Keterbatasan Penelitian Tingkat Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat Kebakaran di PLTU PT PJB

229

BAB VI PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian

1. Tidak melakukan pemeriksaan terhadap kelengkapan tapak. 2. Tidak melakukan tes fungsi APAR, hidran, alarm dan sprinkler karena kebijakan dari perusahaan. 3. Tidak semua hasil pemeriksaan sarana proteksi aktif diteliti, sebagian menggunakan data sekunder dikarenakan kebijakan dari perusahaan.

6.2 Bahaya Kebakaran

6.2.1 Identifikasi Bahaya Kebakaran di PLTU PT PJB UP Muara Karang

Pada penelitian ini, area-area yang diteliti merupakan area yang berbentuk bangunan. Area- area yang menjadi objek penelitian adalah desalination plant, ground floor, mezzanine floor, turbine ground, office dan gudang. Di area-area tersebut terdapat bahan-bahan yang mudah terbakar yang digunakan dalam proses pekerjaan. Berdasarkan tabel 5.1 identifikasi potensi bahaya kebakaran di PLTU PT PJB UP Muara Karang, secara umum terdapat 4 jenis sumber bahaya yang dapat menyebabkan kejadian kebakaran. Setiap area memiliki potensi yang berbeda- beda, namun masih dalam jenis kelas yang sama. Bahan-bahan berbahaya yang ada di area desalination plant, turbine floor dan gudang yaitu komputer, kayu, kertas, listrik dan kabel yang berada di ruangan di mana karyawan melakukan pengontrolan terhadap mesin-mesin produksi melalui “display”. Kemudian oli yang digunakan untuk kelangsungan bekerjanya mesin-mesin beserta besi dan baja yang merupakan bahan dasar mesin-mesin produksi tersebut. Sedangkan untuk area ground floor dan mezzanine floor, bahan-bahan berbahaya yang ada di area ini adalah MFO, oli, CO, listrik, kabel, besi, baja. Pada area ini hanya terdapat mesin-mesin produksi yang beroperasi dan dikontrol oleh karyawan melalui sistem display yang ada di control room dan panel-panel lokal mesin. Untuk area office, bahan-bahan berbahaya yang dapat menyebabkan kejadian kebakaran adalah komputer, kayu, kertas, listrik dan kabel. Area ini merupakan tempat untuk kegiatan administrasi PT PJB UP Muara Karang. Dilihat dari uraian diatas terdapat 4 jenis kelas kebakaran yang dapat terjadi di PLTU PT PJB UP Muara Karang diantaranya: kebakaran kelas A kebakaran pada bahan padat kecuali logam, kelas B kebakaran pada zat cair atau gas yang mudah terbakar, kelas C kebakaran pada listrik yang bertegangankebakaran yang diakibatkan dari kebocoran listrik dan kelas D kebakaran pada logam. dan pengklasifikasian kelas kebakaran tersebut mengacu pada standar NFPA mengenai pengelompokan jenis kelas kebakaran berdasarkan jenis bahan yang terbakar.

6.2.2 Klasifikasi Bahaya Kebakaran di PLTU PT PJB UP Muara Karang

Berdasarkan klasifikasi bangunan berdasarkan KEPMEN PU No.10 Tahun 2000, office termasuk jenis bangunan kelas 5, yaitu bangunan kantor yang merupakan bangunan gedung yang dipergunakan untuk tujuan-tujuan usaha profesional, pengurusan administrasi, atau usaha komersial. Sedangkan desalination plant, ground floor, mezzanine floor dan turbine floor merupakan jenis bangunan kelas 8, yaitu bangunan laboratoriumindustripabrik yang dipergunakan untuk tempat pemrosesan suatu produksi, perakitan, perubahan, perbaikan, pengepakan, finishing, atau pembersihan barang-barang produksi dalam rangka perdagangan atau penjualan. Dan yang terakhir gudang termasuk jenis bangunan kelas 7 yaitu bangunan penyimpanangudang yang merupakan bangunan gedung yang dipergunakan penyimpanan, termasuk: tempat parkir umum atau gudang atau tempat pamer barang-barang produksi untuk dijual atau cuci gudang. Berdasarkan tingkat bahaya kebakaran di bangunan pabrik industri area PLTU termasuk pada bangunan yang memiliki tingkat bahaya kebakaran sedang I. hal ini dikarenakan PT PJB UP Muara Karang termasuk meteran listrik dan komponen alat-alat listrik. Tingkat bahaya sedang ini merupakan karakteristik kebakaran dimana api permukaan bisa menyebar pesat atau dengan intensitas sedang.

6.3 Manajemen Tanggap Darurat

Berdasarkan KEPMEN PU No.11KPTS2000, bangunan yang memiliki luas bagunan minimal 5000 m 2 atau dengan baban hunian 500 orang, atau dengan luas areasite minimal 5000 m 2 atau terdapat bahan berbahaya yang mudah terbakar diwajibkan menerapkan Manajemen Penanggulangan Kebakaran MPK. Besar kecilnya organisasi MPK ditentukan oleh risiko bangunan terhadap bahaya kebakaran. Adapun yang termasuk manajemen tanggap darurat diantaranya: organisasi tanggap darurat, prosedur tanggap darurat dan pelatihan tanggap darurat kebakaran.

6.3.1 Organisasi Tanggap Darurat

Dalam Kepmen PU No.10KPTS2000 disebutkan bahwa organisasi keadaan darurat adalah sekelompok orang yang ditunjukdipilih sebagai pelaksana keadaan darurat. Sedangkan menurut ERMC Emergency Response Management Consulting, organisasi tanggap darurat adalah sebuah struktur yang memberikan tugas khusus dan tanggung jawab untuk semua personel yang terlibat dalam operasi darurat. Berdasarkan pemeriksaan dengan menggunakan daftar checklist mengenai organisasi tanggap darurat dalam NFPA 101, area PLTU PT PJB UP Muara Karang memiliki tingkat pemenuhan sebesar 100 . Komponen-komponen yang telah terpenuhi adalah adanya tim penanggulangan kebakaran, terdapat organisasi tanggap darurat kebakaran dan petugas penanggung jawab terlatih dan mempunyai peran masing-masing. PT PJB UP Muara Karang sudah memiliki organisasi tanggap darurat yang berbeda dengan organisasi perusahaan. Organisasi tersebut terdiri dari manajer sebagai penanggung jawab, supervisor K3 sebagai koordinator lapangan di hari biasa senin-jumat 07.00-16.00 WIB atau supervisor produksi diluar hari biasa, komandan regu satpam yang sedang dinas sebagai tim komunikasi, tim PMK Pemadam Kebakaran, tim keamanan, tim P3K dan tim penyelamat. Untuk pemilihan orang-orang yang bertanggung jawab dalam organisasi ini dikondisikan dengan keadaan. Hal ini dikarenakan sistem kerja yang ada di PT PJB UP Muara Karang ini bagi karyawan bagian produksi operator produksi adalah sistem shift. Selain operator produksi, karyawan bekerja setiap hari senin hingga jumat mulai jam 07.00-16.00 WIB. Seluruh karyawan PT PJB UP Muara Karang terlibat dalam organisasi tanggap darurat ini dan mereka mempunyai peran masing-masing serta terlatih. Hal tersebut diketahui dari adanya program pelatihan penanggulangan kebakaran yang meliputi tata cara penggunaan alat proteksi aktif, cara evakuasi, PPGD Pelatihan Penanganan Gawat Darurat. Maka seluruh komponen organisasi tanggap darurat PT PJB UP Muara Karang yang diteliti sudah sesuai dengan standar NFPA 101. Hal-hal mengenai struktur organisasi dan peran masing- masing karyawan terdapat di dalam dokumen Sistem Manajemen Terpadu SMT dengan nomer dokumen PK-UPMKR-14. 6.3.2 Prosedur Tanggap Darurat Adalah tata carapedoman kerja dalam menanggulangi suatu keadaan darurat dengan memanfaatkan sumber daya dan sarana yang tersedia unntuk menanggulangi akibat dan situasi yang tidak normal dengan tujuan mencegah atau mengurangi kerugian yang lebih besar. Dalam NFPA 101, prosedur tanggap darurat merupakan cakupan dari rencana tanggap darurat yang harus ada. Berdasarkan pemeriksaan dengan menggunakan daftar checklist mengenai prosedur tanggap darurat dalam NFPA 101, area PLTU PT PJB UP Muara Karang memiliki tingkat pemenuhan sebesar 100 . Komponen-komponen dari prosedur tanggap darurat yang telah dipenuhi diantaranya: terdapat prosedur tanggap darurat kebakaran, terdapat koordinasi dengan pihak pemadam kebakaran setempat, terdapat pemeriksaan dan pemeliharaan sistem pencegahan dan penanggulangan kebakaran yang terjadwal rutin. PT PJB UP Muara Karang sudah memiliki prosedur khusus untuk keadaan- keadaan darurat, salah satunya adalah prosedur tanggap darurat kebakaran. Prosedur ini terdapat dalam SMT Sistem Manajemen Terpadu yang disusun oleh bagian K3 kemudian diperiksa oleh Deputi Manager KLK3 dan disetujui oleh Manajer PT PJB UP Muara Karang. Dokumen mengenai prosedur kesiagaan dan tanggap darurat terdapat pada SMT dengan nomor PK-UPMKR- 14 yang di dalamnya terdapat lampiran untuk penanganan masalah kebakaran dengan nomor IK-PK-UPMKR-14-01. Di dalam dokumen nomor IK-PK-UPMKR-14-01 tersebut dijelaskan bahwa adanya koordinasi dengan pihak pemadam kebakaran setempat ketika api tidak bisa lagi ditangani oleh pihak perusahaan. Menurut salah seorang pihak K3 ketika kebakaran menjadi terlalu besar dan tidak dapat ditanggulangi secara intern, maka pihak perusahaan akan menghubungi dinas pemadam kebakaran terdekat untuk menanggulanginya. Hal tersebut di perkuat dengan pernyataan Bernand 2003 yang menyebutkan bahwa manajer harus berkoordinasi dengan instansi yang mendukung dari luar sebelum terjadi keadaan darurat. Koordinasi awal ini akan meminimalkan kebingungan dan kekacauan selama situasi darurat dan mengembangkan hubungan dengan badan-badan yang memberikan dukungan. Selain hal itu PT PJB UP Muara Karang melakukan prosedur pemeriksaan sarana proteksi aktif secara rutin. Sarana proteksi aktif yang diperiksa secara rutin diantaranya: pemeriksaan APAR yang dilakukan setiap 1 bulan sekali, pemeriksaan alarm dilakukan setiap 3 bulan sekali, pemeriksaan sprinkler dilakukan setiap 3 bulan sekali, pemeriksaan detektor dilakukan setiap 3 bulan sekali, dan pemeriksaan hidran dilakukan setiap 3 bulan sekali. Di dalam NFPA telah disebutkan bahwa standar minimal untuk pemeriksaan kondisi alat proteksi kebakaran harus dilakukan minimal 2 kali dalam setahun. Maka apa yang telah dilakukan oleh perusahaan mengenai pemeriksaan dan pemeliharaan sistem pencegahan dan penanggulangan kebakaran yang terjadwal rutin sudah sesuai dengan standar NFPA. Sedangkan pemeliharaan sarana penyelamat jiwa dilakukan apabila ditemukan hal yang tidak sesuai dengan fungsinya. Seperti penggantian lampu darurat pada tanda petunjuk jalan, pengecatan kembali penanda sarana jalan keluar yang pudar dan house keeping untuk menjaga jalan keluar agar tidak terhalang benda-benda. Maka seluruh komponen prosedur tanggap darurat kebakaran yang diteliti di PT PJB UP Muara Karang sudah sesuai dengan standar NFPA 101.

6.3.3 Pelatihan Tanggap Darurat

Latihan tanggap darurat kebakaran juga berisikan tentang cara evakuasi sesuai dengan prosedur yang ada di area tersebut, untuk memastikan bahwa semua elemen yang terlibat benar-benar mampu bertindak dam keadaan darurat. Tujuan dari latihan kebakaran adalah menciptakan kesiapsiagaan anggota tim di dalam menghadapi kebakaran agar mampu bekerja untuk menaggulangi kebakaran secara efektif dan efisien. Berdasarkan pemeriksaan dengan menggunakan daftar checklist mengenai pelatihan tanggap darurat kebakaran dalam NFPA 101, PT PJB UP Muara Karang memiliki tingkat pemenuhan sebesar 66.66 . Komponen-komponen dari prosedur tanggap darurat yang telah dipenuhi diantaranya: terdapat program latihan penanggulangan kebakaran secara periodik, minimal 1 tahun sekali dan terdapat program latihan evakuasi kebakaran. Seluruh karyawan PT PJB UP Muara Karang diberikan pelatihan mengenai penanganan kebakaran 2-3 kali dalam setahun secara rutin. Pelatihan tersebut meliputi: tata cara prosedur apa saja yang harus di lakukan, tata cara evakuasi, P3K pertolongan pertama pada kecelakaan, PPGD Pelatihan Penanganan Gawat Darurat hingga cara penggunaan alat-alat proteksi aktif yang ada meliputi: APAR, hidran, serta cara membunyikan alarm manual ketika terjadi kebakaran. Sedangkan komponen yang tidak terpenuhi adalah latihan yang diselenggarakan diharapkan dan waktu tak terduga dan pada berbagai kondisi untuk mensimulasikan kondisi tidak biasa yang dapat terjadi dalam keadaan darurat yang sebenarnya. Pelatihan penanganan tanggap darurat tidak dapat dilakukan dalam waktu yang tidak terduga dikarenakan hal tersebut dapat mengganggu proses produksi. Kebutuhan listrik yang tinggi harus dipenuhi, sehingga proses produksi pun harus terus berlangsung tanpa adanya gangguan. Peserta yang mengikuti pelatihan adalah karyawan yang sedang tidak dalam shift waktu kerja. Sehingga diberikan pemberitahuan sebelumnya untuk mengikuti pelatihan tersebut. Hal tersebut tidak sesuai dengan standar NFPA 101 yang menyebutkan bahwa latihan yang diselenggarakan diharapkan dan waktu tak terduga dan pada berbagai kondisi. Latihan tersebut bertujuan untuk menstimulasikan kondisi tidak biasa yang dapat terjadi dalam keadaan darurat yang sebenarnya. Dengan demikian karyawan akan lebih siap untuk menghadapi masalah kebakaran kapanpun dan dalam kondisi apapun terutama hal-hal tidak terduga yang mungkin terjadi. Saran yang dapat diberikan untuk pemenuhan pelatihan tanggap darurat yaitu agar dilakukan simulasi kebakaran dalam waktu yang tidak terduga dan berbagai kondisi. Sehingga ketika terjadi kejadian kebakaran, karyawan dapat siap menghadapi berbagai kondisi dan dapat melakukan penanggulangan dengan segera. Dalam firman Allah surat Ar-rum ayat 8 disebutkan bahwa: “Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang kejadian diri mereka? Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya melainkan dengan tujuan yang benar dan waktu yang ditentukan. Dan sesungguhnya kebanyakan di antara manusia benar-benar ingkar akan pertemuan dengan Tuhannya”. 30:8 Allah tidak serta merta membuat suatu kejadian tanpa tujuan. Pasti akan selalu ada hikmah dibalik kejadian yang dikehendakiNya. Baik kejadian baik maupun buruk. Seperti dengan terjadinya kejadian kebakaran, pastilah Allah menghendaki sesuatu yang baik dengan adanya bencana kebakaran. Yaitu agar kita selaku umat manusia tidak lalai dan lebih berhati-hati. Mempersiapkan segala sesuatunya terhadap kemungkinan-kemungkinan yang mungkin terjadi. Dengan diperingatkannya kejadian tersebut maka kita haruslah lebih waspada, lebih mempersiapkan baik dari kemampuan untuk menanggulangi kebakaran, peralatan yang digunakan untuk penanggulangan serta cara untuk menyelamatkan diri. Manusia adalah makhluk Allah yang paling sempurna dengan diberikannya akal. Hal tersebut dimaksudkan agar manusia selalu berfikir dan menggali ilmu sebanyak-banyaknya untuk diaplikasikan dalam kebaikan.

