Pembahasan ANALISIS DAN PEMBAHASAN
menuntut siswa
untuk terus
mengembangkan keterampilan
berkomunikasinya. Apabila sesorang siswa dapat berkomunikasi dengan baik kepada timnya atau kepada orang lain, maka kerjasama
akan terjalin dengan baik. Dalam hal ini guru juga mempunyai peranan penting, yaitu melaksanakan proses pembelajaran dengan metode yang
dapat mendorong
siswa untuk
mengasah kemampuan
berkomunikasinya misalnya dengan diskusi maupun presentasi, dengan metode diskusi siswa akan terlatih untuk dapat menyampaikan
pendapat kepada temannya, setelah itu guru memberikan kesempatan siswa untuk mempresentasikan hasil diskusi di depan kelas sekaligus
memberi perintah kepada siswa lain untuk menanggapi hasil presentasi dari temannya tersebut sehingga keterampilan berkomunikasi siswa
akan lebih baik, dan tujuan dari suatu pembelajaran tersebut dapat tercapai.
Maka dapat disimpulkan bahwa pendapat yang dikemukakan oleh kedua ahli di atas sejalan dengan hasil penelitian, semakin tinggi
tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual maka semakin tinggi pula keterampilan berkomunikasi siswa. Jadi ada hubungan yang
positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dan keterampilan
berkomunikasi. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2. Hubungan Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual pada
Materi Akuntansi Berdasarkan Kurikulum 2006 dan Integritas Pribadi Berdasarkan analisis data ditemukan hasil penelitian bahwa ada
hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dan
integritas pribadi Spearman’s rho = + 0,272, Sig. 1-tailed = 0,000
α 0,01.
Tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi menunjukkan bahwa nilai rata-rata mean adalah 115,498,
nilai tengah median adalah 115, dan nilai modus adalah 125. Hal tersebut menunjukkan bahwa persepsi siswa tentang tingkat
keterlaksanaan pembelajaran kontekstual adalah tinggi. Sementara pada integritas pribadi menunjukkan bahwa nilai rata-rata mean
adalah 67,5085, nilai tengah median adalah 67, dan nilai modus adalah 64. Hal tersebut menunjukkan bahwa integritas pribadi siswa
termasuk dalam kategori cukup. Namun demikian, nilai koefisien korelasi tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual dan integritas
pribadi menunjukkan derajat hubungan kedua variabel adalah positif dengan kategori lemah.
Hasil deskripsi data menunjukkan bahwa tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual mempunyai kecenderungan skor-skor yang
tinggi, sedangkan integritas pribadi mempunyai kecenderungan skor- skor yang cukup. Akan tetapi, hasil uji korelasi menunjukkan bahwa
kedua variabel tersebut mempunyai hubungan yang lemah. Hal ini disebabkan hubungan yang kurang sensitif antara kedua variabel,
hubungan yang kurang sensitif pada tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual dengan integritas pribadi dikarenakan tidak
semua responden secara konsisten dalam menghasilkan skor tinggi untuk kedua variabel, melainkan responden menghasilkan skor tinggi
untuk tingkat
keterlaksanaan pembelajaran
kontekstual dan
mengahasilkan skor cukup atau rendah untuk integritas pribadi, atau dengan kata lain skor-skor pada integritas pribadi tidak setinggi
dibandingkan pada skor-skor tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual, sehingga menyebabkan korelasi menjadi lemah.
Hubungan sensitif terjadi ketika semua responden secara konsisten menjawab setiap butir pernyataan yang menghasilkan skor
tinggi untuk satu variabel dan skor tinggi untuk variabel lain, sehingga korelasi kedua variabel tersebut menjadi kuat.
Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Rusman 2013:193 mengenai tujuh prinsip pembelajaran kontekstual, salah satu
prinsipnya adalah menemukaninquiry. Prinsip ini merupakan kegiatan inti dalam pembelajaran kontekstual, melalui upaya menemukan akan
memberikan penegasan bahwa pengetahuan dan keterampilan serta kemampuan-kemampuan lain yang diperlukan bukan merupakan hasil
dari mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi merupakan hasil menemukan sendiri. Maka pembelajaran kontekstual akan membentuk
integritas pribadi siswa, yaitu kejujuran. Dengan prinsip ini, siswa diharapkan dapat mengolah hasil pembelajaran sesuai dengan apa yang
mereka temukan, tidak mengada-ada atau memalsukan sebuah fakta atau pernyataan. Jadi siswa akan mengaitkan materi pembelajaran
dengan apa yang sesungguhnya mereka amati dan rasakan dalam kehidupan nyata sehari-hari. Misalnya guru dapat memberikan tugas
kepada siswa untuk mencari dan menganalisis laporan keuangan di suatu perusahaan fotokopi, setelah selesai menganalisis siswa diminta
untuk mempresentasikan hasil analisisnya tersebut di depan kelas sesuai dengan apa yang telah mereka dapatkan dan kerjakan, tidak
dengan menyontek teman, mengarang bebas, ataupun mencari di media sosial. Dari pernyataan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
pendapat Rusman 2013:193 sejalan dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa ada hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan
pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dengan integritas pribadi. Semakin tinggi tingkat
keterlaksanaan pembelajaran kontekstual maka semakin tinggi pula integritas pribadi siswa.
