tugas dengan faktor-faktor yang menghambat. Dalam hal ini, seseorang mempertimbangkan sampai sejauh mana lingkungan pekerjaan akan
memperlancar usahanya untuk menyelesaikan tugas. Pertimbangan ketiga ini individu memperhitungakan sejumlah faktor yang dapat digunakan
untuk memperlancar pelaksanaan tugasnya.
2.1.9. Teori Motivasi Kerja Menurut Herzberg
Herzberg mengembangkan teori motivator-hygine atau sering disebut sebagai teori dua faktor. Ia memiliki keyakinan bahwa hubungan individu dengan
pekerjaannya merupakan hubungan dasar dan bahwa sikap seseorang terhadap kerja sangat menentukan kegagalan dan keberhasilan individu tersebut Robbins,
2006: 169. Pada awalnya, ia mengumpulkan data dari 200 orang akuntan dan sarjana teknik dari Sembilan perusahaan yang berbeda McCormick, 1985: 280.
Selanjutnya, pada wawancara yang berstruktur, karyawan-karyawan tersebut diminta untuk menjelaskan beberapa pengalaman kerja mereka baik yang
dirasakan sangat menyenangkan dan sangat tidak menyenangkan. Dari data tersebut, ia menemukan bahwa faktor-faktor yang menimbulkan kepuasan kerja
berbeda dengan faktor-faktor yang menimbulkan ketidakpuasan kerja. Karyawan-karyawan tersebut cenderung menggambarkan faktor yang
memuaskan berasal dari dalam pekerjaan itu sendiri. Faktor ini berhubungan dengan isi pekerjaan job content, dan disebut sebagai motivator, yaitu kebutuhan
tingkat tinggi atau kebutuhan untuk berkembang. Herzberg 1973: 92 mengatakan ada lima faktor yang berdiri secara kokoh sebagai penentu kepuasan
kerja, yaitu achievement, recognition, work itself, responsibility dan advancement.
Selanjutnya, karyawan-karyawan yang menggambarkan faktor yang tidak memuaskan berasal dari hal-hal diluar pekerjaan. Faktor ini berhubungan dengan
konteks dari pekerjaan job context dan disebut sebagai hygiene, yang merupakan kebutuhan dasar dengan adanya lingkungan yang sehat. Oleh karena itu faktor ini
tidak boleh diabaikan. Menurut Herzberg 1973: 93 Faktor-faktor yang menyebabkan
ketidakpuasan kerja
antara lain
company policy
and administratition, supervision, salary, interpersonal relationship and working
conditions. Menurut Herzberg, data tersebut mengungkapkan bahwa lawan dari
kepuasan bukanlah ketidakpuasan. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa menyingkirkan karakteristik yang tidak memuaskan pada pekerjaan tertentu tidak
serta merta menyebabkan pekerjaan itu jadi memuaskan. Oleh karena itu Herzberg mengemukakan bahwa temuannya mengindikasikan adanya kontinum ganda,
dimana faktor motivator menggambarkan kepuasan dan faktor hygiene menggambarkan ketidakpuasan. Jika faktor motivator tinggi maka kepuasan akan
terjadi. Sebaliknya, jika faktor motivator rendah, tidak ada kepuasan yang akan terjadi. Sama halnya dengan faktor hygiene. Jika faktor hygiene tinggi, maka
tidak ada ketidakpuasan akan terjadi. Namun, jika faktor hygiene rendah, maka ketidakpuasan akan terjadi. Penjelasan tersebut dapat dituangkan dalam bagan
yang tercantum dalam Yuwono dkk 2005: 124, yaitu sebagai berikut:
Bagan 2.3 Hubungan Dua Faktor Motivasi dengan Kepuasan Kerja Yuwono dkk, 2005 : 124
Penelitian ini membahas motivasi kerja yang dikemukakan oleh Herzberg yaitu faktor hygiene dan faktor motivator, bukan membahas kepuasan kerja.
Munandar 2001: 332 menyebutkan bahwa faktor-faktor yang termasuk ke dalam kelompok
faktor motivator
cenderung merupakan
faktor-faktor yang
menimbulkan motivasi kerja yang lebih bercorak proaktif, sedangkan faktor- faktor yang termasuk ke dalam faktor hygiene cenderung menghasilkan motivasi
kerja yang reaktif. Meskipun demikian hubungan antara motivasi kerja dan kepuasan kerja sangat dekat sehingga faktor hygiene sering disebut sebagai
dissatisfier dan faktor motivator sering disebut satisfier. Dalam beberapa jurnal ditemukan bahwa Herzberg menuai banyak kritik terutama yang menyangkut
unidimensional dan multidimensional dari teori yang dikemukakannya. Burke 1965 meneliti bahwa faktor hygiene dan faktor motivator yang dikemukakan
Herzberg bukanlah satu dimensi atau unidimensi, tetapi juga dapat dilihat sebagai konstruk yang terpisah atau independen. Walaupun Herzberg mengemukakan
bahwa kepuasan kerja merupakan multidimensional, berbagai penelitian yang telah dilakukan menjelaskan bahwa istilah “satisfier-dissatisfier” lebih cocok
Tidak lagi puas ada kepuasan Tidak puas Tidak lagi puas
Hygiene Motivator
dig unakan dalam klasifikasi “intrinsik” dan “ekstrinsik”. Pada penelitian lain yang
dilakukan oleh Anwar Prabu 2005:24, menghasilkan sebuah kesimpulan bahwa motivasi kerja mempunyai pengaruh terhadap kepuasan kerja. Jadi meskipun teori
hygiene dan motivator merupakan multidimensi, tetapi dengan adanya temuan ini mengindikasikan bahwa antara motivasi kerja dan kepuasan kerja memiliki
hubungan yang sangat dekat, sehingga teori hygiene dan motivator dapat digunakan untuk meneliti motivasi kerja maupun kepuasan kerja.
Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini memandang dua faktor dari motivasi kerja yang dikemukakan oleh Herzberg sebagai dua faktor yang berbeda
namun bukanlah konstruk yang terpisah, yaitu faktor hygiene-motivator. Dalam penelitian ini faktor hygiene yang akan diteliti meliputi administrasi dan kebijakan
perusahaan company policy and administration, upah atau gaji salary, hubungan interpersonal interpersonal relationship, supervisi supervision dan
kondisi kerja working conditions. Sedangkan yang termasuk ke dalam faktor motivator yaitu tanggung jawab responsibility, kesempatan untuk maju
advancement, pekerjaan itu sendiri work itself, keberhasilan menyelesaikan tugas achievement dan penghargaan terhadap pekerjaan recognition. Pada
pembahasan selanjutnya akan dijelaskan mengenai faktor-faktor diatas dan hasil dari penelitian-penelitian terdahulu.
2.1.10. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi Kerja 2.1.10.1. Faktor Hygiene