6.3.4 Tingkat Pemenuhan Manajemen Tanggap Darurat

Berdasarkan tabel 5.5, hasil pemeriksaan tingkat pemenuhan manajemen tanggap darurat di PLTU PT PJB UP Muara Karang adalah 88.88 . Menurut Puslitbang Pemukiman tahun 2005 tentang penilaian audit kebakaran tingkat tersebut termasuk pada nilai B sesuai persyaratan, yang mana kondisi manajemen tanggap darurat kebakaran yang ada di PLTU sudah baik. Maka manajemen yang ada adalah sesuai dengan standar yang digunakan yaitu NFPA 101. Hampir seluruh komponen manajemen tanggap darurat terpenuhi, dimulai dari organisasi tanggap darurat dan prosedur tanggap darurat dengan kesesuaian 100 . Hanya pelatihan tanggap darurat yang memiliki tingkat kesesuain 66.66. Dimana pelatihan tidak dapat yang diselenggarakan dalam waktu yang tak terduga dan pada berbagai kondisi. Maka pihak perusahaan agar melakukan simulasi kebakaran dalam waktu yang tidak terduga dan berbagai kondisi. Sehingga ketika terjadi kejadian kebakaran, karyawan dapat siap menghadapi berbagai kondisi dan dapat melakukan penanggulangan dengan segera.

6.4 Desalination Plant

6.4.1 Sarana Proteksi Aktif

Menurut KEPMEN PU No.10KPTS2000, sarana proteksi kebakaran aktif adalah sistem perlindungan terhadap kebakaran yang dilaksanakan dengan mempergunakan peralatan yang dapat bekerja secara otomatis maupun manual, digunakan oleh penghuni atau petugas pemadam kebakaran dalam melaksanakan operasi pemadaman. Adapun yang termasuk kedalam sistem proteksi kebakaran aktif, adalah: APAR, detektor kebakaran, alarm, sprinkler, hidran.

1. APAR dan APAB

APAR merupakan alat pemadam api yang dapat dijinjing dengan berat yang tidak melebihi 10 kg adapun media pemadam yang digunakan adalah air, serbuk kimia, busa dan gas. APAR bersifat praktis dan mudah cara penggunaannya, tapi hanya efektif untuk memadamkan kebakaran kecil atau awal kebakaran sesuai dengan klasifikasi kebakarannya Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No: PER.04MEN1980. Sedangkan menurut NFPA 10, APAR adalah suatu peralatan ringan yang berisi tepung, cairan atau gas yang dapat disemprotkan bertekanan untuk tujuan pemadaman kebakaran. Berdasarkan pemeriksaan dengan menggunakan daftar checklist mengenai APAR dalam NFPA 10, tingkat pemenuhan APAR di area desalination plant mencapai 98.33 . Area desalination plant dengan luas 106.8 m 2 memiliki potensi kebakaran tipe A, B, C dan D. namun APAR yang tersedia hanya mampu memadamkan kelas kebakaran tipe A, B dan C. Berdasarkan perhitungan jumlah kebutuhan APAR, area desalination plant hanya membutuhkan 1 buah APAR. Sedangkan APAR yang tersedia berjumlah 7 buah dan APAB sebanyak 4 buah. Di area desalination plant seluruh APAR yang ada tidak diletakan di dalam cabinet, namun semua APAR tersebut diletakan di rak. Melihat kondisi tersebut, maka peneliti menghilangkan daftar checklist mengenai APAR yang memiliki cabinet lemari tidak boleh dikunci dan APAR yang diletakan di cabinet harus diletakan sedemikian rupa sehingga instruksi operasi pemadaman dapat terlihat dari depan. Sedangkan untuk komponen lainnya, APAR dan APAB yang ada di area ini sudah sesuai dengan NFPA 10. Saran yang dapat diberikan terhadap perusahaan adalah menyediakan APAR khusus untuk memadamkan kelas kebakaran D dan agar tetap melakukan pemeriksaan secara rutin yang sesuai dengan standar. Sehingga APAR selalu dalam keadaan berfungsi dengan baik dan siap untuk digunakan. Jadi ketika terjadi kebakaran, karyawan dapat menggunakannya untuk penanggulangan dengan segera. 2. Alarm PT PJB UP Muara Karang sudah memiliki alarm yang terintegrasi dengan detektor. Alarm yang terdapat di area-area PLTU ini adalah alarm kebakaran yang berupa audible dan visible alarm. Sedangkan berdasarkan cara pengaktifannya, alarm yang terdapat di PLTU yaitu alarm manual dan panel indikator kebakaran. Untuk di area desalination plant alarm yang digunakan adalah alaram manual tipe full down. Berdasarkan tabel 5.9 area desalination plant memiliki tingkat pemenuhan alarm sebesar 85.71 . Di area ini semua mesin terhubung dengan panel indikator kebakaran control room 4, 5. Dimana panel tersebut terhubung dengan detektor-detektor yang ada di setiap mesin-mesin produksi. Jadi ketika terjadi kebakaran karyawan mengetahui area mesin mana yang mengalami kebakaran sehingga dapat ditanggulangi secara cepat oleh tim pemadam kebakaran.Namun masih terdapat alarm manual dengan tipe full down yang terletak di samping pintu keluar control room local area ini. Alarm manual ini memiliki tinggi 1,47 m dari lantai dan berjarak maksimal 20 m dari semua bagian area desalination plant. Komponen yang tidak sesuai dengan NFPA 72 adalah alarm yang ada di area desalination plant tidak terhubung dengan sprinkler. Saran yang dapat diberikan adalah menyediakan sprinkler karena terdapat kemungkinan terjadi kebakaran yang tidak terdeteksi oleh sarana proteksi aktif dan hanya terlihat oleh karyawan saja.

3. Sprinkler

Sprinkler adalah alat pemancar air untuk pemadaman kebakaran yang mempunyai tudung berbentuk deflektor pada ujung mulut pancarnya, sehingga air dapat memancar ke semua arah secara merata KEPMEN PU No.10KPTS2000. Sedangkan menurut NFPA 13, sistem sprinkler untuk tujuan perlindungan kebakaran, merupakan suatu sistem terpadu dari pipa bawah tanah dan dia atas tanah yang dirancang sesuai dengan standar teknik proteksi kebakaran. Tidak terdapat sistem sprinkler yang terpasang di area desalination plant. Menurut pihak K3, hal tersebut dikarenakan alat proteksi lainnya dirasakan cukup untuk mencegah dan menanggulangi kejadian kebakaran. Apabila terjadi kebakaran untuk area desalination plant mesin-mesin berada di luar rungan sehingga dapat menggunakan APAR ataupun hidran untuk menanggulanginya. Saran yang dapat diberikan adalah agar menyediakan sprinkler karena terdapat kemungkinan terjadi kebakaran yang tidak terdeteksi oleh sarana proteksi aktif dan hanya terlihat oleh karyawan saja.

4. Detektor

Menurut NFPA, detektor kebakaran otomatis adalah sebuah alat yang didesain untuk mendeteksi adanya kebakaran dan melakukan tindakan. Sedangkan menurut Permenaker PER.02MEN1983 peralatan pendeteksian secara otomatis disebut juga dengan Fire Detector yang secara otomatis akan mendeteksi kebakaran, kemudian mengaktifkan alarmnya. Tidak terdapat detektor di area desalination plant. Rata-rata mesin di area ini berada di luar ruangan, dan hanya diawasi oleh 2 orang karyawan dari ruang control room local melalui display komputer. Area desalination plant merupakan area produksi. Tentunya memiliki banyak bahan berbahaya yang dapat menimbulkan risiko kebakaran. Berdasarkan tabel 5.1 mengenai identifikasi potensi bahaya kebakaran, area desalination plant memiliki potensi kebakaran komputer, kertas, kayu dan listrik dari control room local serta MFO, oli, gas CO, besi dan baja dari mesin produksi yang ada di area ini. Selain dengan besarnya potensi kebakaran yang ada, di area ini karyawan yang bekerja setiap shift sangatlah terbatas, yaitu hanya 3 orang. Apabila terjadi kebakaran dikhawatirkan tidak dapat ditanggulangi dengan cepat karena jumlah karyawan yang terbatas. Saran yang dapat diberikan adalah menyediakan sistem detektor yang sesuai dengan kondisi area desalination plant untuk meminimalisir potensi terjadinya kejadian kebakaran.

5. Hidran

Berdasarkan KEPMEN PU No.10KPTS2000, yang dimaksud dengan hidran adalah alat yang dilengkapi dengan slang dan mulut pancar nozzle untuk mengalirkan air bertekanan, yang digunakan bagi keperluan pemadaman kebakaran. Sedangkan menurut NFPA 14, sistem pipa berdiri adalah pengaturan dari pemipaan, katup, sambungan selang, dan peralatan bersatu dipasang di sebuah bangunan atau struktur dengan sambungan selang yang terletak di sedemikian rupa sehingga air dapat dialirkan atau disemprotkan melalui selang dan nozzlel terpasang, yang bertujuan untuk pemadaman kebakaran dan melindungi sebuah bangunan atau struktur dan isinya selain untuk melindungi penghuni. Berdasarkan tabel 5.10 area desalination plant memiliki tingkat pemenuhan hidran halaman sebesar 100 . Hidran halaman terletak di dekat water intake dengan jarak 5-10 m ke area desalination plant. Saran yang dapat diberikan adalah pemeriksaan rutin hidran agar tetap dilakukan secara continue sesuai dengan standar minimal. Agar hidran selau berfungsi dengan baik dan siap untuk digunakan kapanpun. Selain hal itu karena bencana selalu terjadi secara tiba-tiba dan tidak dapat diprediksi, maka nozzle harus sudah dipasang pada selang kebakaran. Sehingga kapan pun terjadi kebakaran yang tidak dapat ditanggulangi oleh alat proteksi kebakaran lainnya, dapat langsung menggunakan hidran.

6.4.2 Sarana Penyelamat Jiwa

Sarana penyelamatan adalah sarana yang dipersiapkan untuk dipergunakan oleh penghuni maupun petugas pemadam kebakaran dalam upaya penyelamatan jiwa manusia maupun harta-benda bila terjadi kebakaran pada suatu bangunan gedung dan lingkungan. Sarana penyelamat jiwa tersebut terdiri dari petunjuk jalan keluar, sarana jalan keluar, pintu darurat, tangga darurat, penerangan darurat dan titik berkumpul. 1. Petunjuk Jalan Keluar Petunjuk arah jalan keluar adalah tanda gambar dan tulisan dalam suatu bangunan gedung atau industri yang memberikan petunjuk arah jalan keluar dari lokasi. Biasanya ditempatkan di beberapa lokasi strategis, misalnya di persimpangan jalan koridor atau lorong-lorong dalam lokasi gedung atau bangunan industri. Perda DKI No.03 tahun 1992 Berdasarkan tabel 5.12 area desalination plant memiliki tingkat pemenuhan petunjuk jalan keluar sebesar 100 . Hal tersebut menunjukan bahwa petunjuk jalan keluar yang berada di area desalination plant sudah sesuai dengan NFPA 101 dan Kepmen PU No.10KPTS2000. Saran yang dapat diberikan untuk pihak perusahaan adalah pemeliharaan petunjuk jalan keluar sehingga tetap dapat berjalan sebagaimana fungsinya. Selain hal tersebut sebaiknya pihak perusahaan membuat papan petunjuk jalan keluar dengan ukuran yang lebih besar. Sehingga karyawan maupun pihak selain karyawan dapat melihat tanda tersebut dengan mudah.

