dalam  menyelesaikan  tugas  yaitu  sarana  dan  prasarana  kerja
yang  memadai  sesuai  dengan  sifat  tugas  yang  harus  diselesaikan Sondang, 1989.
Selain dipengaruhi faktor hygiene yang disebutkan diatas, motivasi kerja  juga  dipengaruhi  oleh  faktor  motivator.  Menurut  Herzberg  dalam
Munandar,  2001,  Faktor  ini  meliputi  tanggungjawab  responsibility, kesempatan untuk maju advancement, pekerjaan itu sendiri work itself,
keberhasilan  melaksanakan  tugas  achievement,  dan  penghargaan recognition.
Tanggungjawab responsibility
adalah kewajiban
untuk melakukan  sesuatu  yang  timbul  bila  seorang  bawahan  menerima
wewenang  manajer  untuk  mendelegasikan  tugas  atau  fungsi  tertentu Handoko,  2003.  Karyawan  yang  diberikan  tanggung  jawab  untuk
menjalankan  suatu  pekerjaan  menjadi  lebih  meningkat  motivasi  kerjanya dibandingkan karyawan yang tidak diberikan tanggung jawab sama sekali
atau tanggung jawab yang kecil. Kesempatan  untuk  maju  advancement  diartikan  sebagai
pengembangan  karir  seorang  individu  dalam  sebuah  organisasi  atau perusahaan.  Pengembangan  karier  merupakan  usaha  formal  untuk
menignkatkan  dan  menambah  kemampuan,  yang  diharapkan  berdampak pada pengembangan dan perluasan wawasan,  yang membuka kesempatan
mendapatkan  posisi  atau  jabatan  yang  memuaskan  dalam  kehidupan sebagai pekerja Nawawi, 1997.
Pekerjaan  itu  sendiri  work  itself  adalah  bagaimana  individu menentukan  tujuannya  sendiri  dengan  kebutuhan-kebutuhannya  dan
keinginannya  sehingga  dapat  mendorong  untuk  memikirkan  pekerjaan, menggunakan  pengalaman-pengalaman  dan  mencapai  tujuan  Faridah,
2009. Karyawan cenderung menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi mereka  kesempatan  untuk  menggunakan  ketrampilan  dan  kemampuan
mereka. Pekerjaan yang kurang menantang dapat menciptakan kebosanan, tetapi  terlalu  banyak  tantangan  bisa  menciptakan  frustasi  dan  perasaan
gagal.  Pada  kondisi  tantangan  yang  sedang,  kebanyakan  karyawan  akan mengalami kepuasan kerja dan meningkatnya motivasi kerja mereka.
Keberhasilan menyelesaikan tugas achievement diartikan sebagai pencapaian  prestasi.  Pencapaian  prestasi  merupakan  pencatatan  sendiri
penghargaan  yang  diperoleh  dari  mencapai  tujuan  menantang.  Terdapat perbedaan  individu  dalam  menentukan  tujuan,  ada  yang  mencari  tujuan
menantang, moderat, atau rendah. Tujuan yang sulit dapat mengakibatkan tingkat  kinerja  individual  tinggi  daripada  tujuan  moderat  Gibson,
Ivancevich, dan Donnelly, 1994. Penghargaan  recognition  adalah  usaha  menumbuhkan  perasaan
diterima diakui di lingkungan kerja,  yang menyentuh aspek kompensasi dan  aspek  hubungan  antara  para  pekerja  yang  satu  dengan  yang  lainnya.
didalamnya  termasuk  juga  perasaan  senang,  puas  dan  bergairah  dalam bekerja  secara  fisik,  sosial,  kesehatan  mental,  mendapat  kesempatan
mengikuti  pelatihan  dan  memperoleh  simbol  status  yang  dinilai  berharga oleh individu Nawawi, 1997.
Penelitian  yang  dilakukan  Habibi  2005  tentang  “Faktor-faktor yang  mempengaruhi  motivasi  kerja  karyawan  di  PT.  Askes  Regional  VI
Jawa  Tengah  dan  D.I.Y  bagian  sumber  daya  danusia  dan  umum Semarang”  menunjukkan  jika  faktor  penghargaan  memiliki  kausalitas
yang  positif  terhadap  motivasi  kerja.  Adanya  penghargaan  terhadap karyawan  perusahaan  akan  menyebabkan  motivasi  kerja  karyawan
meningkat.  Begitu  pula  yang  lainnya  akan  berusaha  untuk  meraih
penghargaan. Akibatnya  motivasi kerja karyawan akan meningkat  seiring dengan usaha karyawan untuk meraih penghargaan tersebut.
Berdasarkan  uraian  di  atas,  maka  dalam  penelitian  ini  terdapat  2 faktor  yang  akan  diteliti  pengaruhnya  terhadap  motivasi  kerja  kepolisian,
yaitu  faktor  hygiene  dan  motivator.  faktor  hygiene  meliputi  administrasi dan kebijaksanaan perusahaan company policy and administration, upah
atau  gaji    salary,  hubungan  interpersonal  interpersonal  relationship, supervisi supervision dan kondisi kerja working conditions. Sementara
faktor motivator
meliputi tanggungjawab
terhadap pekerjaan
responsibility,  kesempatan  untuk  maju  advancement,  pekerjaan  itu sendiri  work  itself,  prestasi  kerja  achievement,  dan  penghargaan
recognition.  Penulis  berpendapat  bahwa  kedua  faktor  tersebut  memiliki pengaruh  terhadap  motivasi  kerja  kepolisian,  baik  pengaruh  negatif
maupun  positif.  Untuk  itulah  penulis  merasa  perlu  melakukan  penelitian
tentang  “Faktor-faktor  yang  mempengaruhi  motivasi  kerja kepolisian
”.
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah