mereka. Mereka mengalami perasaan ketidakmampuan dan kurangnya kontrol. Mereka tidak termotivasi secara intrinsik maupun ekstrinsik.
Mahasiswa yang memiliki motivasi akademik yang kuat motivasi intrinsik dan ekstrinsik dalam mengerjakan suatu tugas di kampus, akan terus
bertahan dalam menghadapi dan mengatasi masalah apapun meskipun banyak menghadapi tantangan. Sebaliknya, mahasiswa dengan motivasi yang lemah akan
lebih mudah frustasi dalam menghadapi berbagai rintangan atau hambatan yang muncul bahkan bisa mundur dari tantangan yang dihadapi di kampus atau
mahasiswa tersebut tidak termotivasi lagi. Dari ketiga dimensi motivasi akademik seperti intrinsic motivation,
extrinsik motivation dan amotivation akan peneliti gunakan sebagai acuan dalam
mengukur motivasi akademik.
2.2.4. Pengukuran Motivasi Akademik
Pada penelitian terdahulu tentang motivasi akademik, peneliti menemukan dua alat untuk mengukur motivasi akademik, yaitu sebagai berikut:
1. The Motivated Strategies for Learning Questionnaire MSLQ yang
dikembangkan oleh Pintrich, Smith, Garcia, dan McKeachie pada tahun 1993 untuk mengukur validitas prediktif dari prestasi sekolah yang meliputi
dua jenis skala, yaitu motivation dan learning. Skala motivation meliputi: intrinsic goal orientation
, extrinsic goal orientation, task value, control beliefs about learning
, self-efficacy, dan test anxiety. Skala learning meliputi: rehearsal, elaboration, organization, critical thinking, peer
learning, help seeking, metacognition, effort management, time and study
environment . Berbentuk skala model likert yang berisi 81 item. Reliabilitas
MSLQ mencapai koefisien alpha sebesar 0.86 Buyukozturk, Akgun, Ozkahveci Demirel, 2004.
2. Academic Motivation Scales AMS yang dibuat oleh Vallerand pada tahun
1992. Alat ukur ini digunakan untuk mengukur kualitas atau jenis motivasi seseorang. Alat ukur ini memiliki 28 item berbentuk skala model likert
dengan rentang pilihan jawaban 1 tidak berhubungan sama sekali sampai 7 sesuai persis yang mengukur tiga dimensi, yaitu intrinsic motivation,
extrinsik motivation dan amotivation. Alat ukur ini pernah dipakai oleh
Areepattamannil dan Freeman pada tahun 2008 di Negara Kanada. Reliabilitas AMS mencapai koefisien alpha mulai dari 0.77-0.92 Turner,
Chandler Heffer, 2009. Pengukuran
motivasi akademik
dalam penelitian
ini, peneliti
menggunakan alat ukur yang dibuat oleh Vallerand, bernama Academic Motivation Scales
AMS berbentuk skala model likert, dengan merujuk pada dimensi atau aspek yang dikemukakan oleh Ryan dan Deci seperti intrinsic
motivation, extrinsik motivation dan amotivation. Peneliti menggunakan alat ukur
skala model likert dari Vallerand, dikarenakan alat ukur tersebut memiliki tingkat reliabilitas yang lebih tinggi dibanding MSLQ, dengan koefisien alpha mulai dari
0,77-0,92. Dengan demikian, memungkinkan untuk mendapatkan signifikansi hasil penelitian yang optimal.
2.3. Gaya Belajar 2.3.1. Definisi Gaya Belajar
Menurut Kolb, Honey dan Mumford dalam Abidin, Rezaee, Abdullah Singh, 2011 Gaya belajar sebagai cara pilihan individu atau kebiasaan pengolahan dan
transformasi pengetahuan. Atribut psikologis akibat perbedaan individu menentukan pemilihan strategi tertentu seseorang saat belajar. Menurut Junko
dalam Abidin, et.al., 2011 gaya belajar dipakai untuk mempengaruhi perilaku belajar peserta didik. Peserta didik memiliki preferensi gaya belajar yang berbeda
akan berperilaku berbeda dalam cara mereka memandang, berinteraksi, dan menanggapi lingkungan belajarnya.
Menurut Grasha dan Riechmann dalam Baykul, Gursel, Sulak, Ertekin, Yazici, Dulger, Aslan Buyukkarci, 2010 gaya belajar adalah preferensi
mahasiswa dalam berfikir dan berinteraksi dengan mahasiswa lainnya di dalam lingkungan kelas dan pengalaman yang berbeda.
Sejalan dengan beberapa definisi di atas, Garger dan Guild dalam Raven, Cano, Carton Shelhamer, 1993 menjelaskan gaya belajar sebagai karakteristik
yang stabil dan meresap pada diri seorang individu, yang dinyatakan melalui interaksi perilaku dan kepribadian seseorang sebagai salah satu pendekatan tugas
belajar. Peneliti merujuk pada konsep yang dijelaskan oleh Grasha dan
Riechmann, dikarenakan definisi yang dijelaskan lebih mudah dipahami oleh peneliti, yang akan dijadikan acuan dalam mengkaji mengenai gaya belajar. Jadi,
peneliti dapat menyimpulkan bahwa gaya belajar adalah suatu pilihan atau cara
seseorang dalam berpikir dan bertindak pada proses belajarnya untuk memperoleh ilmu pengetahuan.
2.3.2. Jenis-jenis Gaya Belajar
Menurut Grasha dan Riechmann dalam Uzuntiryaki, 2007 gaya belajar dibagi 6 jenis yang berbeda, yakni sebagai berikut:
1. Gaya belajar dengan cara independen atau bebas Independent learning styles
Pelajar yang suka berpikir untuk diri mereka sendiri dan percaya diri dalam kemampuan belajar mereka. Lebih memilih untuk belajar yang mereka anggap
penting dan akan lebih memilih untuk bekerja sendiri pada program-program pembelajaran dibandingkan dengan pelajar lain.
2. Gaya belajar dengan cara penghindar Avoidant learning style
Pelajar penghindar yang tidak antusias untuk belajar dan tidak mau menghadiri kelas. Mereka juga terlambat untuk berpartisipasi dengan pelajar
dan pengajar di kelas. Mereka tidak tertarik dan sering kewalahan dengan apa yang terjadi dikelas.
3. Gaya belajar dengan cara bekerjasama Collaborative learning style
Pelajar yang merasa bisa belajar dengan berbagi ide-ide dan talenta. Mereka bekerja sama dengan pengajar dan ingin bekerjasama dengan pelajar lain.
4. Gaya belajar dengan cara dependen atau terikat Dependent learning style
Pelajar yang ketergantungan dengan menunjukkan sedikit keingintahuan intelektual dan hanya belajar seperlunya saja. Melihat pengajar dan teman-
temannya sebagai struktur sumber daya dan dukungan serta mencari sosok yang berkuasa untuk pedoman tertentu pada apa yang harus dilakukan.