2. Sarana Jalan Keluar

Menurut NFPA 101, akses keluar adalah sebagian sarana jalan keluar yang mengarah ke pintu masuk untuk keluar. Sedangkan dalam KEPMEN PU No.10KPTS2000 tentang Ketentuan Tehnik Pengaman Terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, Eksit atau jalan ke luar adalah: a. salah satu atau kombinasi dari berikut ini jika memberikan jalan ke luar menuju ke jalan umum atau ruang terbuka: 1. bagian dalam dan luar tangga, 2. ramp, 3. lorong yang dilindungi terhadap kebakaran, 4. bukaan pintu yang menuju jalan umum atau ruang terbuka. b. jalan ke luar horisontal atau lorong yang dilindungi terhadap kebakaran yang menuju ke eksit horisontal. Berdasarkan tabel 5.13 area desalination plant memiliki tingkat pemenuhan sarana jalan keluar sebesar 66.66 . Hal tersebut menunjukan bahwa sarana jalan keluar yang ada di area desalination plant masih terdapat kekurangan yang belum sesuai dengan NFPA 101. Komponen yang masih belum sesuai dengan NFPA 101 adalah lebar minimal jalan keluar adalah 2 m, jumlah jalan keluar terdapat lebih dari 1 dan letaknya berjauhan. Namun terdapat pengecualian, sarana jalan keluar diperbolehkan dengan jumlah 1 buah apabila semua karyawan yang berada di dalam area tesebut dapat dievakuasi dengan aman selama terjadinya kejadian darurat. Area desalination plant hanya memiliki 1 sarana jalan keluar. Jumlah pegawai yang bekerja di area desalination plant setiap harinya adalah 3orang. Saran yang dapat diberikan adalah agar tetap menjaga sepanjang sarana jalan keluar agar tetap bersih dan bebas dari benda-benda yang dapat menghambat proses evakuasi. Sehingga ketika tejadi keadaan darurat karyawan dapat dengan segera dievakuasi dengan aman tanpa adanya hambatan.

3. Pintu Darurat

Menurut Puslitbang Departemen Pekerjaan Umum pintu kebakaran adalah pintu-pintu yang langsung menuju tangga kebakaran dan hanya dipergunakan apabila terjadi kebakaran. Sedangkan menurut NFPA 101, pintu darurat atau pintu kebakaran adalah pintu yang dipergunakan sebagai jalan keluar untuk usaha penyelamatan jiwa manusia pada saat terjadi kebakaran. Berdasarkan tabel 5.14, pintu darurat yang berada di area desalination plant memiliki tingkat pemenuhan sebesar 85.71 . Hampir seluruh komponen kesesuaian pintu darurat sudah dipenuhi. Namun para karyawan menggunakan pintu tersebut untuk keluar masuk area setiap harinya. Saran yang dapat diberikan untuk pihak perusahaan adalah memberlakukan pintu darurat tersebut sesuai fungsinya, yaitu hanya digunakan ketika terjadi kejadian darurat kebakaran saja. Maka ketika terjadi keadaan darurat kebakaran para karyawan dapat mengevakuasi dirnya dengan segera melalui pintu-pintu darurat tersebut.

4. Tangga Darurat

Tangga darurat atau tangga kebakaran digunakan sebagai sarana jalan jika terjadi kebakaran. Menurut KEPMEN PU No.10KPTS2000, tangga kebakaran adalah tangga yang direncanakan khusus untuk penyelamatan bila terjadi kebakaran. Di area desalination tidak dilakukan pemeriksaan mengenai tangga darurat. Hal tersebut dikarenakan area ini hanya terdiri dari satu lantai saja.

5. Penerangan Darurat

Penerangan darurat merupakan penerangan untuk menerangi sepanjang jalur evakuasi jika penerangan utama tidak berfungsi pada waktu terjadi kebakaran, sehingga memudahkan usaha penyelamatan. Penerangan darurat yang digunakan untuk sarana jalan keluar harus bersumber dari aliran listrik yang dapat diandalkan dan dipertanggungjawabkan. Lampu darurat dipasang pada tangga kebakaran, bordes, jalan penghubung dan jalan-jalan yang akan dilalui pada saat evakuasi. Perda DKI, 1992 Area desalination tidak memiliki lampu darurat. Namun terdapat 3 sumber listrik di area ini yaitu: AC listrik, DC listrik batterai dan diesel. AC listrik digunakan sebagai sumber listrik utama yang digunakan untuk seluruh kepentingan kegiatan yang berlangsung. Saran yang dapat diberikan adalah agar perusahaan tetap menyediakan lampu darurat di area ini, walaupun sudah ada 3 sumber listrik yang berbeda.

6. Tempat berhimpun

Suatu tempat di area sekitar atau di luar lokasi yang diperuntukan sebagai tempat berhimpun dan dilakukan penghitungan saat terjadi keadaan darurat. Tempat ini pula merupakan lokasi akhir yang dituju sebagaimana digambarkan dalam rute evakuasi. Tempat berhimpun darurat harus aman dari bahaya kebakaran dan lainnya. NFPA 101 Berdasarkan hasil pemeriksaan tempat berhimpun dengan menggunakan daftar checklist NFPA 101, PLTU PT PJB UP Muara Karang memiliki tingkat pemenuhan sebesar 100 . Tempat berhimpun yang berada di area PLTU terletak di depan gedung office dikarenakan tempat tersebut strategis. Area-area PLTU lainnya berada di dekat gedung office tersebut. Sehingga satu tempat berhimpun saja dirasa cukup. Namun desalination plant terletak cukup jauh dari tempat berhimpun tersebut. Untuk mencapainya, karyawan harus melewati area ground floor terlebih dahulu. Walaupun demikian karyawan yang bekerja di area tersebut berada dalam jumlah sedikit dan memahami kondisi lapangan sehingga dapat mencapai tempat berhimpun. Saran yang dapat diberikan terhadap perusahaan adalah agar tetap memelihara kondisi tempat berhimpun selalu dalam kondisi aman. perawatan garis pembatas dan tanda petunjuk tempat berhimpun sehingga selalu dalam keadaan baik dan dapat dilihat dengan mudah oleh karyawan.

6.4.3 Tingkat Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat Kebakaran di Area Desalination Plant

Berdasarkan tabel 5.17 rata-rata tingkat pemenuhan sistem tanggap darurat di area desalination plan PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010 adalah 76.40 yaitu cukup baik C dimana semua komponen sistem proteksi kebakaran sudah terpasang tapi ada sebagian kecil instalasi yang tidak sesuai dengan persyaratan.

6.5 Ground Floor

6.5.1 Sarana Proteksi Aktif

Menurut KEPMEN PU No.10KPTS2000, sarana proteksi kebakaran aktif adalah sistem perlindungan terhadap kebakaran yang dilaksanakan dengan mempergunakan peralatan yang dapat bekerja secara otomatis maupun manual, digunakan oleh penghuni atau petugas pemadam kebakaran dalam melaksanakan operasi pemadaman. Adapun yang termasuk kedalam sistem proteksi kebakaran aktif, adalah: APAR, detektor kebakaran, alarm, sprinkler, hidran.

1. APAR dan APAB

APAR merupakan alat pemadam api yang dapat dijinjing dengan berat yang tidak melebihi 10 kg adapun media pemadam yang digunakan adalah air, serbuk kimia, busa dan gas. APAR bersifat praktis dan mudah cara penggunaannya, tapi hanya efektif untuk memadamkan kebakaran kecil atau awal kebakaran sesuai dengan klasifikasi kebakarannya Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No: PER.04MEN1980. Sedangkan menurut NFPA 10, APAR adalah suatu peralatan ringan yang berisi tepung, cairan atau gas yang dapat disemprotkan bertekanan untuk tujan pemadaman kebakaran. Berdasarkan tabel 5.19 APAR di area ground floor memiliki tingkat pemenuhan sebesar 98.53 . Area ground floor dengan luas 4.018,35 m 2 memiliki potensi kebakaran tipe B, C dan D. Namun APAR yang tersedia hanya mampu memadamkan kelas kebakaran tipe B dan C. Berdasarkan tabel 5.20, di area ground floor PLTU PT PJB UP Muara Karang tingkat pemenuhan APAB sebesar 100 . APAB di sediakan untuk area ground floor yang mana area tersebut merupakan area produksi dengan jumlah personel terbatas. Saran yang dapat diberikan terhadap perusahaan adalah menyediakan APAR khusus untuk memadamkan kelas kebakaran D dan agar tetap melakukan pemeriksaan secara rutin yang sesuai dengan standar. Sehingga APAR selalu dalam keadaan berfungsi dengan baik dan siap untuk digunakan. Jadi ketika terjadi kebakaran, karyawan dapat menggunakannya untuk penanggulangan dengan segera.

2. Alarm

PT PJB UP Muara Karang sudah memiliki alarm yang terintegrasi dengan detektor. Alarm yang terdapat di area-area PLTU ini adalah alarm kebakaran yang berupa audible dan visible alarm. Sedangkan berdasarkan cara pengaktifannya, alarm yang terdapat di PLTU yaitu alarm manual dan panel indikator kebakaran. Untuk area ground floor menggunakan tipe alarm manual tipe full down. Berdasarkan tabel 5.21 area ground floor memiliki tingkat pemenuhan alarm sebesar 85.71 . Terdapat satu buah alarm manual tipe push button di area ground floor. Namun mesin-mesin yang berada di area ini terhubung dengan panel indicator kebakaran yang berada di control room pusat 4, 5 di area turbine floor. Maka ketika terjadi kebakaran dapat terdeteksi di control room sehingga dapat dilakukan penanganan dengan segera. Saran yang dapat diberikan adalah pemeriksaan tetap dilakukan secara rutin dan dilakukan penambahan jumlah alarm manual sehingga memenuhi standar tidak melebihi 30 m dari semua bagian bangunan. Karena terdapat kemungkinan terjadi kebakaran yang tidak terdeteksi oleh sarana proteksi aktif dan hanya terlihat oleh karyawan saja. Sehingga apabila terjadi hal yang demikian karyawan dapat segera mencapai alarm untuk pemberitahuan adanya kejadian kebakaran.

3. Sprinkler

Sprinkler adalah alat pemancar air untuk pemadaman kebakaran yang mempunyai tudung berbentuk deflektor pada ujung mulut pancarnya, sehingga air dapat memancar ke semua arah secara merata KEPMEN PU No.10KPTS2000. Sedangkan menurut NFPA 13, sistem sprinkler untuk tujuan perlindungan kebakaran, merupakan suatu sistem terpadu dari pipa bawah tanah dan dia atas tanah yang dirancang sesuai dengan standar teknik proteksi kebakaran. Berdasarkan tabel 5.22 area ground floor memiliki tingkat pemenuhan sprinkler sebesar 100 . Hal tersebut menunjukan seluruh komponen telah terpenuhi. Jenis prinkler yang ada di area ground floor adalah glass bulb di mesin diesel fire pump dan spray system yang ada di sekeliling mesin-mesin produksi, salah satunya yaitu trafo. Jarak antar sprinkler yang ada berkisar antara 2-4 m dan jarak dari sprinkler ke dinding antara 4-4.5 m. system sprinkler yang ada sudah terhubung secara otomatis dengan panel indicator kebakaran di control room. Sehingga ketika sprinkler bereaksi akibat adanya kebakaran, langsung terlihat di panel indicator kebakaran dan alarm menyala secara otomatis. Saran yang dapat diberikan adalah perusahaan agar tetap melakukan pemeriksaan sprinkler secara rutin sehingga selalu dalam keadaan baik dan siap untuk digunakan. Jadi ketika terdeteksi adanya kebakaran dapat ditanggulangi dengan segera untuk mencegah terjadinya kebakaran yang lebih besar.

4. Detektor

Menurut NFPA, detektor kebakaran otomatis adalah sebuah alat yang didesain untuk mendeteksi adanya kebakaran dan melakukan tindakan. Sedangkan menurut Permenaker PER.02MEN1983 peralatan pendeteksian secara otomatis disebut juga dengan Fire Detector yang secara otomatis akan mendeteksi kebakaran, kemudian mengaktifkan alarmnya. Berdasarkan tabel 5.23 area ground floor memiliki tingkat pemenuhan detektor sebesar 100 . Hal tersebut menunjukan bahwa detektor yang ada di area ground floor telah memenuhi semua komponen. Di area ground floor terdapat 20 buah detektor yang terpasang dengan rincian heat detectorsebanyak 4 buah dan flame detector sebanyak 16 buah. Saran yang dapat diberikan adalah agar tetap melakukan pemeriksaan fungsi detektor secara rutin sehingga tetap berfungsi dengan baik. Sehingga risiko terjadinya kejadian kebakaran dapat diminimalisir.

5. Hidran

Berdasarkan KEPMEN PU No.10KPTS2000, yang dimaksud dengan hidran adalah alat yang dilengkapi dengan slang dan mulut pancar nozzle untuk mengalirkan air bertekanan, yang digunakan bagi keperluan pemadaman kebakaran. Sedangkan menurut NFPA 14, sistem pipa berdiri adalah pengaturan dari pemipaan, katup, sambungan selang, dan peralatan bersatu dipasang di sebuah bangunan atau struktur dengan sambungan selang yang terletak di sedemikian rupa sehingga air dapat dialirkan atau disemprotkan melalui selang dan nozzle terpasang, yang bertujuan untuk pemadaman kebakaran dan melindungi sebuah bangunan atau struktur dan isinya selain untuk melindungi penghuni. Berdasarkan tabel 5.24 area ground floor memiliki tingkat pemenuhan hidran gedung sebesar 80 . Di area ground floor terdapat 7 buah hidran gedung yang menempel pada dinding area. Sedangkan berdasarkan tabel 5.25 area ground floor memiliki tingkat pemenuhan hidran halaman sebesar 100 . Hidran halaman terletak di dekat water intake dengan jarak 10 m ke area ground floor. Hidran gedung yang tersedia tidak terdapat tata cara penggunaannya dan seluruh nozzlenya belum terpasang pada selang kebakaran. Maka saran yang dapat diberikan untuk perusahaan adalah agar seluruh hidran yang ada diberikan petunjuk pemakaian, pemasangan nozzle ke selang kebakaran dan pemeliharaan supaya hidran dapat langsung digunakan ketika terjadi kebakaran.

6.5.2 Sarana Penyelamat Jiwa

Sarana penyelamatan adalah sarana yang dipersiapkan untuk dipergunakan oleh penghuni maupun petugas pemadam kebakaran dalam upaya penyelamatan jiwa manusia maupun harta-benda bila terjadi kebakaran pada suatu bangunan gedung dan lingkungan. Sarana penyelamat jiwa tersebut terdiri dari petunjuk jalan keluar, sarana jalan keluar, pintu darurat, tangga darurat, penerangan darurat dan titik berkumpul. 1. Petunjuk Jalan Keluar Petunjuk arah jalan keluar adalah tanda gambar dan tulisan dalam suatu bangunan gedung atau industri yang memberikan petunjuk arah jalan keluar dari lokasi. Biasanya ditempatkan di beberapa lokasi strategis, misalnya di persimpangan jalan koridor atau lorong-lorong dalam lokasi gedung atau bangunan industri. Perda DKI No.03 tahun 1992 Berdasarkan tabel 5.27 area ground floor memiliki tingkat pemenuhan petunjuk jalan keluar sebesar 100 . Hal tersebut menunjukan bahwa petunjuk jalan keluar yang berada di area ground floor sudah sesuai dengan NFPA 101 dan Kepmen PU No.10KPTS2000.

