2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Gerakan Petani
Dinamika gerakan petani di era demokratisasi saat ini sebagai bagian dari gerakan masyarakat sipil. Gerakan petani merupakan gerakan sosial yang secara
khusus muncul dan berkembang berakar pada konflik-konflik agraria pertanahan. Karakteristiknya juga berbeda dibandingkan dengan gerakan petani
yang terjadi pada masa lalu, baik dilihat dari bentuk mobilisasi, organisasi dan kepemimpinan, isu-isu yang disuarakan, hingga pada bentuk aksi yang
dilancarkan. Misalnya, para pemimpin gerakan petani pada masa pra kemerdekaan berasal dari golongan elit desa pemuka agama, kaum ningrat atau orang-orang
dari golongan terhormat, tetapi sekarang diisi oleh para kaum intelektual kota yang aktif dalam berbagai organisasi non pemerintah. Para elit desa tetap berperan
penting tetapi kurang berposisi sebagai aktor utama yang memberi preferensi nilai dan visi perjuangan. Dinamika gerakan petani di era demokratisasi saat ini
merupakan produk dari kesadaran baru bagian dari gerakan masyarakat sipil. Hartoyo 2010
Sztompka 2005, mendefinisikan gerakan dalam empat komponen utama. Terdapat kolektifitas orang yang bertindak bersama, tujuan bersama tindakannya
adalah perubahan tertentu dalam masyarakat mereka yang diterapkan partisipan menurut cara yang sama, kolektifitas relatif tersebar namun lebih rendah
derajatnya daripada organisasi formal dan tindakannya mempuanyai derajat spontanitas relatif lebih tinggi namun tidak terlembaga dan bentuknya tak
konvensional. Hal senada juga diungkapkan Tarrow dalam Suharko 2006, gerakan sosial adalah tantangan-tantangan kolektif yang didasarkan pada tujuan-
tujuan bersama dan solidaritas sosial dalam interaksi berkelanjutan dengan para elit, penentang dan pemegang wewenang.
Gerakan sosial sendiri terbagi atas dua bagian, yaitu Gerakan Sosial Lama yang berlandaskan orientasi material seperti gerakan buruh pada masa
industrialisasi awal. Sedangkan Gerakan Sosial Baru GSB berorientasi non- material. GSB menekankan pada perubahan-perubahan dalam gaya hidup dan
kebudayaan daripada mendorong perubahan-perubahan spesifik dalam kebijakan publik atau perubahan ekonomi seperti gerakan lingkungan, anti perang,
perdamaian, feminisme Suharko 2006. Sedangkan ideologi dan tujuan GSB bukan lagi pada perbedaan kelas, namun GSB bertujuan merespon masuknya
globalisasi dalam bentuk pasar dan negara dalam kehidupan masyarakat. Taktik pengorganisasian GSB adalah pada pemberdayaan akar rumput grass root.
Struktur dari gerakan sosial baru bersifat cair dan tidak kaku, mereka mengedepankan struktur yang terbuka, desentralisasi dan non-hirarkis.
Sedangkan partisipan para aktor dalam GSB adalah lintas kategori, seperti, gender, pendidikan, dan kelas. Umumnya aktor yang terlibat adalah para kaum
terdidik menengah. Suharko 2006.
Studi gerakan sosial pertama kali didominasi oleh teori ideologi dan belakangan dengan teori organisasi dan rasionalitas. Dalam teori idelogi gerakan
sosial ditujukan kepada keterlibatan komitmen partisipan dari ideologi khusus. Dalam pandangan teori organisasi, gerakan sosial fokus pada sejauhmana aksi
kolektif tergantung pada kemampuan asosiasi untuk memobilisasi sumber daya dan mengarahkan organisasi pada basis rencana dan aksi rasional. Sedangkan
teori rasionalitas memandang gerakan sosial sebagai mobilisasi yang memerlukan sumber daya dan orientasi rasional untuk aksi. Aktor dalam gerakan dan protes
tidak hanya dilihat dari sentimen, emosi dan ideologi yang memandu aksi mereka, akan tetapi dipahami dalam istilah logik dari biaya dan manfaat sebagaimana
kesempatan untuk aksi. Johnston, Larana, Gusfield 1994
Gerakan petani di Indonesia secara historis bukan sesuatu hal yang baru sama sekali. Banyak kajian telah dilakukan, tetapi perhatian berbagai kalangan
terhadap masalah tersebut secara akademis belum mendapat tempat memadai dalam studi-studi sosiologi, khususnya dalam mengembangkan teori gerakan
sosial. Kurangnya perhatian terhadap gerakan petani terutama yang direpresentasikan oleh peran organisasi gerakan petani skala provinsi, didasarkan
pada beberapa hasil penelitian sebelumnya tentang gerakan masyarakat sipil di komunitas lokal pedesaan atau berkaitan dengan komunitas petani sebagai basis
konstituen. Karena petani mengalami erosi status quo yang pada umumnya akibat pembangunan ekonomi maka ketegangan struktural menjadi pendorong utama
petani ikut berorganisasi untuk terlibat dalam gerakan-gerakan sosial. Hartoyo 2010
Cohen 1985
dalam Hartoyo
2010 mengajukan
pentingnya memperhatikan konsep identitas kolektif, solidaritas, dan kesadaran. Ketiganya
menyangkut proses hubungan antara individu dengan sistem sosio-kultural yang menurut Gamson dapat dilihat pada level jaringan informal mobilisasi mikro.
