“Lumayan  kalo  dibanding  dengan  yang  tidak  ikut  LSD.    Mereka  tahu bahwa  meraka  hidup  di  desa,  mereka  tahu  harus  menyikapi  masalah  di
desa, mereka pingin melanjutkan usaha pertanian bapak nya, tapi tanah cuman sedkit.  Mereka berfikir sampai situ.  Aku koyo ngene terus kapan
nikahe. Ini kan pemikiran kritis”.  Wawancara BH, 03032013
Proses tahapan penyadaran kritis pemuda tani adalah pemberdayaan.  Pada fase ini, pemuda tani sudah mulai melakukan penyesuaian terhadap tekanan yang
mereka  hadapi  di  masyarakat.    Fase  pemberdayaan  dijadikan  sebagai  sebuah tujuan  oleh  pemuda  tani.    Dengan  konsep  Jamaah  Produksi  terlihat  nyata  bahwa
pemberdayaan  secara  ekonomi  telah  dilakukan  oleh  pemuda  tani  melalui  usaha- usaha  ekonomi  seperti  warnet,  beternak  dan  berdagang.    Namun  tahapan
pemberdayaan ini tidak berlangsung lama, karena dinamika yang terjadi di dalam LSDP  sendiri  seperti,  bekerja  di  luar  daerah  dan  menikah.    Konsep  Jamaah
Produksi  yang  menekankan  pada  kerjasama  secara  berkelompok  menjadi  kabur dan menjadi kerja pribadi.  Penyadaran akan Jamaah Produksi sudah tepat namun,
serikat  kurang  menyadari  dinamika  internal  yang  terjadi  di  anggota  pemuda  tani ini.    Kegiatan  penyadaran  dalam  bentuk  pelatihan  dengan  sasaran  kelompok,
namun  tujuan  akhirnya  membentuk  usaha  kolektif  menjadi  hilang  karena  faktor internal  tersebut.    Meski  secara  kolektif  terjadi  kegagalan,  namun  secara
individual kegiatan pelatihan berdampak pada perubahan perilaku anggota LSDP.
“Kegiatan  yang  paling  umum  di  LSD  ya  pelatihan  sablon  tahun  2012  di sekretariat.    Kegiatan  itu  kurang  mererespoin  oleh  anggota,  karena
anggotanya  banyak  yang  merantau,  kesibukan  masing-masing,  banyak yang  bekerja.  Kegiatan  LSD  yang  menguntungkan  secara  pribadi  ya
kegiatan workshop bisnis plan, saya bisa tahu cara bisnis, bagaimana cara bisnis yang baik.”Wawancara WLY, 28022013
6.4.4  Tahapan Kesadaran Kritis Perdes
Advokasi  Peraturan  Desa  Perdes  di  Desa  Damarkasiyan  Kabupaten Wonosobo  merupakan  salah  satu  strategi  Serikat  untuk  memuwujudkan
kedaulatan  desa.    Desa  sebagai  ruang  publik  sangat  berbeda  karakterikstiknya dengan serikat sebagai gerakan petani.  Arena kontestasi menjadi terbuka karena
melibatkan  pihak-pihak  di  luar  organisasi,  terutama  pihak  aras  desa.  Serikat menyadari  bahwa  perjuangan  di  level  terendah  yakni  desa  harus  dapat  direbut
untuk  memujudkan  petani  yang  mandiri  dan  berdaulat.    Untuk  memujudkan langkah  politis  ini,  maka  peran  Paguyuban  menjadi  garda  terdepan  pertarungan
Perdes  di  ruang  desa.    Akhirnya  Paguyuban  Sindoro  Kasih  yang  berada  di  Desa Damarkasiyan memiliki Perdes pada tanggal 12 Desember 2011.
Keberhasilan  Paguyuban  Sindoro  Kasih  dalam  pembuatan  Perdes  sangat erat kaitannya dengan kesadaran kritis yang dibangun.  Sebelum melemparkan isu
Perdes ke tengah-tengah masyarakat Desa Damarkasiyan, proses penyadaran kritis dilakukan  di  dalam  internal  anggota  Paguyuban  Petani  Sindoro  Kasih.
Pembangkitan  kesadaran  kritis  Perdes  dimulai  dengan  pemahaman  tujuan perlunya Perdes.
“Tujuan  perdes  itu  bagi  temen-temen  sini  sangat  penting  sekali.    Salah satunya  bisa,  coro  bosone  “kita  punya  rumah  sudah  dipagerin,  sudah
dikasih  benteng”,  kedua  juga  sangat  mendukung  kepemilikan  desa,  mana yang  tanah  gege  tanah  nganggur  tapi  milik  desa,  mana  yang  tanah
bengkok desa, mana hak masyarakat.  Yang jelas pola pembangunan bisa buat  batas-batas  wilayah  dengan  desa  lain,  batas  desa  dengan  Kaliurip,
Tlogo  Mulyo,  Tlogo  Jati  jadi  tahu  berapa  luasnya  dan  batasnya.  Karena ketika  ada  mata  air  pas  ditengah-tengah  desa,  kalo  tidak  ada  patoknya
ngga  jelas  ikut  mana.    Karena  batas  desa  itu  ada  derajat  koordinatnya” Wawancara SY, tanggal 05032013
Kesadaran  akan  tujuan  Perdes  ini  selanjutnya  akan  menghasilkan  produk hukum  berupa  Perdes.    Perdes  sebagai  hasil  dari  aksi  advokasi  yang  dilakukan
oleh  Paguyuban  Sindoro  Kasih  terhadap  pihak  aras  desa,  DPRD,  PT  Tambi  dan Perhutani.  Berdasarkan hal ini, maka tahapan kesadaran kritis Paguyuban Petani
Sindoro  Kasih  sudah  berada  pada  tahapan  praksis,  di  mana  anggota  Paguyuban sudah  menyusun  aksi  advokasi  berupa  Perdes  ataupun  aksi  advokasi  lainnya
pendukung  Perdes.    Serikat  sendiri  juga  telah  membangun  kesepakatan  dengan Paguyuban  dalam  pembuatan  Perdes  sebagai  hasil  dari  pemetaan  partisipatif.
Pada  tahapan  praksis,  kesadaran  kritis  bertransformasi  menjadi  hasrat  yang  kuat untuk  mewujudkan  Perdes  menjadi  alat  bagi  keadilan  sosial  petani  dan
masyarakat  Desa  Damarkasiyan.    Tahapan  praksis  juga  dapat  dilihat  dengan keberhasilan  Paguyuban  Sindoro  Kasih  beserta  Paguyuban  Pangudi  Luhur  dan
Nastiti  membuat  acara  audiensi  dengan  anggota  DPRD  Kabupaten  Wonosobo untuk  mendapatkan  dukungan  terhadap  legalitas  Perdes  dalam  Peringatan  Hari
Agraria tanggal 24 September 2012.
6.5  Ikhtisar