Tahapan Pembangkitan Kesadaran Communication of critical consciousness in peasant movement : case study of peasant movement on serikat paguyuban petani qaryah thayyibah.

palsu. Sedangkan kesadaran kritis melahirkan radikalisasi yang dipelihara oleh semangat kritis dan selalu kreatif. Radikalisasi selalu mengkritik dan menuju pembebasan yang melibatkan komitmen yang selalu meningkat ke posisi berikutnya serta pelibatan yang besar dalam upaya mengubah tembok realitas obyek. Untuk menghasilkan kesadaran kritis diperlukan dialog. Hanya dialog yang memerlukan pemikiran kritis dan mampu menghasilkan pemikiran kritis. Tanpa ada dialog tidak ada komunikasi, dan tanpa komunikasi tidak mungkin ada pendidikan sejati. Freire 2000. Pendapat lain tentang group consciousness raising adalah tulisan King, Steward 1999. Keduanya melihat kekuatan lingkungan sosial untuk mempengaruhi perkembangan kesadaran kelompok. Sebagai contoh, keberadaan ideologi bersama yang mendukung status dan distribusi sumber daya yang adil antar kelompok akan cenderung menghambat perkembangan kelompok kesadaran. Penelitian lain yang terkait kelompok penumbuh kesadaran adalah James W. Chesebro, John F Cragan dan Patricia McCullough 1973. Kajian ini mempelajari proses revolusioner radikal kelompok kecil yang disebut dengan pembangkitan kesadaran consciousness raising. Pembangkitan kesadaran merupakan interaksi personal tatap-muka yang muncul untuk menciptakan orientasi psikologis baru bagi mereka yang terlibat dalam proses tersebut. Para peserta mengembangkan identitas baru kelompoknya sering menghasilkan “minoritas baru” yang dapat mengarah pada pembentukan divisi sosial seperti jenis kelamin, usia, kecenderungan seksual, pendidikan, kekayaan, kekuasaan atau prestise. Hasilnya adalah sesama anggota kelompok menganggap sebagai sebuah keluarga dan komunitas kultural. Teknik CR menggunakan tatap muka melalui proses saling berbagi pengalaman akan menghasilkan teori dan tindakan politik. Menurut Sarachild 1978, tujuan membentuk kelompok penyadaran termasuk perempuan adalah memulai sebuah gerakan massa perempuan untuk mengakhiri hambatan segregasi dan diskriminasi berdasarkan jenis kelamin. Penumbuhan kesadaran dipandang sebagai sebuah metode untuk sampai pada kebenaran dan sarana bagi tindakan dan pengorganisasian. Tujuan dari penumbuhan kesadaran adalah untuk sampai ke kebenaran yang paling radikal tentang situasi perempuan dalam rangka mengambil tindakan yang radikal, tetapi bisa menjadi cara untuk mencegah pemahaman dan mencegah tindakan radikal. Selanjutnya Sarachild menyimpulkan bahwa penumbuhan kesadaran sebagai sebuah senjata yang radikal Consciousness Raising : A Radical Weapon. Penelitian Hernandez et.al., 2005 tentang penggunaan kesadaran kritis pada proses terapetik keluarga membuktikan bahwa kesadaran kritis dapat menciptakan akuntanbilitas dan pemberdayaan sebagai kunci dari proses family therapy . Akuntabilitas dapat membongkar dominansi, sedangkan pemberdayaan dapat membongkar penaklukan yang terjadi baik di level mikro maupun makro.