2. Sarana Jalan Keluar

Menurut NFPA 101, akses keluar adalah sebagian sarana jalan keluar yang mengarah ke pintu masuk untuk keluar. Berdasarkan tabel 5.28 area ground floor memiliki tingkat pemenuhan sarana jalan keluar sebesar 100 . Hal tersebut menunjukan bahwa sarana jalan keluar yang ada di area ground floor sudah sesuai dengan NFPA 101. 3. Pintu Darurat Menurut Puslitbang Departemen Pekerjaan Umum pintu kebakaran adalah pintu-pintu yang langsung menuju tangga kebakaran dan hanya dipergunakan apabila terjadi kebakaran. Sedangkan menurut NFPA 101, pintu darurat atau pintu kebakaran adalah pintu yang dipergunakan sebagai jalan keluar untuk usaha penyelamatan jiwa manusia pada saat terjadi kebakaran. Berdasarkan tabel 5.29, pintu darurat yang berada di area ground floor memiliki tingkat pemenuhan sebesar 85.71 . Untuk pintu darurat yang ada di area ini sudah memenuhi hamper seluruh komponen, namun para karyawan menggunakan pintu tersebut untuk keluar masuk area setiap harinya.

4. Tangga Darurat

Tangga darurat atau tangga kebakaran digunakan sebagai sarana jalan jika terjadi kebakaran. Menurut KEPMEN PU No.10KPTS2000, tangga kebakaran adalah tangga yang direncanakan khusus untuk penyelamatan bila terjadi kebakaran. Di area ground floor tidak dilakukan pemeriksaan mengenai tangga darurat. Hal tersebut dikarenakan area ini hanya terdiri dari satu lantai saja.

5. Penerangan Darurat

Penerangan darurat merupakan penerangan untuk menerangi sepanjang jalur evakuasi jika penerangan utama tidak berfungsi pada waktu terjadi kebakaran, sehingga memudahkan usaha penyelamatan. Penerangan darurat yang digunakan untuk sarana jalan keluar harus bersumber dari aliran listrik yang dapat diandalkan dan dipertanggungjawabkan. Lampu darurat dipasang pada tangga kebakaran, bordes, jalan penghubung dan jalan-jalan yang akan dilalui pada saat evakuasi. Perda DKI, 1992 Area ground floor tidak memiliki lampu darurat. Namun terdapat 3 sumber listrik di area ini yaitu: AC listrik, DC listrik batterai dan diesel. AC listrik digunakan sebagai sumber listrik utama yang digunakan untuk seluruh kepentingan kegiatan yang berlangsung. Ketika AC listrik padam maka akan langsung digantikan oleh diesel. Menurut salah satu karyawan bagian produksi waktu perpindahan hingga listrik menyala kembali adalah sekitar 1 menit. Saran yang dapat diberikan adalah agar perusahaan tetap menyediakan lampu darurat di area ini, walaupun sudah ada 3 sumber listrik yang berbeda.

6. Tempat berhimpun

Suatu tempat di area sekitar atau di luar lokasi yang diperuntukan sebagai tempat berhimpun dan dilakukan penghitungan saat terjadi keadaan darurat. Tempat ini pula merupakan lokasi akhir yang dituju sebagaimana digambarkan dalam rute evakuasi. Tempat berhimpun darurat harus aman dari bahaya kebakaran dan lainnya. NFPA 101 Berdasarkan hasil pemeriksaan tempat berhimpun dengan menggunakan daftar checklist NFPA 101, PLTU PT PJB UP Muara Karang memiliki tingkat pemenuhan sebesar 100. Komponen-komponen yang telah dipenuhi diantaranya yaitu: tersedia tempat berhimpun setelah evakuasi, tersedia petunjuk tempat berhimpun, luas tempat berhimpun sesuai dengan minimal 0.3 m 2 orang, dan kondisi tempat berhimpun aman. Tempat berhimpun yang berada di area PLTU terletak di depan gedung office dikarenakan tempat tersebut strategis. Area-area PLTU lainnya berada di dekat gedung office tersebut. Sehingga satu tempat berhimpun saja dirasa cukup. Terdapat papan tanda penunjuk yang di cat hijau dengan warna dasar putih untuk memberitahukan letak tempat berhimpun. Luasnya adalah 100 m 2 dengan garis pemabatas cat warna kuning, sedangkan jumlah kapasitas karyawan 108 orang yang bekerja setiap harinya. Kondisi tempat berhimpun tersebut termasuk aman karena terletak jauh dari plant produksi. Hal-hal tersebut sesuai dengan standar NFPA yang menyebutkan bahwa tersedia petunjuk tempat berhimpun, luas tempat berhimpun sesuai dengan minimal 0.3 m 2 orang dengan kondisi aman. Saran yang dapat diberikan terhadap perusahaan adalah agar tetap memelihara kondisi tempat berhimpun selalu dalam kondisi aman. perawatan garis pembatas dan tanda petunjuk tempat berhimpun sehingga selalu dalam keadaan baik dan dapat dilihat dengan mudah oleh karyawan.

6.5.3 Tingkat Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat Kebakaran di Area Ground Floor

Berdasarkan tabel 5.31 rata-rata tingkat pemenuhan sistem tanggap darurat di area ground floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010 adalah 76.40 yaitu Cukup Baik C dimana semua komponen sistem proteksi kebakaran sudah terpasang tapi ada sebagian kecil instalasi yang tidak sesuai dengan persyaratan.

6.6 Mezzanine Floor

6.6.1 Sarana Proteksi Aktif

Menurut KEPMEN PU No.10KPTS2000, sarana proteksi kebakaran aktif adalah sistem perlindungan terhadap kebakaran yang dilaksanakan dengan mempergunakan peralatan yang dapat bekerja secara otomatis maupun manual, digunakan oleh penghuni atau petugas pemadam kebakaran dalam melaksanakan operasi pemadaman. Adapun yang termasuk kedalam sistem proteksi kebakaran aktif, adalah: APAR, detektor kebakaran, alarm, sprinkler, hidran.

1. APAR dan APAB

APAR merupakan alat pemadam api yang dapat dijinjing dengan berat yang tidak melebihi 10 kg adapun media pemadam yang digunakan adalah air, serbuk kimia, busa dan gas. APAR bersifat praktis dan mudah cara penggunaannya, tapi hanya efektif untuk memadamkan kebakaran kecil atau awal kebakaran sesuai dengan klasifikasi kebakarannya Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No: PER.04MEN1980. Sedangkan menurut NFPA 10, APAR adalah suatu peralatan ringan yang berisi tepung, cairan atau gas yang dapat disemprotkan bertekanan untuk tujan pemadaman kebakaran. Berdasarkan tabel 5.33 APAR di area mezzanine floor memiliki tingkat pemenuhan sebesar 98.53 . Area mezzanine floor dengan luas 4.018,35 m 2 memiliki potensi kebakaran tipe B, C dan D. namun APAR yang tersedia hanya mampu memadamkan kelas kebakaran tipe B dan C. Sedangkan berdasarkan tabel 5.34, di mezzanine floor PLTU PT PJB UP Muara Karang tingkat pemenuhan APAB sebesar 100 . Saran yang dapat diberikan terhadap perusahaan adalah menyediakan APAR khusus untuk memadamkan kelas kebakaran D dan agar tetap melakukan pemeriksaan secara rutin yang sesuai dengan standar. Sehingga APAR selalu dalam keadaan berfungsi dengan baik dan siap untuk digunakan. Jadi ketika terjadi kebakaran, karyawan dapat menggunakannya untuk penanggulangan dengan segera.

2. Alarm

PT PJB UP Muara Karang sudah memiliki alarm yang terintegrasi dengan detektor. Alarm yang terdapat di area-area PLTU ini adalah alarm kebakaran yang berupa audible dan visible alarm. Sedangkan berdasarkan cara pengaktifannya, alarm yang terdapat di PLTU yaitu alarm manual dan panel indikator kebakaran. Untuk area mezzanine floor tipe alarm yang dugunakan adalah alarm manual tipe full down. Berdasarkan tabel 5.35 area mezzanine floor memiliki tingkat pemenuhan alarm sebesar 71.42 . Di area ini semua mesin terhubung dengan panel indikator kebakaran control room 4, 5. Dimana panel tersebut terhubung dengan detektor-detektor yang ada di setiap mesin-mesin produksi. Jadi ketika terjadi kebakaran karyawan mengetahui area mesin mana yang mengalami kebakaran sehingga dapat ditanggulangi secara cepat oleh tim pemadam kebakaran. Komponen yang belum dipenuhi di area ini adalah Tidak terdapat sprinkler di area ini dan Alarm memiliki jarak maksimal 36 m dari semua bagian area mezzanine floor. Saran yang dapat diberikan adalah pemeriksaan tetap dilakukan secara rutin dan dilakukan penambahan jumlah alarm manual sehingga memenuhi standar tidak melebihi 30 m dari semua bagian bangunan. Karena terdapat kemungkinan terjadi kebakaran yang tidak terdeteksi oleh sarana proteksi aktif dan hanya terlihat oleh karyawan saja. Sehingga apabila terjadi hal yang demikian karyawan dapat segera mencapai alarm untuk pemberitahuan adanya kejadian kebakaran. 3. Sprinkler Sprinkler adalah alat pemancar air untuk pemadaman kebakaran yang mempunyai tudung berbentuk deflektor pada ujung mulut pancarnya, sehingga air dapat memancar ke semua arah secara merata KEPMEN PU No.10KPTS2000. Sedangkan menurut NFPA 13, sistem sprinkler untuk tujuan perlindungan kebakaran, merupakan suatu sistem terpadu dari pipa bawah tanah dan dia atas tanah yang dirancang sesuai dengan standar teknik proteksi kebakaran. Setelah dilakukan pemeriksaan, tidak terdapat sistem sprinkler yang terpasang di area mezzanine floor. Saran yang dapat diberikan adalah agar menyediakan sprinkler karena terdapat kemungkinan terjadi kebakaran yang tidak terdeteksi oleh sarana proteksi aktif dan hanya terlihat oleh karyawan saja. 4. Detektor Menurut NFPA, detektor kebakaran otomatis adalah sebuah alat yang didesain untuk mendeteksi adanya kebakaran dan melakukan tindakan. Sedangkan menurut Permenaker PER.02MEN1983 peralatan pendeteksian secara otomatis disebut juga dengan Fire Detector yang secara otomatis akan mendeteksi kebakaran, kemudian mengaktifkan alarmnya. Berdasarkan tabel 5.36 area mezzanine floor memiliki tingkat pemenuhan detektor sebesar 100 . Hal tersebut menunjukan bahwa detektor yang ada di area mezzanine floor telah memenuhi semua komponen. Di area mezzanine floor terdapat 18 buah detektor yang terpasang dengan rincian heat detectorsebanyak 14 buah dan smoke detector sebanyak 4 buah. Tidak terdapat flame detector mengikuti kondisi lapangan yang menyesuaikan dengan kondisi peralatan yang ada di area ini. Saran yang dapat diberikan terhadapa perusahaan adalah pemeriksaan tetap dilakukan secara rutin. Sehingga detektor selalu dalam keadaan baik.

5. Hidran

Berdasarkan KEPMEN PU No.10KPTS2000, yang dimaksud dengan hidran adalah alat yang dilengkapi dengan slang dan mulut pancar nozzle untuk mengalirkan air bertekanan, yang digunakan bagi keperluan pemadaman kebakaran. Sedangkan menurut NFPA 14, sistem pipa berdiri adalah pengaturan dari pemipaan, katup, sambungan selang, dan peralatan bersatu dipasang di sebuah bangunan atau struktur dengan sambungan selang yang terletak di sedemikian rupa sehingga air dapat dialirkan atau disemprotkan melalui selang dan nozzlel terpasang, yang bertujuan untuk pemadaman kebakaran dan melindungi sebuah bangunan atau struktur dan isinya selain untuk melindungi penghuni. Berdasarkan tabel 5.37 area mezzanine floor memiliki tingkat pemenuhan hidran gedung sebesar 80 . Komponen yang belum dipenuhi di area ini tidak terdapat petunjuk cara penggunaan hidran dan seluruh nozzle hidran gedung belum terpasang pada selang kebakaran. Mezzanine floor merupakan area yang terletak di atas area ground floor. Maka tidak perlu melakukan pemeriksaan hidran halaman di area ini. Saran yang dapat diberikan adalah pemeriksaan rutin hidran agar tetap dilakukan secara continue sesuai dengan standar minimal. Agar hidran selau berfungsi dengan baik dan siap untuk digunakan kapanpun. Selain hal itu karena bencana selalu terjadi secara tiba-tiba dan tidak dapat diprediksi, maka nozzle harus sudah dipasang pada selang kebakaran. Sehingga kapan pun terjadi kebakaran yang tidak dapat ditanggulangi oleh alat proteksi kebakaran lainnya, dapat langsung menggunakan hidran.

