Tahapan Kesadaran Kritis Forum Perempuan

6.4.2 Tahapan Kesadaran Kritis Forum Perempuan

Proses penyadaran kaum perempuan dalam sebuah Forum Perempuan Desa Jombong memang berbeda dengan proses penyadaran untuk kaum petani laki-laki. Permasalahan kaum perempuan Desa Jombong jauh lebih banyak ketimbang kaum laki-laki. Hal ini didasarkan bahwa kaum perempuan sebagai pihak yang paling tertindas baik oleh sistem kapitalis ataupun sistem feodalis yang masih tersisa sampai saat ini. Budaya partiarkhi yang kental dalam hierarkhi budaya Jawa membuat perempuan dianggap sebagai “konco wingking”. Tekanan di ruang domestik ternyata memberi pengaruh kepada tekanan di ruang publik, dimana suara perempuan di Desa Jombong kurang dihargai dalam berbagai kesempatan. Ini pula yang menjadi dasar bagi serikat untuk mengorganisir kaum perempuan Desa Jombong melalui organisasi berbentuk Forum Perempuan. Keberadaan Forum Perempuan di tingkat desa membawa perubahan terhadap pola perilaku kaum perempuan Desa Jombong. Penggunaan media penyadaran ternyata merubah pola pikir dan perilaku kaum perempuan sedikit demi sedikit baik di level domestik maupun publik. Sebagaimana garis perjuangan serikat, bahwa pintu masuk dalam pengorganisasian petani di desa melalui pintu ekonomi. Pembentukan Forum Perempuan diikuti dengan aktivitas ekonomi yaitu arisan dan kemudian berkembang menjadi koperasi simpan pinjam. “Bertemu dengan beberarapa Ibu-Ibu dari lereng Merapi..Mbak, diskusi kemarin ada manfaatnya lhoo..sekarang kami sudah mengurangi makan mie instan dan anak-anak sudah nggak mau lagi makan mie...Bangga dan serasa mendapat durian runtuh..alhamdulillahperlahan gerakan ini ada pengikutnya...”pengamatan melalui status Facebook Mba HS, 25102012 “Ekonomi adalah pintu masuk saja, supaya mereka kumpul, berorganisasi. Yang penting mereka menyadari bahwa ada ketidakadilan yang menimpa mereka, dirinya, kan itu yang paling penting. lalu mereka mulai berani bersuara”. wawancara Mba HS, 04032013 Tatkala kegiatan koperasi sudah berjalan, serikat mulai menggarap sisi permasalahan gender yang lebih kompleks kaum perempuan Desa Jombong yaitu aspek sosial, budaya dan politik. Ketika koperasi dijadikan alat perjuangan kaum perempuan Desa Jombong untuk mengatasi permasalahan ekonomi, maka aspek sosial budaya dan politik kaum perempuan juga perlu untuk diperjuangkan. Keberadaan pertemuan rutin tiap bulan untuk membahas koperasi dimanfaatkan juga oleh serikat untuk memberi penyadaran gender. Dari pertemuan rutin ini ternyata kaum perempuan Desa Jombong mulai mengetahui permasalahan gender yang dihadapi dalam keseharian mereka. Dalam sebuah FGD yang dilakukan oleh penulis dan pegiat serikat didapat beberapa permasalahan gender yang dialami oleh kaum perempuan Desa Jombong. Perempuan Desa Jombong mulai berani menyuarakan keadilan gender baik di level domestik maupun di level desa. Di level domestik, permasalahan pengasuhan anak dan pembagian tugas mulai dialogkan dengan suami mereka. Di level desa, suara perempuan juga mulai diperhatikan meski belum sebesar suara laki-laki karena secara kuantitas jumlah keterwakilan perempuan dalam politik desa juga rendah. Secara umum tahapan proses pembangkitan kesadaran untuk kaum perempuan Desa Jombong berada dalam tahapan pemberdayaan. Tahapan pemberdayaan ini dimaknai sebagai proses kemampuan penyesuaian terhadap tekanan yang terjadi dalam kehidupan mereka sehari-hari dan menjadikan pemberdayaan ini sebagai tujuan. Ini pula yang diterjemahkan oleh pegiat diserikat bahwa kaum perempuan Desa Jombong harus memiliki keberdayaan ekonomi baru kemudian mulai masuk ke ranah politik. Kesadaran kritis juga dibangun dalam konteks ketahanan pangan melalui kegiatan festival pangan dan seminar ketahanan pangan. Kegiatan festival pangan yang dilakukan oleh pihak Desa Jombong sebagai bentuk keberdayaan perempuan dalam ketahanan pangan keluarga. Hal yang menarik adalah keberhasilan advokasi kaum perempuan yang tergabung dalam Forum Perempuan Jombong untuk mengganti bahan utama dalam festival pangan yaitu beras menjadi bahan lokal non-beras misalnya; singkong, talas, ubi jalar, jagung. Alasan yang dibangun oleh kaum perempuan bahwa makanan pokok mereka sebenarnya adalah jagung, serta secara ekosistem topografi daerah mereka tidak memungkinkan budidaya model sawah. Keberhasilan kegiatan festival pangan dan seminar pangan merubah perilaku konsumsi pangan kaum perempuan di keluarganya untuk menghidangkan pangan non-pabrikan. “Tindak lanjut acara festival pangan lokal dan seminar hari pangan adalah setiap ada pertemuan di RT an atau kadus an, selalu disuguhi dengan pangan lokal. Tidak semuanya, paling tidak ada 2-3 pangan lokal di sana. Sudah ada perbedaan dalam hidangan. Untuk makan mie, sudah jarang. Pertemuan yang dilakukan oleh SPPQT bahwa mie itu mengandung bahan kimia dan oleh PKK ketahanan pangan kabupaten membuat perempuan sadar. Pembelajaran yang dapat diambil dari pangan lokal adalah bahwa dari berbagai bahan lokal dapat membuat makanan yang tidak kalah dengan yang pabrikan. Lebih murah dan nikmat dan carinya lebih mudah.” Hasil FGD Forum Perempuan Jombong, 04032013

6.4.3 Tahapan Kesadaran Kritis Pemuda Tani