Analisis Kesesuaian Lahan untuk Kolam dan Minapadi

ha. Lahan pada kelas S2 dan S3 memiliki pembatas yang dapat mengurangi produksi sehingga mutlak diperlukan input atau teknologi untuk meningkatkan produksi. Hardjowigeno dan Widiatmaka 2011 menyebutkan bahwa lahan dengan kelas S2 memerlukan masukan input untuk memperbaiki faktor pembatas yang lebih kecil dibandingkan dengan kelas S3 dan biasanya dapat diatasi oleh petani itu sendiri. Gambar 18. Peta kesesuaian lahan untuk kolam di Kabupaten Cianjur Lahan pada kelas S2 dan S3 dapat dipergunakan oleh pembudidaya yang mempunyai biayamodal untuk mengatasi kendalapembatas. Pembatas dalam penelitian ini adalah lereng, tekstur tanah, jarak dari sungai dan jarak dari jalan. Pembatas tersebut dapat diatasi, misalnya melalui pembuatan kolam terpal atau kolam semen. Lahan-lahan yang termasuk dalam kategori S3 mempunyai kendala yang sama dengan pembatas pada lahan kelas S2, dengan nilai yang lebih ekstrim seperti jarak dari sungai dan jarak dari jalan yang lebih jauh dan kondisi lereng yang lebih curam. Kendala berupa jarak dari pemukiman mempunyai pengaruh yang kecil karena dapat atasi dengan pembuatan rumah jaga. Secara umum, lahan yang sesuai untuk kolam tersebar di seluruh wilayah bagian di Kabupaten Cianjur Tabel 23. Lahan kelas S1 dan S2 banyak terdapat di wilayah Cianjur bagian utara dan selatan, dibandingkan dengan wilayah Cianjur bagian tengah. Lahan kelas S3 banyak terdapat di wilayah Cianjur bagian tengah dan bagian selatan. Wilayah Cianjur bagian utara mempunyai bentuk lahan yang datar dan ketersediaan sungai sebagai sumber air yang banyak. Selain itu ketersediaan infrastruktur seperti jaringan jalan di wilayah bagian utara lebih baik dibandingkan dengan wilayah lainnya. Wilayah Cianjur bagian tengah sebagian berbentuk lahan yang curam dengan ketersediaan sumber air sungai sedikit. Pengembangan lahan untuk kolam apabila dilihat dari luas lahan yang sesuai pada kelas S1 dan S2 dapat diarahkan ke wilayah Cianjur bagian utara dan bagian selatan. Potensi pengembangan budidaya ikan di kolam dapat diketahui dari perbandingan luas lahan hasil analisis kesesuaian untuk kolam dan luas lahan eksistingnya. Luas lahan eksisting kawasan perairan tawar di Kabupaten Cianjur sebesar 1.970 ha. Apabila dibandingkan dengan hasil analisis kesesuaian lahan untuk kolam seluas 86.511 ha, maka terdapat potensi pengembangan budidaya ikan di kolam sebesar 84.541 ha. Potensi tersebut tersebar pada semua kelas kesesuaian. Lahan di kelas S1 masih mempunyai potensi untuk kolam sebesar 1.577 ha. Pengusahaan lahan untuk kolam pada kelas S2 dan S3 memerlukan masukan untuk mengatasi pembatas yang ada. Berdasarkan potensi lahan yang sesuai untuk kolam maka pengembangan lahan untuk kolam masih mungkin dilakukan di Kabupaten Cianjur.