Namun dalam penelitian ini dinyatakan bahwa hubungan antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual dan integritas pribadi
berada dalam kategori lemah. Hal ini bukan berarti siswa tidak memiliki perilaku jujur, tetapi menumbuhkan perilaku yang jujur
tersebut membutuhkan waktu dan proses yang lama. Proses PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
pembelajaran kontekstual merupakan proses pembelajaran yang sejalan dengan proses dalam kehidupan nyata sehari-hari, sehingga
pembelajaran kontekstual dapat dikatakan sebagai faktor eksternal yang dapat menjadi sarana bagi siswa untuk menumbuhkan perilaku
jujur. Pembentukan dan peningkatan kejujuran siswa dalam proses pembelajaran dapat dilakukan melalui beberapa hal, salah satunya saat
ulangan harian berlangsung, siswa diharapkan dapat mengerjakan ulangannya dengan kemampuan sendiri, tidak dengan menyontek
ataupun menjiplak hasil pekerjaan temannya. Dalam hal ini guru akan mengawasi dan mengamati kejujuran dari siswanya, maka dari itu
siswa akan terbiasa untuk mengerjakan ulangan harian dengan jujur dan dengan kemampuannya sendiri. Namun demikian, proses
pembentukan ataupun
peningkatan kejujuran
siswa dalam
pembelajaran kontekstual tidaklah mudah dan singkat, terlebih masa SMA adalah masa di mana siswa sedang mencari jati dirinya. Dalam
proses pencarian dan pembentukan jati diri, tentunya didukung oleh beberapa faktor, faktor yang dimaksud terdapat dalam komponen-
komponen karakter yang baik Lickona, 2008:74 yaitu mengenai pengetahuan moral, perasaan moral, dan aksi moral. Setiap siswa pasti
memiliki pengetahuan moral, perasaan moral, dan aksi moral yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya. Maka dari itu, perlu adanya
perbaikan dari faktor eksternal seperti lingkungan sekolah supaya dapat menjadikan pribadi yang jujur dan berintegritas tinggi.
3. Hubungan Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran Kontekstual pada
Materi Akuntansi Berdasarkan Kurikulum 2006 dan Minat Belajar Berdasarkan analisis data ditemukan hasil penelitian bahwa ada
hubungan positif antara tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dan
minat belajar Spearman ’s rho = + 0,647, Sig. 1-tailed = 0,000 α
0,01. Tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi
akuntansi menunjukkan bahwa nilai rata-rata mean adalah 115,498, nilai tengah median adalah 115, dan nilai modus adalah 125. Hal
tersebut menunjukkan bahwa persepsi siswa tentang tingkat keterlaksanaan pembelajaran kontekstual adalah tinggi. Sementara
pada minat belajar menunjukkan bahwa nilai rata-rata mean adalah 66,92542, nilai tengah median adalah 67, dan nilai modus adalah 70.
Hal tersebut menunjukkan bahwa minat belajar siswa termasuk dalam kategori cukup. Namun demikian, nilai koefisien korelasi tingkat
keterlaksanaan pembelajaran
kontekstual dan
minat belajar
menunjukkan derajat hubungan kedua variabel adalah positif dengan kategori kuat.
Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapatnya Kunandar 2008:298 mengenai ciri-ciri pembelajaran kontekstual yang dapat
membangkitkan minat belajar siswa. Kunandar memaparkan bahwa ciri-ciri dalam pembelajaran kontekstual antara lain: adanya kerjasama
antar semua pihak, menyenangkan dan tidak membosankan, belajar dengan bergairah, belajar terintegrasi, menggunakan berbagai sumber,
dinding kelas dan lorong-lorong penuh dengan hasil karya siswa, dan lain-lain. Maka dengan ciri pembelajaran yang demikian, siswa dapat
nyaman dan senang untuk mengikuti pembelajaran, itu berarti hal jenuh ataupun bosan tidak mereka rasakan. Banyak hal yang dapat
dilakukan oleh guru supaya pembelajaran kontekstual dapat berlangsung dengan menyenangkan, misalnya dalam setiap proses
pembelajaran guru menggunakan model atau metode pembelajaran yang beragam, selain itu dalam proses pembelajaran hendaknya
terdapat interaksi yang baik antara guru dengan siswa, jadi guru tidak hanya ceramah saja, namun juga harus melibatkan siswa untuk
berperan aktif dalam pembelajaran tersebut, misalnya dengan diskusi, game, dan presentasi. Hal demikian dapat menumbuhkan minat belajar
siswa, mereka akan senang dan mempunyai minat yang tinggi untuk terus belajar dan mengembangkan ilmunya.
Maka dari itu, pernyataan ini sejalan dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa ada hubungan positif antara tingkat
keterlaksanaan pembelajaran kontekstual pada materi akuntansi berdasarkan kurikulum 2006 dan minat belajar. Semakin tinggi tingkat
keterlaksanaan pembelajaran kontekstual maka semakin tinggi pula minat belajar siswa. Dalam hasil penelitian ini diketahui bahwa
hubungan antara kedua variabel termasuk dalam kategori kuat. Hal ini PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
berarti dengan pembelajaran kontekstual yang dilaksanakan, menjadikan responden memiliki minat belajar yang tinggi.
132