6.6.2 Sarana Penyelamat Jiwa

Sarana penyelamatan adalah sarana yang dipersiapkan untuk dipergunakan oleh penghuni maupun petugas pemadam kebakaran dalam upaya penyelamatan jiwa manusia maupun harta-benda bila terjadi kebakaran pada suatu bangunan gedung dan lingkungan. Sarana penyelamat jiwa tersebut terdiri dari petunjuk jalan keluar, sarana jalan keluar, pintu darurat, tangga darurat, penerangan darurat dan titik berkumpul. 1. Petunjuk Jalan Keluar Petunjuk arah jalan keluar adalah tanda gambar dan tulisan dalam suatu bangunan gedung atau industri yang memberikan petunjuk arah jalan keluar dari lokasi. Biasanya ditempatkan di beberapa lokasi strategis, misalnya di persimpangan jalan koridor atau lorong-lorong dalam lokasi gedung atau bangunan industri. Perda DKI No.03 tahun 1992 Berdasarkan tabel 5.39 area mezzanine floor memiliki tingkat pemenuhan petunjuk jalan keluar sebesar 100 . Hal tersebut menunjukan bahwa petunjuk jalan keluar yang berada di area mezzanine floor sudah sesuai dengan NFPA 101 dan Kepmen PU No.10KPTS2000. Saran yang dapat diberikan untuk pihak perusahaan adalah pemeliharaan petunjuk jalan keluar sehingga tetap dapat berjalan sebagaimana fungsinya. Selain hal tersebut sebaiknya pihak perusahaan membuat papan petunjuk jalan keluar dengan ukuran yang lebih besar. Sehingga karyawan maupun pihak selain karyawan dapat melihat tanda tersebut dengan mudah. 2. Sarana Jalan Keluar Menurut NFPA 101, akses keluar adalah sebagian sarana jalan keluar yang mengarah ke pintu masuk untuk keluar. Berdasarkan tabel 5.40 area mezzanine floor memiliki tingkat pemenuhan sarana jalan keluar sebesar 100 . Hal tersebut menunjukan bahwa sarana jalan keluar yang ada di area mezzanine floor sudah sesuai dengan NFPA 101. Saran yang dapat diberikan adalah agar tetap menjaga sepanjang sarana jalan keluar agar tetap bersih dan bebas dari benda-benda yang dapat menghambat proses evakuasi. Sehingga ketika tejadi keadaan darurat karyawan dapat dengan segera dievakuasi dengan aman tanpa adanya hambatan. 3. Pintu Darurat Menurut Puslitbang Departemen Pekerjaan Umum pintu kebakaran adalah pintu-pintu yang langsung menuju tangga kebakaran dan hanya dipergunakan apabila terjadi kebakaran. Sedangkan menurut NFPA 101, pintu darurat atau pintu kebakaran adalah pintu yang dipergunakan sebagai jalan keluar untuk usaha penyelamatan jiwa manusia pada saat terjadi kebakaran. Berdasarkan tabel 5.41, pintu darurat yang berada di area mezzanine floor memiliki tingkat pemenuhan sebesar 85.71 . Komponen yang belum dipenuhi di area ini adalah pintu hanya digunakan khusus pada saat keadaan darurat. Para karyawan menggunakan pintu tersebut untuk keluar masuk area setiap harinya. Saran yang dapat diberikan untuk pihak perusahaan adalah memberlakukan pintu darurat tersebut sesuai fungsinya, yaitu hanya digunakan ketika terjadi kejadian darurat kebakaran saja. Maka ketika terjadi keadaan darurat kebakaran para karyawan dapat mengevakuasi dirnya dengan segera melalui pintu-pintu darurat tersebut

4. Tangga Darurat

Tangga darurat atau tangga kebakaran digunakan sebagai sarana jalan jika terjadi kebakaran. Menurut KEPMEN PU No.10KPTS2000, tangga kebakaran adalah tangga yang direncanakan khusus untuk penyelamatan bila terjadi kebakaran. Berdasarkan hasil pemeriksaan dengan menggunakan daftar checklist NFPA 101 dan KEPMEN PU No.10KPTS2000 area mezzanine floor memiliki tingkat kesesuaian 0 . Hal tersebut dikarenakan area ini terdiri lebih dari 2 lantai tidak memiliki tangga yang secara khusus digunakan untuk keadaan darurat kebakaran. Tangga yang ada dipergunakan setiap hari oleh karyawan. Saran yang dapat diberikan untuk perusahaan adalah agar menyediakan tangga darurat yang khusus digunakan ketika terjadi kejadian darurat kebakaran. Khususnya di area mezzanine floor karena area tersebut merupakan area yang dihuni serta dilewati oleh banyak karyawan. Sehingga ketika terjadi kebakaran karyawan dapat dengan segera menyelamatkan diri dari lantai atas dengan menggunakan tangga darurat tersebut.

5. Penerangan Darurat

Penerangan darurat merupakan penerangan untuk menerangi sepanjang jalur evakuasi jika penerangan utama tidak berfungsi pada waktu terjadi kebakaran, sehingga memudahkan usaha penyelamatan. Penerangan darurat yang digunakan untuk sarana jalan keluar harus bersumber dari aliran listrik yang dapat diandalkan dan dipertanggungjawabkan. Lampu darurat dipasang pada tangga kebakaran, bordes, jalan penghubung dan jalan-jalan yang akan dilalui pada saat evakuasi. Perda DKI, 1992 Area mezzanine floor tidak memiliki lampu darurat. Namun terdapat 3 sumber listrik yaitu: AC listrik, DC listrik batterai dan diesel. AC listrik digunakan sebagai sumber listrik utama yang digunakan untuk seluruh kepentingan kegiatan yang berlangsung. Ketika AC listrik padam maka akan langsung digantikan oleh diesel. Menurut salah satu karyawan bagian produksi waktu perpindahan hingga listrik menyala kembali adalah sekitar 1 menit. Sedangkan DC listrik batterai digunakan untuk panel-panel mesin yang ada di ruang relay area mezzanine serta monitor pengontrol mesin di control room. Alat-alat tersebut harus terus menyala dan tidak boleh kehilangan sumber listrik sedetik pun karena akan berakibat fatal. Saran yang dapat diberikan adalah agar perusahaan tetap menyediakan lampu darurat di area ini, walaupun sudah ada 3 sumber listrik yang berbeda.

6. Tempat berhimpun

Suatu tempat di area sekitar atau di luar lokasi yang diperuntukan sebagai tempat berhimpun dan dilakukan penghitungan saat terjadi keadaan darurat. Tempat ini pula merupakan lokasi akhir yang dituju sebagaimana digambarkan dalam rute evakuasi. Tempat berhimpun darurat harus aman dari bahaya kebakaran dan lainnya. NFPA 101 Berdasarkan hasil pemeriksaan tempat berhimpun dengan menggunakan daftar checklist NFPA 101, PLTU PT PJB UP Muara Karang memiliki tingkat pemenuhan sebesar 100 . Komponen-komponen yang telah dipenuhi diantaranya yaitu: tersedia tempat berhimpun setelah evakuasi, tersedia petunjuk tempat berhimpun, luas tempat berhimpun sesuai dengan minimal 0.3 m 2 orang, dan kondisi tempat berhimpun aman. Tempat berhimpun yang berada di area PLTU terletak di depan gedung office dikarenakan tempat tersebut strategis. Area-area PLTU lainnya berada di dekat gedung office tersebut. Sehingga satu tempat berhimpun saja dirasa cukup. Terdapat papan tanda penunjuk yang di cat hijau dengan warna dasar putih untuk memberitahukan letak tempat berhimpun. Luasnya adalah 100 m 2 dengan garis pemabatas cat warna kuning, sedangkan jumlah kapasitas karyawan 108 orang yang bekerja setiap harinya. Kondisi tempat berhimpun tersebut termasuk aman karena terletak jauh dari plant produksi. Hal-hal tersebut sesuai dengan standar NFPA yang menyebutkan bahwa tersedia petunjuk tempat berhimpun, luas tempat berhimpun sesuai dengan minimal 0.3 m 2 orang dengan kondisi aman. Saran yang dapat diberikan terhadap perusahaan adalah agar tetap memelihara kondisi tempat berhimpun selalu dalam kondisi aman. perawatan garis pembatas dan tanda petunjuk tempat berhimpun sehingga selalu dalam keadaan baik dan dapat dilihat dengan mudah oleh karyawan.

6.6.3 Tingkat Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat Kebakaran di Area Mezzanine Floor

Berdasarkan tabel 5.43 rata-rata tingkat pemenuhan sistem tanggap darurat di area mezzanine floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010 adalah 78.67 yaitu Cukup baik C dimana semua komponen sistem proteksi kebakaran sudah terpasang tapi ada sebagian kecil instalasi yang tidak sesuai dengan persyaratan.

6.7 Turbine Floor

6.7.1 Sarana Proteksi Aktif

Menurut KEPMEN PU No.10KPTS2000, sarana proteksi kebakaran aktif adalah sistem perlindungan terhadap kebakaran yang dilaksanakan dengan mempergunakan peralatan yang dapat bekerja secara otomatis maupun manual, digunakan oleh penghuni atau petugas pemadam kebakaran dalam melaksanakan operasi pemadaman. Adapun yang termasuk kedalam sistem proteksi kebakaran aktif, adalah: APAR, detektor kebakaran, alarm, sprinkler, hidran.

1. APAR dan APAB

APAR merupakan alat pemadam api yang dapat dijinjing dengan berat yang tidak melebihi 10 kg adapun media pemadam yang digunakan adalah air, serbuk kimia, busa dan gas. APAR bersifat praktis dan mudah cara penggunaannya, tapi hanya efektif untuk memadamkan kebakaran kecil atau awal kebakaran sesuai dengan klasifikasi kebakarannya Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No: PER.04MEN1980. Sedangkan menurut NFPA 10, APAR adalah suatu peralatan ringan yang berisi tepung, cairan atau gas yang dapat disemprotkan bertekanan untuk tujan pemadaman kebakaran. Berdasarkan tabel 5.45 APAR di area turbine floor memiliki tingkat pemenuhan sebesar 98.53 . Area turbine floor dengan luas 4.018,35 m 2 memiliki potensi kebakaran tipe A, B, C dan D. namun APAR yang tersedia hanya mampu memadamkan kelas kebakaran tipe A, B dan C. Sedangkan berdasarkan tabel 5.46, di area turbine floor PLTU PT PJB UP Muara Karang tingkat pemenuhan APAB sebesar 100 . Saran yang dapat diberikan terhadap perusahaan adalah menyediakan APAR khusus untuk memadamkan kelas kebakaran D dan agar tetap melakukan pemeriksaan secara rutin yang sesuai dengan standar. Sehingga APAR selalu dalam keadaan berfungsi dengan baik dan siap untuk digunakan. Jadi ketika terjadi kebakaran, karyawan dapat menggunakannya untuk penanggulangan dengan segera 2. Alarm PT PJB UP Muara Karang sudah memiliki alarm yang terintegrasi dengan detektor. Alarm yang terdapat di area-area PLTU ini adalah alarm kebakaran yang berupa audible dan visible alarm. Sedangkan berdasarkan cara pengaktifannya, alarm yang terdapat di PLTU yaitu alarm manual dan panel indikator kebakaran. Untuk area turbine floor tipe alarm yang digunakan adalah alarm manual tipe full down . Panel indicator kebakaran diletakan di control room PLTU 4,5 yang berada di area turbine floor. Berdasarkan tabel 5.47 area turbine floor memiliki tingkat pemenuhan alarm sebesar 85.71 . Komponen yang belum dipenuhi di area ini adalah alarm yang ada memiliki jarak maksimal 36 m dari semua bagian area turbine floor. Saran yang dapat diberikan adalah pemeriksaan tetap dilakukan secara rutin dan dilakukan penambahan jumlah alarm manual sehingga memenuhi standar tidak melebihi 30 m dari semua bagian bangunan. Karena terdapat kemungkinan terjadi kebakaran yang tidak terdeteksi oleh sarana proteksi aktif dan hanya terlihat oleh karyawan saja. Sehingga apabila terjadi hal yang demikian karyawan dapat segera mencapai alarm untuk pemberitahuan adanya kejadian kebakaran.

3. Sprinkler

Sprinkler adalah alat pemancar air untuk pemadaman kebakaran yang mempunyai tudung berbentuk deflektor pada ujung mulut pancarnya, sehingga air dapat memancar ke semua arah secara merata KEPMEN PU No.10KPTS2000. Sedangkan menurut NFPA 13, sistem sprinkler untuk tujuan perlindungan kebakaran, merupakan suatu sistem terpadu dari pipa bawah tanah dan dia atas tanah yang dirancang sesuai dengan standar teknik proteksi kebakaran. Di PLTU PT PJB UP Muara Karang ada 2 jenis, yaitu wet pipe system dan spray system. Sprinkler jenis wet pipe system diletakan di mesin-mesin produksi yang biasanya digabung dengan heat detector. Jadi ketika mesin sudah mengalami overheating, maka detektor akan mengirimkan sinyal tentang adanya kebakaran langsung ke control room sekaligus serta mengaktifkan sistem sprinkler yang ada di mesin tersebut. Sedangkan sprinkler jenis spray system hanya ada di trafo. Berdasarkan tabel 5.48 area turbine floor memiliki tingkat pemenuhan sprinkler sebesar 100 . Hal tersebut menunjukan seluruh komponen telah terpenuhi. Saran yang dapat diberikan terhadap perusahaan adalah tetap dilakukan pemeriksaan secara rutin sehingga sprinkler selalu dalam keadaan baik dan siap digunakan ketika terjadi kejadian kebakaran. 4. Detektor Menurut NFPA, detektor kebakaran otomatis adalah sebuah alat yang didesain untuk mendeteksi adanya kebakaran dan melakukan tindakan. Sedangkan menurut Permenaker PER.02MEN1983 peralatan pendeteksian secara otomatis disebut juga dengan Fire Detector yang secara otomatis akan mendeteksi kebakaran, kemudian mengaktifkan alarmnya. Berdasarkan tabel 5.49 area turbine floor memiliki tingkat pemenuhan detektor sebesar 100 . Hal tersebut menunjukan bahwa detektor yang ada di area turbine floor telah memenuhi semua komponen. Saran yang dapat diberikan terhadap perusahaan adalah tetap dilakukan pemeriksaan secara rutin sehingga detektor selalu dalam keadaan baik dan siap digunakan ketika terjadi kejadian kebakaran.

5. Hidran

Berdasarkan KEPMEN PU No.10KPTS2000, yang dimaksud dengan hidran adalah alat yang dilengkapi dengan slang dan mulut pancar nozzle untuk mengalirkan air bertekanan, yang digunakan bagi keperluan pemadaman kebakaran. Sedangkan menurut NFPA 14, sistem pipa berdiri adalah pengaturan dari pemipaan, katup, sambungan selang, dan peralatan bersatu dipasang di sebuah bangunan atau struktur dengan sambungan selang yang terletak di sedemikian rupa sehingga air dapat dialirkan atau disemprotkan melalui selang dan nozzlel terpasang, yang bertujuan untuk pemadaman kebakaran dan melindungi sebuah bangunan atau struktur dan isinya selain untuk melindungi penghuni. Berdasarkan tabel 5.50 area turbine floor memiliki tingkat pemenuhan hidran gedung sebesar 80 . Komponen yang belum dipenuhi di area ini adalah tidak terdapat petunjuk cara penggunaan hidran dan seluruh nozzle hidran gedung belum terpasang pada selang kebakaran. Tidak terdapat hidran halaman di area ini. Turbine floor merupakan area yang terletak di atas area mezzanine floor. Maka tidak perlu melakukan pemeriksaan hidran halaman di area ini. Saran yang dapat diberikan adalah pemeriksaan rutin hidran agar tetap dilakukan secara continue sesuai dengan standar minimal. Agar hidran selau berfungsi dengan baik dan siap untuk digunakan kapanpun. Selain hal itu karena bencana selalu terjadi secara tiba-tiba dan tidak dapat diprediksi, maka nozzle harus sudah dipasang pada selang kebakaran. Sehingga kapan pun terjadi kebakaran yang tidak dapat ditanggulangi oleh alat proteksi kebakaran lainnya, dapat langsung menggunakan hidran.