5.2.1.5 Kesesuaian dan Ketersediaan Lahan untuk Kolam

Ketersediaan lahan perlu diketahui untuk menjamin bahwa lahan yang sesuai telah cocok dengan alokasi yang ditetapkan dalam RTRW Kabupaten Cianjur. Analisis ini menghasilkan peta kesesuaian dan ketersediaan lahan seperti disajikan pada Gambar 19. Gambar 19. Peta kesesuaian dan ketersediaan lahan untuk kolam Luas lahan yang sesuai dan tersedia untuk kolam lebih besar dibandingkan dengan lahan yang sesuai tetapi tidak tersedia untuk kolam. Lahan yang sesuai dan tersedia untuk kolam sebesar 74.062 ha 20,46 dari total luas wilayah Tabel 22. Lahan yang sesuai tetapi tidak tersedia disebabkan karena lahan tersebut telah digunakan untuk kegiatan lain maupun tidak sesuaicocok dengan alokasi lahan yang telah ditetapkan dalam RTRW. Di Kabupaten Cianjur terdapat 5 lima pola ruang yaitu budidaya kehutanan, budidaya non pertanian, kawasan budidaya, kawasan lindung hutan dan kawasan lindung non hutan. Tabel 22. Luas lahan tersedia dan tidak tersedia untuk kolam di Kabupaten Cianjur Ketersediaan lahan untuk kolam Luas ha Sesuai dan tersedia 74.062 20,46 Sesuai tetapi tidak tersedia 12.449 3,44 Tidak sesuai 275.433 76,11 Jumlah 361.944 100,00 Analisis ketersediaan lahan dapat digunakan sebagai arahan pengembangan perikanan karena telah mempertimbangkan pola ruangnya. Analisis ketersediaan lahan yang diterapkan pada setiap kecamatan dapat digunakan untuk mengetahui potensi pengembangan lahan untuk kolam. Sebaran kesesuaian dan ketersediaan lahan setiap kecamatan disajikan pada Tabel 23. Wilayah Cianjur bagian utara memiliki luas lahan sesuai dan tersedia yang paling besar pada lahan kelas S1, sedangkan wilayah Cianjur bagian selatan memiliki luas yang paling tinggi pada lahan kelas S2 dan S3. Walaupun jumlah kecamatan yang terdapat pada wilayah ini sedikit 7 kecamatan, akan tetapi luas wilayah Cianjur bagian selatan mempunyai persentase paling besar 40,80 dari total luas wilayah. Potensi pengembangan lahan untuk kolam dapat dilihat dari perbandingan hasil analisis ketersediaan lahan dan luas eksistingnya. Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa lahan yang sesuai dan tersedia untuk kolam sebesar 74.062 ha. Apabila luas lahan tersebut dikurangi dengan luas eksisting 1.970 ha maka potensi lahan yang dapat digunakan untuk kolam sebesar 72.092 ha yang tersebar pada semua kelas kesesuaian. Potensi lahan untuk kolam pada kelas S1 sebesar 579 ha, lahan kelas S2 sebesar 23.593 ha dan lahan kelas S3 sebesar 43.980 ha. Tentu saja lahan seluas itu adalah potensi lahan yang dapat digunakan untuk pengembangan kolam. Potensi lahan kelas S1 dapat menjadi prioritas utama untuk pengembangan kolam. Lahan yang sesuai dan tersedia pada kelas S1 lebih besar dari luas eksisting kolam sehingga masih memungkinkan dilakukannya pengembangan kolam pada lahan kelas S1. Pengembangan kolam pada kelas ini akan memberikan keuntungan yang lebih besar karena lahan tidak mempunyai pembatas yang besar atau pembatas yang ada tidak akan berpengaruh nyata terhadap produksi Hardjowigeno dan Widiatmaka 2011. Potensi lahan yang masih tersedia untuk kolam pada lahan kelas S1 disajikan pada Tabel 24. Tabel 23. Luas kesesuaian dan ketersediaan lahan untuk kolam di Kabupaten Cianjur Kecamatan S1 S2 S3 Sesuai ha 1 Sesuai dan Tersedia ha 2 Sesuai ha 1 Sesuai dan Tersedia ha 2 Sesuai ha 1 Sesuai dan Tersedia ha 2

a. Wilayah Cianjur bagian utara Bojongpicung

35 35 200 156 512 457 Cianjur 31 - 267 73 112 62 Cibeber 225 206 1.129 1.006 1.231 1.084 Cikalongkulon 65 45 891 843 3.357 2.968 Cilaku 272 85 1.065 546 385 193 Cipanas 207 207 348 348 386 372 Ciranjang 130 71 219 130 43 12 Cugenang 14 14 902 900 1.436 1.301 Gekbrong 63 63 473 471 913 849 Haurwangi 113 82 445 318 258 199 Karangtengah 116 110 184 163 6 6 Mande 183 149 1.526 1.355 2.019 1.876 Pacet 40 40 255 254 338 314 Sukaluyu 278 177 677 541 186 113 Sukaresmi 7 7 479 479 1.151 1.132 Warungkondang 20 13 367 334 219 197 Jumlah a 1.799 1.304 9.427 7.917 12.552 11.135 b. Wilayah Cianjur bagian tengah Campaka 92 87 545 521 1.563 1.330 Campakamulya 38 36 480 377 1.128 665 Cijati 100 33 705 658 1.427 1.396 Kadupandak 17 11 927 572 1.463 680 Pagelaran 97 22 772 680 1.777 1.533 Pasirkuda 61 25 1.054 911 2.245 1.810 Sukanagara 3 2 27 13 522 442 Takokak 241 240 2.843 2.787 4.309 4.244 Tanggeung 77 23 670 624 1.119 953 Jumlah b 725 479 8.023 7.143 15.553 13.233 c. Wilayah Cianjur bagian selatan Agrabinta 18 17 2.212 1.983 6.185 5.929 Cibinong 89 49 2.603 2.152 5.987 4.836 Cidaun 310 243 1.902 1.653 2.984 2.249 Cikadu 17 12 457 376 2.217 1.730 Leles 97 53 1.378 1.164 3.502 3.288 Naringgul 5 5 403 348 1.440 1.076 Sindangbarang 486 387 3.247 2.827 2.892 2.474 Jumlah c 1.022 766 12.202 10.503 25.207 21.582 Jumlah a+b+c 3.547 2.549 29.652 25.563 53.312 45.950 Keterangan : 1 Sesuai berdasar hasil analisis kesesuaian lahan untuk kolam MCE 2 Sesuai dan Tersedia bagi kawasan budidaya menurut RTRW Kabupaten Cianjur Tabel 24. Perbandingan luas lahan eksisting dan luas lahan sesuai dan tersedia pada lahan kelas S1 sangat sesuai di Kabupaten Cianjur No Kecamatan Luas ha Eksisting 1 Sesuai dan Tersedia 2 Kurang lebih