2.5 Tahapan Pembangkitan Kesadaran

Pembangkitan kesadaran Consciousness Raising sebagai interaksi politik dalam menentukan dasar dan alasan penindasan atas kelompok itu dan menyediakan landasan revolusioner untuk menghapuskan penindasan tersebut. Setelah sesi pembangkitan kesadaran para anggota merasakan keterasingan jiwa yang sangat mendalam sebagai akibat dari penyakit rasisme, eksploitasi dan ekspansi agresif. Chesebro et.al. 1973 Tujuan penelitian Chesebro 1973 adalah mengidentifikasi simbol-simbol terpenting yang menjadi ciri dari tahap-tahap berbeda pembangkitan kesadaran. Terdapat empat Tahap Pembangkitan Kesadaran : 1. Penyadaran diri tentang sebuah identitas baru. Muncul polarisasi “kami” dan “mereka”. 2. Identitas kelompok melalui polarisasi. Mulai menumbuhkan kebencian kepada musuh-musuh. 3. Nilai-nilai baru kelompok. Munculnya nilai-nilai baru. 4. Berhubungan dengan kelompok revolusioner. Ketegangan tumbuh namun dapat bersatu kembali. Tahap akhir ini muncul kesadaran bahwa mereka juga menindas satu sama lainnya Penelitian Goodman, Olatunji 2009 tentang penerapan kesadaran kritis dalam merespon bencana berdasarkan kompetensi budaya, ditemukan beberapa tahap dalam proses penyadaran terhadap partisipan. Berikut adalah tabel tahapan penyadaran kritis: Tabel 2.1 Model penyadaran kritis No Tahapan Deskripsi Proses 1. Kesadaran Partisipan mengetahui bahwa mereka membawa bias diri mereka kepada lingkungan Proses meliputi: item jawaban singkat, essay, penemuan dan orientasi 2. Respek Nilai-nilai partisipan anggota komunitas menyumbang pengetahuan Fasilitator memimpin partisipan dalam kegiatan 3. Konteks Partisipan mengenalkan konteks sosial politik Partisipan membaca dan berdiskusi tentang konteks sosial politik 4. Integrasi Partisipan menyatukan pengetahuan kepada konseptualisasi Partisipan telah menjadi bagian dari proses keseharian dengan fasilitator 5. Pemberdayaan Partisipan mampu menyesuaikan tekanan dengan pemberdayaan sebagai sebuah tujuan Partisipan telah bersepakat dalam perencanaan, kegiatan, pengawasan dan evaluasi dengan fasilitator 6. Praxis Partisipan menyusun aksi advokasi Fasilitator membangun perjanjian berkepanjangan dan memperkuat hasrat artikulasi kepada keadilan sosial 7. Transformasi Partisipan menyatukan pengalaman kepada diri Refleksi tulisan sehari-hari yang memuncak dalam mereka sendiri dan transformasi identitas penilaian keseluruhan proses kelompok Sebagai pendidikan diri pedagogies of self, konsep penyadaran dapat mengkontruk self diri sebagai personal menjadi diri self secara sosial. Salah satu metode yang digunakan adalah dengan authoetnografi, yaitu metode yang memungkinkan untuk membangun refleksifitas kritis dimana antara diri self dan agen agency saling memahami proses sosial yang menengahi pengalaman hidup dan realitas material individual. Goodall dalam Hickey 2007 Tahapan dalam pengembangan kesadaran menggunakan metode authoetnografi dapat dilihat berikut ini: Hickey, 2007 1. Tahap pertama proses ini melakukan pekerjaan memori tindakan sengaja mengingat pengalaman hidup tertentu didasarkan pada identitas mereka, menceritakan kembali dan merekam pengalaman. 2. Tahap kedua peserta menghubungkan ingatan pengalaman mereka dengan praktek-praktek sosial untuk memahami posisi mereka dalam dinamika sosial. Kemudian sifat pembentuk identitas ini mereka kritisi sesuai dengan apa yang mereka alami. 3. Tahap tiga akhirnya penyebaran pemahaman baru tentang diri mereka. Pekerjaan lebih lanjut conscientisation menjadi inspirasi untuk bertindak berupa praktek pembebasan. Tahapan penyadaran kritis juga dijelaskan oleh VeneKlasen, Miller 2002, namun dengan istilah pengembangan kesadaran politis dalam konteks pemberdayaan gender. Tahapan kesadaran politik ini melalui tiga fase ungkapan kesadaran dari kesadaran pasif menuju kesadaran bertanya, dari kesadaran bertanya menuju kesadaran analitis dan dari kesadaran analitis menuju kesadaran kritis. Tabel 2.2 Transformasi kesadaran kritis Dari Kesadaran Pasif menuju Kesadaran Bertanya Dari Kesadaran Bertanya menuju Kesadaran Analitis Dari Kesadaran Analitis menuju Kesadaran Kritis - Menganggap peran dan fungsi gender bersifat “alami” - Tidak akrab dengan pandangan atau cara hidup lain - Mulai mengenal informasi dan pengalaman yang berbeda dengan situasi keseharian - Mulai mempertanyakan aspek-aspek kehidupan dan mencari penghargaan diri serta - Mulai menamai dan menganalisa situasi yang dialaminya - Mulai menghadapi dan mengenali kesalahan; muncul kemarahan - Mulai menemukan bagaimana identitas perempuan merupakan konstruksi politik, ekonomi, sosial dan budaya bukan berasal dari kodrati yang tidak dapat diubah - Mempertegas kembali - Mulai mengembangkan analisis kritis - Melakukan tindakan politik - Menghadapi konflik sosial dan interpersonal dari perubahan yang telah dilakukan - Menciptakan ruang- ruang untuk membahas wilayah hidup yang mendasar seperti kerja rumah dan pekerjaan, keluarga, seksualitas, jawaban dari permasalahan harga diri serta potensi terhadap perubahan dan perubahan terkait. Freire sendiri memberikan sepuluh tahapan situasi pendidikan penyadaran dalam kasus melek huruf dengan fokus pada komunikasi dialogis antara partisipan dengan fasilitator. Kesepuluh tahapan penyadaran ini adalah; diskusi situasi partisipan terhadap perbedaan dua duniaalam : alamiah atau budaya, dialog dengan alam, situasi manusia buta aksara, situasi manusia mulai melek huruf, situasi pembedaan antara manusia dan hewan diskusi perihal kekuasaan, kepandaian, naluri, pendidikan dan pelatihan, situasi manusia mulai mengubah materi alam melalui kerja, ekspresi melalui puisi, situasi perubahan pola perilaku dan lingkaran budaya dalam aksi. Freire 2005.

2.6 Saluran Komunikasi Penumbuhan Kesadaran