6.7.2 Sarana Penyelamat Jiwa

Sarana penyelamatan adalah sarana yang dipersiapkan untuk dipergunakan oleh penghuni maupun petugas pemadam kebakaran dalam upaya penyelamatan jiwa manusia maupun harta-benda bila terjadi kebakaran pada suatu bangunan gedung dan lingkungan. Sarana penyelamat jiwa tersebut terdiri dari petunjuk jalan keluar, sarana jalan keluar, pintu darurat, tangga darurat, penerangan darurat dan titik berkumpul. 1. Petunjuk Jalan Keluar Petunjuk arah jalan keluar adalah tanda gambar dan tulisan dalam suatu bangunan gedung atau industri yang memberikan petunjuk arah jalan keluar dari lokasi. Biasanya ditempatkan di beberapa lokasi strategis, misalnya di persimpangan jalan koridor atau lorong-lorong dalam lokasi gedung atau bangunan industri. Perda DKI No.03 tahun 1992 Berdasarkan tabel 5.52 area turbine floor memiliki tingkat pemenuhan petunjuk jalan keluar sebesar 100 . Hal tersebut menunjukan bahwa petunjuk jalan keluar yang berada di area turbine floorsudah sesuai dengan NFPA 101 dan Kepmen PU No.10KPTS2000. Saran yang dapat diberikan untuk pihak perusahaan adalah pemeliharaan petunjuk jalan keluar sehingga tetap dapat berjalan sebagaimana fungsinya. Selain hal tersebut sebaiknya pihak perusahaan membuat papan petunjuk jalan keluar dengan ukuran yang lebih besar. Sehingga karyawan maupun pihak selain karyawan dapat melihat tanda tersebut dengan mudah.

2. Sarana Jalan Keluar

Menurut NFPA 101, akses keluar adalah sebagian sarana jalan keluar yang mengarah ke pintu masuk untuk keluar. Sedangkan dalam KEPMEN PU No.10KPTS2000 tentang Ketentuan Tehnik Pengaman Terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, Eksit atau jalan ke luar adalah: a. salah satu atau kombinasi dari berikut ini jika memberikan jalan ke luarmenuju ke jalan umum atau ruang terbuka: 1. bagian dalam dan luar tangga, 2. ramp, 3. lorong yang dilindungi terhadap kebakaran, 4. bukaan pintu yang menuju jalan umum atau ruang terbuka. b. jalan ke luar horisontal atau lorong yang dilindungi terhadap kebakaran yang menuju ke eksit horisontal. Berdasarkan tabel 5.53 area turbine floor memiliki tingkat pemenuhan sarana jalan keluar sebesar 100 . Hal tersebut menunjukan bahwa sarana jalan keluar yang ada di area turbine floor sudah sesuai dengan NFPA 101. Saran yang dapat diberikan adalah agar tetap menjaga sepanjang sarana jalan keluar agar tetap bersih dan bebas dari benda-benda yang dapat menghambat proses evakuasi. Sehingga ketika tejadi keadaan darurat karyawan dapat dengan segera dievakuasi dengan aman tanpa adanya hambatan. 3. Pintu Darurat Menurut Puslitbang Departemen Pekerjaan Umum pintu kebakaran adalah pintu-pintu yang langsung menuju tangga kebakaran dan hanya dipergunakan apabila terjadi kebakaran. Sedangkan menurut NFPA 101, pintu darurat atau pintu kebakaran adalah pintu yang dipergunakan sebagai jalan keluar untuk usaha penyelamatan jiwa manusia pada saat terjadi kebakaran. Berdasarkan tabel 5.54, pintu darurat yang berada di area turbine floor memiliki tingkat pemenuhan sebesar 85.71 . Komponen yang belum dipenuhi di area ini adalah para karyawan menggunakan pintu tersebut untuk keluar masuk area setiap harinya. Saran yang dapat diberikan untuk pihak perusahaan adalah memberlakukan pintu darurat tersebut sesuai fungsinya, yaitu hanya digunakan ketika terjadi kejadian darurat kebakaran saja. Maka ketika terjadi keadaan darurat kebakaran para karyawan dapat mengevakuasi dirnya dengan segera melalui pintu-pintu darurat tersebut. 4. Tangga Darurat Tangga darurat atau tangga kebakaran digunakan sebagai sarana jalan jika terjadi kebakaran. Menurut KEPMEN PU No.10KPTS2000, tangga kebakaran adalah tangga yang direncanakan khusus untuk penyelamatan bila terjadi kebakaran. Berdasarkan hasil pemeriksaan dengan menggunakan daftar checklist NFPA 101 dan KEPMEN PU No.10KPTS2000 area turbine floor memiliki tingkat kesesuaian 0 . Hal tersebut dikarenakan ini terdiri lebih dari 2 lantai tidak memiliki tangga yang secara khusus digunakan untuk keadaan darurat kebakaran. Tangga yang ada di area ini digunakan setiap hari oleh karyawan. Saran yang dapat diberikan untuk perusahaan adalah agar menyediakan tangga darurat yang khusus digunakan ketika terjadi kejadian darurat kebakaran. Khususnya di area turbine floor, karena area tersebut merupakan area yang dihuni serta dilewati oleh banyak karyawan. Sehingga ketika terjadi kebakaran karyawan dapat dengan segera menyelamatkan diri dari lantai atas dengan menggunakan tangga darurat tersebut. 5. Penerangan Darurat Penerangan darurat merupakan penerangan untuk menerangi sepanjang jalur evakuasi jika penerangan utama tidak berfungsi pada waktu terjadi kebakaran, sehingga memudahkan usaha penyelamatan. Penerangan darurat yang digunakan untuk sarana jalan keluar harus bersumber dari aliran listrik yang dapat diandalkan dan dipertanggungjawabkan. Lampu darurat dipasang pada tangga kebakaran, bordes, jalan penghubung dan jalan-jalan yang akan dilalui pada saat evakuasi. Perda DKI, 1992 Area turbine floor tidak memiliki lampu darurat. Namun terdapat 3 sumber listrik di area ini yaitu: AC listrik, DC listrik batterai dan diesel. AC listrik digunakan sebagai sumber listrik utama yang digunakan untuk seluruh kepentingan kegiatan yang berlangsung. Ketika AC listrik padam maka akan langsung digantikan oleh diesel. Menurut salah satu karyawan bagian produksi waktu perpindahan hingga listrik menyala kembali adalah sekitar 1 menit. Saran yang dapat diberikan adalah agar perusahaan tetap menyediakan lampu darurat di area ini, walaupun sudah ada 3 sumber listrik yang berbeda.

6. Tempat berhimpun

Suatu tempat di area sekitar atau di luar lokasi yang diperuntukan sebagai tempat berhimpun dan dilakukan penghitungan saat terjadi keadaan darurat. Tempat ini pula merupakan lokasi akhir yang dituju sebagaimana digambarkan dalam rute evakuasi. Tempat berhimpun darurat harus aman dari bahaya kebakaran dan lainnya. NFPA 101 Berdasarkan hasil pemeriksaan tempat berhimpun dengan menggunakan daftar checklist NFPA 101, PLTU PT PJB UP Muara Karang memiliki tingkat pemenuhan sebesar 100 . Komponen-komponen yang telah dipenuhi diantaranya yaitu: tersedia tempat berhimpun setelah evakuasi, tersedia petunjuk tempat berhimpun, luas tempat berhimpun sesuai dengan minimal 0.3 m 2 orang, dan kondisi tempat berhimpun aman. Tempat berhimpun yang berada di area PLTU terletak di depan gedung office dikarenakan tempat tersebut strategis. Area-area PLTU lainnya berada di dekat gedung office tersebut. Sehingga satu tempat berhimpun saja dirasa cukup. Terdapat papan tanda penunjuk yang di cat hijau dengan warna dasar putih untuk memberitahukan letak tempat berhimpun. Luasnya adalah 100 m 2 dengan garis pemabatas cat warna kuning, sedangkan jumlah kapasitas karyawan 108 orang yang bekerja setiap harinya. Kondisi tempat berhimpun tersebut termasuk aman karena terletak jauh dari plant produksi. Hal-hal tersebut sesuai dengan standar NFPA yang menyebutkan bahwa tersedia petunjuk tempat berhimpun, luas tempat berhimpun sesuai dengan minimal 0.3 m 2 orang dengan kondisi aman. Saran yang dapat diberikan terhadap perusahaan adalah agar tetap memelihara kondisi tempat berhimpun selalu dalam kondisi aman. perawatan garis pembatas dan tanda petunjuk tempat berhimpun sehingga selalu dalam keadaan baik dan dapat dilihat dengan mudah oleh karyawan.

6.7.3 Tingkat Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat Kebakaran di Area Turbine

Floor Berdasarkan tabel 5.57 rata-rata tingkat pemenuhan sistem tanggap darurat di area turbine floor PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010 adalah 86.56 yaitu Baik B dimana semua komponen sistem proteksi kebakaran berfungsi sempurna, sehingga gedung dapat digunakan secara optimum, dimana para pemakai gedung dapat melakukan kegiatannya dengan mendapat perlindungan dari kebakaran yang baik.

6.8 Office

6.8.1 Sarana Proteksi Aktif

Menurut KEPMEN PU No.10KPTS2000, sarana proteksi kebakaran aktif adalah sistem perlindungan terhadap kebakaran yang dilaksanakan dengan mempergunakan peralatan yang dapat bekerja secara otomatis maupun manual, digunakan oleh penghuni atau petugas pemadam kebakaran dalam melaksanakan operasi pemadaman. Adapun yang termasuk kedalam sistem proteksi kebakaran aktif, adalah: APAR, detektor kebakaran, alarm, sprinkler, hidran.

1. APAR dan APAB

APAR merupakan alat pemadam api yang dapat dijinjing dengan berat yang tidak melebihi 10 kg adapun media pemadam yang digunakan adalah air, serbuk kimia, busa dan gas. APAR bersifat praktis dan mudah cara penggunaannya, tapi hanya efektif untuk memadamkan kebakaran kecil atau awal kebakaran sesuai dengan klasifikasi kebakarannya Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No: PER.04MEN1980. Sedangkan menurut NFPA 10, APAR adalah suatu peralatan ringan yang berisi tepung, cairan atau gas yang dapat disemprotkan bertekanan untuk tujan pemadaman kebakaran. Berdasarkan tabel 5.59 APAR di area office memiliki tingkat pemenuhan sebesar 100 . Area office dengan luas 836.6 m 2 memiliki potensi kebakaran tipe A, B, C, maka hal tersebut telah sesuai dengan standar karena APAR yang disediakan di area ini merupakan APAR yang dapat memadamkan kebakaran jenis A, B dan C. Tidak terdapat APAB di area ini, hal ini dikarenakan jumlah karyawan yang bekerja paling banyak dibandingkan area-area lainnya yaitu 82 orang. Saran yang dapat diberikan terhadap perusahaan adalah tetap melakukan pemeriksaan secara rutin yang sesuai dengan standar. Sehingga APAR selalu dalam keadaan berfungsi dengan baik dan siap untuk digunakan. Jadi ketika terjadi kebakaran, karyawan dapat menggunakannya untuk penanggulangan dengan segera. 2. Alarm PT PJB UP Muara Karang sudah memiliki alarm yang terintegrasi dengan detektor. Alarm yang terdapat di area-area PLTU ini adalah alarm kebakaran yang berupa audible dan visible alarm. Sedangkan berdasarkan cara pengaktifannya, alarm yang terdapat di PLTU yaitu alarm manual dan panel indikator kebakaran. Untuk area office tipe alarm yang digunakan adalah alarm manual tipe push button. Berdasarkan tabel 5.60 area office memiliki tingkat pemenuhan alarm sebesar 85.71 . Komponen yang belum dipenuhi di area ini adalah alarm yang ada belum terhubung secara otomatis dengan sprinkler. Saran yang dapat diberikan adalah agar menyediakan sprinkler karena terdapat kemungkinan terjadi kebakaran yang tidak terdeteksi oleh sarana proteksi aktif dan hanya terlihat oleh karyawan saja.

3. Sprinkler

Sprinkler adalah alat pemancar air untuk pemadaman kebakaran yang mempunyai tudung berbentuk deflektor pada ujung mulut pancarnya, sehingga air dapat memancar ke semua arah secara merata KEPMEN PU No.10KPTS2000. Sedangkan menurut NFPA 13, sistem sprinkler untuk tujuan perlindungan kebakaran, merupakan suatu sistem terpadu dari pipa bawah tanah dan dia atas tanah yang dirancang sesuai dengan standar teknik proteksi kebakaran. Setelah dilakukan pemeriksaan, maka dapat diketahui bahwa tidak terdapat system sprinkler yang terpasang di area office. Saran yang dapat diberikan adalah agar menyediakan sprinkler karena terdapat kemungkinan terjadi kebakaran yang tidak terdeteksi oleh sarana proteksi aktif dan hanya terlihat oleh karyawan saja.

