94 hanya beberapa kebudayaan di pusat dari suatu culture area itu menunjukkan
persamaan besar dari unsure-unsur kebudayaan. Semakin menjauh dari pusat makin berkurang pula jumlah unsur-unsur yang sama, dan akhirnya
persamaan itu tidak ada lagi, itu berarti sudah masuk ke dalam culture area tetangga. Jadi batas antar culture area tidak pernah jelas. Ciri-ciri yang
menjadi alasan untuk klasifikasi itu tidak hanya berwujud unsur kebudayan fisik, seperti misalnya benda-benda budaya melainkan juga unsur-unsur
kebudayan yang lebih abstrak, misalnya pada unsur-unsur organisasi kemasyarakatan, sstem perkawinan, upacara-upacara keagamaan, adat
istiadat. Klasifikasi culture area seperti di atas telah menimbulkan kritik di kalangan
antropologi sendiri, karena batas-batas culture area masih tidak jelas. Akan tetapi metode klasifikasi ini masih banyak dipergunakan sampai sekarang,
karena pembagian ke dalam culture area itu memudahkan gambaran keseluruhan dalam hal menghadapi suatu daerah yang luas dengan
beraneka warna kebudayaan di dalamnya. Koentjaraningrat 1997:2,J.A Clifton di dalam bukunya yang berjudul :
“Introduction to Cultural Antropologi 1968:15” telah memodifikasi daftar susunan kesatuan suku bangsa untuk menentukan suatu pokok etnografi
yang telah disusun oleh R. Naroll, yaitu sebagai berikut : 1. Kesatuan masyarakat yang dibatasi oleh satu desa atau lebih dari satu
desa; 2. Kesatuan masyarakat yang terdiri dari penduduk yang mengujar satu
bahasa atau satu logat bahasa; 3. Kesatuan masyarakat yang dibatasi garis batas daerah politik-
administratif; 4. Kesatuan masyarakat yang batasnya ditentukan oleh rasa identitas
penduduknya sendiri; 5. Kesatuan masyarakat yang ditentukan oleh suatu wilayah geografi yang
merupakan kesatuan daerah fisik; 6. Kesatuan masyarakat yang ditentukan oleh kesatuan ekologi;
7. Kesatuan masyarakat dengan penduduk yang memiliki pengalaman sejarah yang sama;
8. Kesatuan masyarakat dengan frekuensi interaksi yang tinggi;
95 9. Kesatuan masyarakat dengan susunan sosial yang seragam;
10. Kesatuan berdasarkan kebudayaan suku bangsa.
4. Konsep kebudayaan
Kata kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari kata buddhi budi atau akal. Adakalanya juga ditafsirkan
bahwa kata budaya merupakan perkembangan dari kata majemuk budi-daya yang berarti daya dari budi, yaitu berupa cipta, karsa dan rasa. Sedangkan
kebudayaan adalah hasil dari cipta, karsa dan rasa. Dalam istilah antropologi budaya perbedaan itu ditiadakan. Kata “kebudayaan” dengan arti yang sama.
Lebih lanjut Koentjaraningrat 1984:180-181 sendiri mendefinisikan
kebudayaan merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri
dengan belajar. Selanjutnya J.J. Honigman 1954 membedakan ada fenomena
kebudayaan atau wujud kebudayaan, yaitu: sitem budaya sistem nilai, gagasan-gagasan dan norma-norma, sistem sosial kompleks aktifitas dan
tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat, dan artefak atau kebudayaan fisik. C.Kluckhohn juga mengatakan bahwa dalam setiap
kebudayaan mahluk manusia juga terdapat unsur-unsur kebudayaan yang sifatnya universal, meliputi: sistem organisasi sosial, sistem mata
pencaharian hidup, sistem tehnologi, sistem pengetahuan, kesenian, bahasa dan religi Hari Poerwanto, 2000:53.
R. Lipton memerinci tiap unsur kebudayan universal tersebut di atas ke dalam unsur-unsur yang lebih kecil lagi sampai beberapa kali kecuali wujud
fisik kebudayaan. Sebagai contoh dari pemerincian itu adalah sebagai berikut : Organisasi social sebagai salah satu unsur universal, mempunyai unsur
besar, yaitu ada adat istiadatnya, aktifitasnya dan peralatan fisiknya diperinci lagi dalam sub unsur yang lebih kecil lagi yaitu sistem kekerabatan, sistem
pelapisan sosial, sistem politik dan seterusnya. Selanjutnya dari salah satu sub unsur itu yaitu kekerabatan dapat diperinci lagi dalam perkawinan,
kematian dan sebagainya. Dari perkawinan dapat diperinci lagi dalam bentuk tindakan lamaran, perayaan, mas kawin, adat menetap dan sebagainya.
96 Setiap sub unsur sudah tentu mempunyai peralatannya sendiri, yang secara
konkrit terdiri dari benda-benda budaya. Dari uraian singkat tentang ke-tiga konsep tersebut di atas, maka
alangkah banyaknya keanekaragaman budaya yang ada di Indonesia untuk bisa dianalisa dan diungkapkan.
5. Pengaruh Budaya asing terhadap Keanekaragaman Budaya di Indonesia
Tidak ada satu pun kebudayaan suatu bangsa dapat hidup sendiri, tanpa adanya suatu hubungan dengan kebudayaan bangsa lain di dunia. Setiap
kebudayaan dan bangsa itu akan selalu dihadapkan pada pengaruh aneka ragam pemikiran dan pendekatan yang pada akhirnya berpengaruh pula pada
nilai-nilai hakikat yang dianut oleh kebudayaan masyarakat suku bangsa di dunia.
Bagi Indonesia, pengaruh budaya luar budaya asing sudah terjadi sejak jaman dahulu. Keaneka ragaman budaya di Indonesia juga diperkaya dengan
kehadiran pendukung kebudayaan dari bangsa-bangsa lain, yaitu sejak berabad- abad yang lalu, karena penjajahan, hubungan perdagangan, penyebaran agama
dan sebagainya. Keanekaragaman corak budaya yang paling muda dilihat adalah pengaruh kebudayaan Hindu, pengaruh kebudayaan Islam dan pengaruh
kebudayaan Eropa. Sekilas tentang pengaruh tersebut, Koentjaraningrat 2002: 21-34 menjelaskan sebagai berikut:
a. Pengaruh Kebudayaan Hindu
Seperti apa yang telah kita ketahui semua, tanda-tanda tertua dan adanya pengaruh kebudayaan Hindu di Indonesia adalah batu-batu bertulis di
Jawa Barat atau di daerah sungai Cisadane dekat kota Bogor. Batu-batu bertulis juga ditemukan di Kalimantan Timur, yaitu di daerah Muara karam,
Kutai. Bentuk dan gaya huruf dari tulisan pada batu yang disebut huruf Palawa, raja-raja pada jaman itu 4 Masehi mengadopsi konsep-konsep
Hindu dengan cara mengundang ahli-ahli dan orang pandai dari golongan Brahmana Pendeta di India Selatan yang beragama Wisnu atau Brahma.
Orang-orang pandai tadi tempat konsultasi dan meminta nasehat mengenai struktur dan upacara keagamaan juga bentuk organisasi di negara di India