Klandermans membedakan tiga proses konstruksi makna pada level yang berbeda di dalam konteks gerakan, yakni diskursus publik, komunikasi persuasif, dan
meningkatnya kesadaran selama episode tindakan kolektif. Pada level pertama melalui penyebaran jaringan konstruksi makna; pada level kedua melalui upaya
sengaja melakukan persuasi; dan pada level tiga melalui diskusi antar partisipan.
Fase gerakan petani sendiri di Indonesia terbagi atas tiga bagian Rahnawati 2003. Fase gelombang pertama; yang merupakan manifestasi protes
sosial terhadap segala ketimpangan dan konflik kepentingan ditandai dengan adanya pembentukan solidaritas yang bersifat komunal dan diperkuat dengan ide-
ide tradisional seperti mesianisme dan. Fase kedua ditandai dengan gerakan identifikasi kepada partai politik pada masa orde baru. Fase gelombang ketiga
ditandai dengan perubahan besar pada pola gerakan setelah dimasukkannya ide- ide pemberdayaan masyarakat dan demokratitasi yang pada mulanya banyak
diusung oleh kalangan LSM.
Menurut Yuwono dkk 2010 bahwa gerakan prodemokrasi diberbagai level membentuk organisasi baik berupa serikat, aliansi organisasi, front politik
maupun sejenisnya. Hal ini mengisyaratkan organisasi menjalankan peran dan kerja politik untuk demokratisasi. Hanya sedikit yang berhasil, namun banyak
yang kandas pada pembentukan awal dan aksi pertama. Hal ini dikarenakan lemahnya pengorganisasian sebagai sebab mendasar gerakan prodemokrasi tidak
kunjung besar dan kuat. Bukan mobilisasi dan propaganda serta pendidikan akan tetapi penyadaran sehingga setiap orang akan bergerak mengupayakan perubahan
demi mewujudkan kesejahteraan. Penyadaran ini juga meliputi pembangunan dan
pengembangan organisasi serta berbagai kerja dan aksi terus menerus. Peran dan kerja di tingkat basis yang menjalankan pendidikan-pendidikan, termasuk di
dalamnya politik, agar tumbuh kesadaran mengupayakan secara kolektif dan terus menerus. Dan juga peran dan kerja-kerja garis depan, yakni melalui
tekanan, lobi dan negoisasi, propaganda terhadap khalayak luas untuk penggalangan dukungan, juga efektif dilakukan dengan berbagai perangkat dan
media yang relevan.
Penting pula peran dan kerja-kerja supporting, seperti riset hingga aspek logistik. Gerakan prodemokrasi tidak kunjung membesar dan menguat karena
kurang berhasil membawa isu dan persoalan ini ke tingkat basis yang besar dan luas. Isu dan banyak kasus banyak yang terhenti di tingkat aktivis saja, belum
sampai ke tingkat basismassa rakyat. Salah satu masalah kunci yang belum teratasi dalam pelaksanan kerja pengorganisasian adalah penyadaran yaitu
aktifitas pendidikan dan kerja yang menumbuhkan kesadaran kritis pada basis massa. Keberhasilan gerakan prodemokrasi dalam menumbuhkan kesadaran
kritis masih pada beberapa orang dari basis massa. Hal ini menjadi permasalahan kesadaran kritis kolektif pada basis massa. Penyadaran kritis dapat ditempuh
melalui pendidikan sesaat pelatihan. Yuwono dkk 2010
2.2. Elemen Gerakan Sosial