4. Detektor

Menurut NFPA, detektor kebakaran otomatis adalah sebuah alat yang didesain untuk mendeteksi adanya kebakaran dan melakukan tindakan. Sedangkan menurut Permenaker PER.02MEN1983 peralatan pendeteksian secara otomatis disebut juga dengan Fire Detector yang secara otomatis akan mendeteksi kebakaran, kemudian mengaktifkan alarmnya. Berdasarkan tabel 5.61 area office memiliki tingkat pemenuhan detektor sebesar 100 . Hal tersebut menunjukan bahwa detektor yang ada di area office telah memenuhi semua komponen. Saran yang dapat diberikan adalah pemeriksaan rutin detektor agar tetap dilakukan secara continue sesuai dengan standar minimal. Agar detektor selalu berfungsi dengan baik dan siap untuk digunakan kapanpun. 5. Hidran Berdasarkan KEPMEN PU No.10KPTS2000, yang dimaksud dengan hidran adalah alat yang dilengkapi dengan slang dan mulut pancar nozzle untuk mengalirkan air bertekanan, yang digunakan bagi keperluan pemadaman kebakaran. Sedangkan menurut NFPA 14, sistem pipa berdiri adalah pengaturan dari pemipaan, katup, sambungan selang, dan peralatan bersatu dipasang di sebuah bangunan atau struktur dengan sambungan selang yang terletak di sedemikian rupa sehingga air dapat dialirkan atau disemprotkan melalui selang dan nozzlel terpasang, yang bertujuan untuk pemadaman kebakaran dan melindungi sebuah bangunan atau struktur dan isinya selain untuk melindungi penghuni. Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan, tidak terdapat hidran gedung ataupun hidran halaman di area ini. Menurut salah seorang pihak K3 hal tersebut dikarenakan alat proteksi lainnya sudah mencukupi untuk memproteksi area office dari kejadian kebakaran. Padahal hidran memiliki fungsi yang sangat penting dimana apabila sistem proteksi aktif yang lainnya tidak mampu menanggulangi kebakaran, maka untuk memadamkan api digunakan hidran. Saran yang dapat diberikan yaitu menyediakan hidran di area ini.

6.8.2 Sarana Penyelamat Jiwa

Sarana penyelamatan adalah sarana yang dipersiapkan untuk dipergunakan oleh penghuni maupun petugas pemadam kebakaran dalam upaya penyelamatan jiwa manusia maupun harta-benda bila terjadi kebakaran pada suatu bangunan gedung dan lingkungan. Sarana penyelamat jiwa tersebut terdiri dari petunjuk jalan keluar, sarana jalan keluar, pintu darurat, tangga darurat, penerangan darurat dan titik berkumpul.

1. Petunjuk Jalan Keluar

Petunjuk arah jalan keluar adalah tanda gambar dan tulisan dalam suatu bangunan gedung atau industri yang memberikan petunjuk arah jalan keluar dari lokasi. Biasanya ditempatkan di beberapa lokasi strategis, misalnya di persimpangan jalan koridor atau lorong-lorong dalam lokasi gedung atau bangunan industri. Perda DKI No.03 tahun 1992 Berdasarkan tabel 5.42 area office memiliki tingkat pemenuhan petunjuk jalan keluar sebesar 100 . Hal tersebut menunjukan bahwa petunjuk jalan keluar yang berada di area officesudah sesuai dengan NFPA 101 dan Kepmen PU No.10KPTS2000. Saran yang dapat diberikan untuk pihak perusahaan adalah pemeliharaan petunjuk jalan keluar sehingga tetap dapat berjalan sebagaimana fungsinya. Selain hal tersebut sebaiknya pihak perusahaan membuat papan petunjuk jalan keluar dengan ukuran yang lebih besar. Sehingga karyawan maupun pihak selain karyawan dapat melihat tanda tersebut dengan mudah.

2. Sarana Jalan Keluar

Menurut NFPA 101, akses keluar adalah sebagian sarana jalan keluar yang mengarah ke pintu masuk untuk keluar. Sedangkan dalam KEPMEN PU No.10KPTS2000 tentang Ketentuan Tehnik Pengaman Terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, Eksit atau jalan ke luar adalah: a. salah satu atau kombinasi dari berikut ini jika memberikan jalan ke luar menuju ke jalan umum atau ruang terbuka: 1. bagian dalam dan luar tangga, 2. ramp, 3. lorong yang dilindungi terhadap kebakaran, 4. bukaan pintu yang menuju jalan umum atau ruang terbuka. b. jalan ke luar horisontal atau lorong yang dilindungi terhadap kebakaran yang menuju ke eksit horisontal. Berdasarkan tabel 5.64 area office memiliki tingkat pemenuhan sarana jalan keluar sebesar 100 . Hal tersebut menunjukan bahwa sarana jalan keluar yang ada sudah sesuai dengan NFPA 101. Saran yang dapat diberikan adalah agar tetap menjaga sepanjang sarana jalan keluar agar tetap bersih dan bebas dari benda-benda yang dapat menghambat proses evakuasi. Sehingga ketika tejadi keadaan darurat karyawan dapat segera dievakuasi dengan aman tanpa adanya hambatan.

3. Pintu Darurat

Menurut Puslitbang Departemen Pekerjaan Umum pintu kebakaran adalah pintu-pintu yang langsung menuju tangga kebakaran dan hanya dipergunakan apabila terjadi kebakaran. Sedangkan menurut NFPA 101, pintu darurat atau pintu kebakaran adalah pintu yang dipergunakan sebagai jalan keluar untuk usaha penyelamatan jiwa manusia pada saat terjadi kebakaran. Berdasarkan tabel 5.65, pintu darurat yang berada di area office memiliki tingkat pemenuhan sebesar 85.71 . Komponen yang belum dipenuhi di area ini adalah para karyawan menggunakan pintu tersebut untuk keluar masuk area setiap harinya. Saran yang dapat diberikan untuk pihak perusahaan adalah memberlakukan pintu darurat tersebut sesuai fungsinya, yaitu hanya digunakan ketika terjadi kejadian darurat kebakaran saja. Maka ketika terjadi keadaan darurat kebakaran para karyawan dapat mengevakuasi dirnya dengan segera melalui pintu-pintu darurat tersebut.

4. Tangga Darurat

Tangga darurat atau tangga kebakaran digunakan sebagai sarana jalan jika terjadi kebakaran. Menurut KEPMEN PU No.10KPTS2000, tangga kebakaran adalah tangga yang direncanakan khusus untuk penyelamatan bila terjadi kebakaran. Berdasarkan hasil pemeriksaan dengan menggunakan daftar checklist NFPA 101 dan KEPMEN PU No.10KPTS2000 area office memiliki tingkat kesesuaian 0 . Hal tersebut dikarenakan area office yang terdiri lebih dari 2 lantai tidak memiliki tangga yang secara khusus digunakan untuk keadaan darurat kebakaran. Tangga yang ada biasa digunakan oleh karyawan setiap hari. Saran yang dapat diberikan untuk perusahaan adalah agar menyediakan tangga darurat yang khusus digunakan ketika terjadi kejadian darurat kebakaran. Khususnya di area turbine floor, mezzanine floor dan office, karena area tersebut merupakan area yang dihuni serta dilewati oleh banyak karyawan. Sehingga ketika terjadi kebakaran karyawan dapat dengan segera menyelamatkan diri dari lantai atas dengan menggunakan tangga darurat tersebut.

5. Penerangan Darurat

Penerangan darurat merupakan penerangan untuk menerangi sepanjang jalur evakuasi jika penerangan utama tidak berfungsi pada waktu terjadi kebakaran, sehingga memudahkan usaha penyelamatan. Penerangan darurat yang digunakan untuk sarana jalan keluar harus bersumber dari aliran listrik yang dapat diandalkan dan dipertanggungjawabkan. Lampu darurat dipasang pada tangga kebakaran, bordes, jalan penghubung dan jalan-jalan yang akan dilalui pada saat evakuasi. Perda DKI, 1992 Penerangan darurat terletak di area office dengan jumlah 6 buah dengan kekuatan 20 lux. Lampu tersebut dipasang di sepanjang sarana jalan keluar dengan penempatan yang baik. Sehingga ketika kemungkinan salah satu lampu mati tidak akan menyebabkan area menjadi gelap total. Lampu tersebut selalu di charge ketika listrik dalam keadaan menyala. Sehingga saat lampu padam lampu akan otomatis hidup dengan menggunakan sumber batterai. Menurut pihak K3 lampu tersebut mampu menyala untu 8 jam. Namun lampu tersebut berwarna putih, hal ini tidak sesuai dengan standar NFPA 101 yang menyebutkan bahwa lampu harus berwarna kuning sehingga dapat menembus asap serta tidak menyilaukan. Saran yang dapat diberikan adalah agar perusahaan mengganti warna lampu darurat dengan yang berwarna kuning. Sehingga ketika terjadi lampu padam akibat kebakaran, karyawan bisa melihat dengan baik arah jalan keluar dan proses evakuasi pun bisa berjalan dengan lancar.

6. Tempat berhimpun

Suatu tempat di area sekitar atau di luar lokasi yang diperuntukan sebagai tempat berhimpun dan dilakukan penghitungan saat terjadi keadaan darurat. Tempat ini pula merupakan lokasi akhir yang dituju sebagaimana digambarkan dalam rute evakuasi. Tempat berhimpun darurat harus aman dari bahaya kebakaran dan lainnya. NFPA 101 Berdasarkan hasil pemeriksaan tempat berhimpun dengan menggunakan daftar checklist NFPA 101, PLTU PT PJB UP Muara Karang memiliki tingkat pemenuhan sebesar 100 . Komponen-komponen yang telah dipenuhi diantaranya yaitu: tersedia tempat berhimpun setelah evakuasi, tersedia petunjuk tempat berhimpun, luas tempat berhimpun sesuai dengan minimal 0.3 m 2 orang, dan kondisi tempat berhimpun aman. Tempat berhimpun yang berada di area PLTU terletak di depan gedung office dikarenakan tempat tersebut strategis. Area-area PLTU lainnya berada di dekat gedung office tersebut. Sehingga satu tempat berhimpun saja dirasa cukup. Terdapat papan tanda penunjuk yang di cat hijau dengan warna dasar putih untuk memberitahukan letak tempat berhimpun. Luasnya adalah 100 m 2 dengan garis pemabatas cat warna kuning, sedangkan jumlah kapasitas karyawan 108 orang yang bekerja setiap harinya. Kondisi tempat berhimpun tersebut termasuk aman karena terletak jauh dari plant produksi. Hal-hal tersebut sesuai dengan standar NFPA yang menyebutkan bahwa tersedia petunjuk tempat berhimpun, luas tempat berhimpun sesuai dengan minimal 0.3 m 2 orang dengan kondisi aman. Saran yang dapat diberikan terhadap perusahaan adalah agar tetap memelihara kondisi tempat berhimpun selalu dalam kondisi aman. perawatan garis pembatas dan tanda petunjuk tempat berhimpun sehingga selalu dalam keadaan baik dan dapat dilihat dengan mudah oleh karyawan.

6.8.3 Tingkat Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat Kebakaran di Area Office

Berdasarkan tabel 5.68 rata-rata tingkat pemenuhan sistem tanggap darurat di area office PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010 adalah 73.58 yaitu cukup baik C dimana komponen sudah terpasang tapi ada sebagian kecil instalasi yang tidak sesuai dengan persyaratan.

6.9 Gudang

6.9.1 Sarana Proteksi Aktif

Menurut KEPMEN PU No.10KPTS2000, sarana proteksi kebakaran aktif adalah sistem perlindungan terhadap kebakaran yang dilaksanakan dengan mempergunakan peralatan yang dapat bekerja secara otomatis maupun manual, digunakan oleh penghuni atau petugas pemadam kebakaran dalam melaksanakan operasi pemadaman. Adapun yang termasuk kedalam sistem proteksi kebakaran aktif, adalah: APAR, detektor kebakaran, alarm, sprinkler, hidran.

1. APAR dan APAB

APAR merupakan alat pemadam api yang dapat dijinjing dengan berat yang tidak melebihi 10 kg adapun media pemadam yang digunakan adalah air, serbuk kimia, busa dan gas. APAR bersifat praktis dan mudah cara penggunaannya, tapi hanya efektif untuk memadamkan kebakaran kecil atau awal kebakaran sesuai dengan klasifikasi kebakarannya Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No: PER.04MEN1980. Sedangkan menurut NFPA 10, APAR adalah suatu peralatan ringan yang berisi tepung, cairan atau gas yang dapat disemprotkan bertekanan untuk tujan pemadaman kebakaran. Berdasarkan tabel 5.70 APAR di area gudang memiliki tingkat pemenuhan sebesar 98.53 . Area gudang dengan luas 106.8 m 2 memiliki potensi kebakaran tipe B, C dan D. namun APAR yang tersedia hanya mampu memadamkan kelas kebakaran tipe A, B dan C. Sedangkan berdasarkan tabel 5.71, di PLTU PT PJB UP Muara Karang tingkat pemenuhan APAB sebesar 100 . Saran yang dapat diberikan terhadap perusahaan adalah menyediakan APAR khusus untuk memadamkan kelas kebakaran D dan agar tetap melakukan pemeriksaan secara rutin yang sesuai dengan standar. Sehingga APAR selalu dalam keadaan berfungsi dengan baik dan siap untuk digunakan. Jadi ketika terjadi kebakaran, karyawan dapat menggunakannya untuk penanggulangan dengan segera.

2. Alarm

PT PJB UP Muara Karang sudah memiliki alarm yang terintegrasi dengan detektor. Alarm yang terdapat di area-area PLTU ini adalah alarm kebakaran yang berupa audible dan visible alarm. Sedangkan berdasarkan cara pengaktifannya, alarm yang terdapat di PLTU yaitu alarm manual dan panel indikator kebakaran. Untuk area gudang tipe alarm yang digunakan adalah alarm manual tipe full down. Berdasarkan tabel 5.72 area gudang memiliki tingkat pemenuhan alarm sebesar 100 . Yang artinya seluruh komponen telah terpenuhi. Saran yang dapat diberikan terhadap perusahaan adalah agar tetap melakukan pemeriksaan secara rutin yang sesuai dengan standar. Sehingga alarm selalu dalam keadaan berfungsi dengan baik dan siap untuk digunakan. 3. Sprinkler Sprinkler adalah alat pemancar air untuk pemadaman kebakaran yang mempunyai tudung berbentuk deflektor pada ujung mulut pancarnya, sehingga air dapat memancar ke semua arah secara merata KEPMEN PU No.10KPTS2000. Sedangkan menurut NFPA 13, sistem sprinkler untuk tujuan perlindungan kebakaran, merupakan suatu sistem terpadu dari pipa bawah tanah dan dia atas tanah yang dirancang sesuai dengan standar teknik proteksi kebakaran. Berdasarkan tabel 5.73 area gudang memiliki tingkat pemenuhan sprinkler sebesar 100 . Hal tersebut menunjukan seluruh komponen telah terpenuhi. Saran yang dapat diberikan terhadap perusahaan adalah agar tetap melakukan pemeriksaan dan pemeliharaan secara rutin yang sesuai dengan standar. Sehingga sprinkler selalu dalam keadaan berfungsi dengan baik dan siap untuk digunakan. 4. Detektor Menurut NFPA, detektor kebakaran otomatis adalah sebuah alat yang didesain untuk mendeteksi adanya kebakaran dan melakukan tindakan. Sedangkan menurut Permenaker PER.02MEN1983 peralatan pendeteksian secara otomatis disebut juga dengan Fire Detector yang secara otomatis akan mendeteksi kebakaran, kemudian mengaktifkan alarmnya. Berdasarkan tabel 5.74 area gudang memiliki tingkat pemenuhan detektor sebesar 100 . Hal tersebut menunjukan bahwa detektor yang ada di area gudang telah memenuhi semua komponen. Saran yang dapat diberikan terhadap perusahaan adalah agar tetap melakukan pemeriksaan dan pemeliharaan secara rutin yang sesuai dengan standar. Sehingga detektor selalu dalam keadaan berfungsi dengan baik dan siap untuk digunakan.

5. Hidran

Berdasarkan KEPMEN PU No.10KPTS2000, yang dimaksud dengan hidran adalah alat yang dilengkapi dengan slang dan mulut pancar nozzle untuk mengalirkan air bertekanan, yang digunakan bagi keperluan pemadaman kebakaran. Sedangkan menurut NFPA 14, sistem pipa berdiri adalah pengaturan dari pemipaan, katup, sambungan selang, dan peralatan bersatu dipasang di sebuah bangunan atau struktur dengan sambungan selang yang terletak di sedemikian rupa sehingga air dapat dialirkan atau disemprotkan melalui selang dan nozzlel terpasang, yang bertujuan untuk pemadaman kebakaran dan melindungi sebuah bangunan atau struktur dan isinya selain untuk melindungi penghuni. Setelah dilakukan pemeriksaan di area gudang tidak terdapat hidran, baik hidran gedung ataupun hidran halaman. Saran yang dapat diberikan terhadap perusahaan adalah menyediakan hidran. Sehingga dapat meminimalisir terjadinya kebakaran apabila tidak dapat ditanggulangi oleh alat pemadam kebakaran lainnya.

6.9.2 Sarana Penyelamat Jiwa

Sarana penyelamatan adalah sarana yang dipersiapkan untuk dipergunakan oleh penghuni maupun petugas pemadam kebakaran dalam upaya penyelamatan jiwa manusia maupun harta-benda bila terjadi kebakaran pada suatu bangunan gedung dan lingkungan. Sarana penyelamat jiwa tersebut terdiri dari petunjuk jalan keluar, sarana jalan keluar, pintu darurat, tangga darurat, penerangan darurat dan titik berkumpul. 1. Petunjuk Jalan Keluar Petunjuk arah jalan keluar adalah tanda gambar dan tulisan dalam suatu bangunan gedung atau industri yang memberikan petunjuk arah jalan keluar dari lokasi. Biasanya ditempatkan di beberapa lokasi strategis, misalnya di persimpangan jalan koridor atau lorong-lorong dalam lokasi gedung atau bangunan industri. Perda DKI No.03 tahun 1992 Berdasarkan tabel 5.76 area gudang memiliki tingkat pemenuhan petunjuk jalan keluar sebesar 100 . Hal tersebut menunjukan bahwa petunjuk jalan keluar yang berada di area gudang sudah sesuai dengan NFPA 101 dan Kepmen PU No.10KPTS2000. Saran yang dapat diberikan untuk pihak perusahaan adalah pemeliharaan petunjuk jalan keluar sehingga tetap dapat berjalan sebagaimana fungsinya. Selain hal tersebut sebaiknya pihak perusahaan membuat papan petunjuk jalan keluar dengan ukuran yang lebih besar. Sehingga karyawan maupun pihak selain karyawan dapat melihat tanda tersebut dengan mudah.

2. Sarana Jalan Keluar

Menurut NFPA 101, akses keluar adalah sebagian sarana jalan keluar yang mengarah ke pintu masuk untuk keluar. Sedangkan dalam KEPMEN PU No.10KPTS2000 tentang Ketentuan Tehnik Pengaman Terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, Eksit atau jalan ke luar adalah: a. salah satu atau kombinasi dari berikut ini jika memberikan jalan ke luar menuju ke jalan umum atau ruang terbuka: 1. bagian dalam dan luar tangga, 2. ramp, 3. lorong yang dilindungi terhadap kebakaran, 4. bukaan pintu yang menuju jalan umum atau ruang terbuka. b. jalan ke luar horisontal atau lorong yang dilindungi terhadap kebakaran yang menuju ke eksit horisontal. Berdasarkan tabel 5.77 area gudang memiliki tingkat pemenuhan sarana jalan keluar sebesar 66.66 . Hal tersebut menunjukan bahwa sarana jalan keluar yang ada di area gudang masih terdapat kekurangan yang belum sesuai dengan NFPA 101. Komponen yang masih belum dipenuhi adalah hanya terdapat satu jalan keluar dan jarak maksimal dari bangunan ke exit adalah 27.5 m. Saran yang dapat diberikan adalah mengusahakan untuk membuat jalan keluar lainnya dan agar tetap menjaga sepanjang sarana jalan keluar agar tetap bersih dan bebas dari benda-benda yang dapat menghambat proses evakuasi. Sehingga ketika tejadi keadaan darurat karyawan dapat dengan segera dievakuasi dengan aman tanpa adanya hambatan.

3. Pintu Darurat

Menurut Puslitbang Departemen Pekerjaan Umum pintu kebakaran adalah pintu-pintu yang langsung menuju tangga kebakaran dan hanya dipergunakan apabila terjadi kebakaran. Sedangkan menurut NFPA 101, pintu darurat atau pintu kebakaran adalah pintu yang dipergunakan sebagai jalan keluar untuk usaha penyelamatan jiwa manusia pada saat terjadi kebakaran. Berdasarkan tabel 5.78, pintu darurat yang berada di area gudang memiliki tingkat pemenuhan sebesar 85.71 . Komponen yang belum dipenuhi di area ini adalah pintu darurat yang ada digunakan oleh karyawan untuk keluar masuk area setiap harinya. Padahal menurut NFPA 101 pintu darurat hanya digunakan khusus pada saat keadaan darurat saja. Saran yang dapat diberikan untuk pihak perusahaan adalah memberlakukan pintu darurat tersebut sesuai fungsinya, yaitu hanya digunakan ketika terjadi kejadian darurat kebakaran saja. Maka ketika terjadi keadaan darurat kebakaran para karyawan dapat mengevakuasi dirnya dengan segera melalui pintu-pintu darurat tersebut.

4. Tangga Darurat

Tangga darurat atau tangga kebakaran digunakan sebagai sarana jalan jika terjadi kebakaran. Menurut KEPMEN PU No.10KPTS2000, tangga kebakaran adalah tangga yang direncanakan khusus untuk penyelamatan bila terjadi kebakaran. Di area gudang tidak dilakukan pemeriksaan mengenai tangga darurat. Hal tersebut dikarenakan area ini hanya terdiri dari satu lantai saja.

5. Penerangan Darurat

Penerangan darurat merupakan penerangan untuk menerangi sepanjang jalur evakuasi jika penerangan utama tidak berfungsi pada waktu terjadi kebakaran, sehingga memudahkan usaha penyelamatan. Penerangan darurat yang digunakan untuk sarana jalan keluar harus bersumber dari aliran listrik yang dapat diandalkan dan dipertanggungjawabkan. Lampu darurat dipasang pada tangga kebakaran, bordes, jalan penghubung dan jalan-jalan yang akan dilalui pada saat evakuasi. Perda DKI, 1992 Berdasarkan hasil observasi di lapangan, area gudang sudah memiliki penerangan darurat. Lampu penerangan darurat tersebut diletakan di sepanjang jalan keluar dan di tempat-tempat di mana biasanya terdapat karyawan. Lampu penerangan darurat tersebut memiliki baterai cadangan, dengan stop kontak yang menyambung pada sumber listrik sehingga ketika terjadi “trip“ akibat kebakaran, lampu akan menyala secara otomatis. Berdasarkan tabel 5.79 area gudang memiliki tingkat pemenuhan penerangan darurat sebesar 75 . Komponen yang belum dipenuhi di area ini adalah lampu darurat yang tersedia berwarna putih. Padahal seharusnya lampu darurat yang tersedia berwarna kuning. Saran yang dapat diberikan adalah agar perusahaan mengganti warna lampu darurat dengan yang berwarna kuning. Sehingga ketika terjadi lampu padam akibat kebakaran, karyawan bisa melihat dengan baik arah jalan keluar dan proses evakuasi pun bisa berjalan dengan lancar.

6. Tempat berhimpun

Suatu tempat di area sekitar atau di luar lokasi yang diperuntukan sebagai tempat berhimpun dan dilakukan penghitungan saat terjadi keadaan darurat. Tempat ini pula merupakan lokasi akhir yang dituju sebagaimana digambarkan dalam rute evakuasi. Tempat berhimpun darurat harus aman dari bahaya kebakaran dan lainnya. NFPA 101 Berdasarkan hasil pemeriksaan tempat berhimpun dengan menggunakan daftar checklist NFPA 101, PLTU PT PJB UP Muara Karang memiliki tingkat pemenuhan sebesar 100 . Komponen-komponen yang telah dipenuhi diantaranya yaitu: tersedia tempat berhimpun setelah evakuasi, tersedia petunjuk tempat berhimpun, luas tempat berhimpun sesuai dengan minimal 0.3 m 2 orang, dan kondisi tempat berhimpun aman. Tempat berhimpun yang berada di area PLTU terletak di depan gedung office dikarenakan tempat tersebut strategis. Area-area PLTU lainnya berada di dekat gedung office tersebut. Sehingga satu tempat berhimpun saja dirasa cukup. Namun area gudang terletak cukup jauh dari tempat berhimpun tersebut. Untuk mencapainya, karyawan harus melewati area ground floor terlebih dahulu. Walaupun demikian karyawan yang bekerja di area tersebut berada dalam jumlah sedikit dan memahami kondisi lapangan sehingga dapat mencapai tempat berhimpun. Terdapat papan tanda penunjuk yang di cat hijau dengan warna dasar putih untuk memberitahukan letak tempat berhimpun. Luasnya adalah 100 m 2 dengan garis pembatas cat warna kuning, sedangkan jumlah kapasitas karyawan 108 orang yang bekerja setiap harinya. Kondisi tempat berhimpun tersebut termasuk aman karena terletak jauh dari plant produksi. Hal-hal tersebut sesuai dengan standar NFPA yang menyebutkan bahwa tersedia petunjuk tempat berhimpun, luas tempat berhimpun sesuai dengan minimal 0.3 m 2 orang dengan kondisi aman. Saran yang dapat diberikan terhadap perusahaan adalah agar tetap memelihara kondisi tempat berhimpun selalu dalam kondisi aman. perawatan garis pembatas dan tanda petunjuk tempat berhimpun sehingga selalu dalam keadaan baik dan dapat dilihat dengan mudah oleh karyawan.

6.9.3 Tingkat Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat Kebakaran di Area

Gudang Berdasarkan tabel 5.81 rata-rata tingkat pemenuhan sistem tanggap darurat di area gudang PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010 adalah 84.08 yaitu baik B dimana semua komponen sistem proteksi kebakaran berfungsi sempurna, sehingga gedung dapat digunakan secara optimum, dimana para pemakai gedung dapat melakukan kegiatannya dengan mendapat perlindungan dari kebakaran yang baik.

6.10 Tingkat Pemenuhan Sistem Tanggap Darurat Kebakaran di PLTU PT PJB

UP Muara Karang Berdasarkan tabel 5.82, rata-rata tingkat pemenuhan sistem tanggap darurat di area produksi PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010 adalah 81.76 yaitu baik B dimana semua komponen sistem proteksi kebakaran berfungsi sempurna, sehingga gedung dapat digunakan secara optimum, dimana para pemakai gedung dapat melakukan kegiatannya dengan mendapat perlindungan dari kebakaran yang baik. Area office memiliki tingkat pemenuhan yang paling kecil yaitu 73.58 . Hal tersebut dikarenakan tingkat pemenuhan sarana proteksi aktif dan sarana penyelamat jiwa di area ini sangat rendah yaitu 55.10 dan 76.78 . Di area office tidak terdapat sprinkler, hidran gedung dan halaman, tidak ada tangga darurat, pintu darurat digunakan untuk akses keluar masuk dan lampu darurat yang tersedia berwarna putih. Padahal karyawan yang bekerja di area ini setiap harinya adalah 82 orang, paling banyak dibandingkan dengan area lainnya. 301

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

1. Hasil identifikasi bahaya kebakaran yang ada di PLTU PT PJB UP Muara Karang tahun 2010 adalah sebagai berikut: a. Desalination Plant memiliki potensi bahaya kebakaran kelas A,B,C dan D. b. Ground Floor memiliki potensi bahaya kebakaran kelas A,B,C dan D. c. Mezzanine Floor memiliki potensi bahaya kebakaran kelas A,B,C dan D. d. Turbine Floor memiliki potensi bahaya kebakaran kelas A,B,C dan D. e. Office memiliki potensi bahaya kebakaran kelas A dan C. f. Gudang memiliki potensi bahaya kebakaran kelas B,C dan D. 2. Gambaran tingkat pemenuhan sistem tanggap darurat kebakaran di tiap area produksi PLTU PT PJB UP Muara Karang Tahun 2010 NO. Area Produksi Manajemen Tanggap Darurat Sarana Proteksi Aktif Sarana Penyelamat Jiwa Rata – Rata 1. Desalination Plant 88.88 54.86 85.47 76.40 2. Ground Floor 88.88 94.89 90.17 91.31 3. Mezzanine Floor 88.88 74.99 72.14 78.67 4. Turbine Floor 88.88 94.04 76.78 86.56 5. Office 88.88 55.10 76.78 73.58 6. Gudang 88.88 71.23 92.14 84.08