a. Wilayah Cianjur bagian utara

1 Bojongpicung 42 35 -7 2 Cianjur 1 - -1 3 Cibeber 94 206 112 4 Cikalongkulon 23 45 22 5 Cilaku 2 85 83 6 Cipanas - 207 207 7 Ciranjang 22 71 49 8 Cugenang 1 14 13 9 Gekbrong - 63 63 10 Haurwangi 10 82 72 11 Karangtengah 1 110 109 12 Mande 15 149 134 13 Pacet 1 40 39 14 Sukaluyu 61 177 117 15 Sukaresmi - 7 7 16 Warungkondang 1 13 12 Jumlah a 274 1.304 1.030

b. Wilayah Cianjur bagian tengah

17 Campaka 33 87 54 18 Campakamulya 18 36 18 19 Cijati 81 33 -48 20 Kadupandak 141 11 -130 21 Pagelaran 72 22 -50 22 Pasirkuda 57 25 -32 23 Sukanagara 38 2 -36 24 Takokak 136 240 104 25 Tanggeung 88 23 -65 Jumlah b 664 479 -185

c. Wilayah Cianjur bagian selatan

26 Agrabinta 236 17 -219 27 Cibinong 79 49 -30 28 Cidaun 304 243 -61 29 Cikadu 65 12 -53 30 Leles 43 53 10 31 Naringgul 128 5 -123 32 Sindangbarang 177 387 210 Jumlah c 1.032 766 -266 Jumlah a+b+c 1.970 2.549 579 Keterangan: 1 Eksisting berdasar peta penggunaan lahan tahun 2011 Bappeda Kabupaten Cianjur 2011a 2 Sesuai dan Tersedia bagi kawasan budidaya menurut RTRW Kabupaten Cianjur Wilayah Cianjur bagian utara memiliki potensi lahan untuk kolam yang paling baik pada lahan kelas S1. Lahan yang masih dapat dikembangkan untuk kolam di wilayah Cianjur bagian utara sebesar 1.030 ha dan tersebar di 14 kecamatan. Kecamatan Bojongpicung dan Cianjur merupakan kecamatan yang sesuai tetapi tidak tersedia untuk kolam pada lahan kelas S1. Selain didukung oleh kesesuaian dan ketersediaan lahan, wilayah utara mempunyai aksesibilitas yang lebih tinggi dibanding wilayah lainnya. Pengembangan lahan di wilayah bagian utara akan menghadapi ancaman berupa konflik penggunaan lahan karena wilayah ini merupakan pusat aktivitas masyarakat, seperti perekonomian dan pemerintahan. Penggunaan lahan untuk kolam pada lahan kelas S1 di Wilayah Cianjur bagian tengah telah melampaui ketersediaan lahannya. Kecamatan yang masih dapat dikembangkan untuk kolam adalah Kecamatan Campaka, Campakamulya dan Takokak. Ketiga kecamatan tersebut mempunyai lahan sesuai dan tersedia yang lebih besar dibandingkan dengan luas eksisting. Wilayah Cianjur bagian selatan juga menunjukkan luas ketersediaan lahan untuk kolam yang lebih kecil dari luasan eksistingnya. Hasil analisis kesesuaian lahan untuk kolam di wilayah ini menunjukkan luasan yang cukup besar, akan tetapi hasil analisis ketersediaan lahannya mempunyai luas yang kecil. Lahan yang sesuai tetapi tidak tersedia sebagian besar berasal dari kawasan lindung non-hutan, yaitu berupa sempadan sungai. Kecamatan yang masih mempunyai lahan sesuai dan tersedia untuk kolam pada lahan kelas S1 adalah Kecamatan Sindangbarang dan Leles. Selain lahan kelas S1, pengembangan lahan dapat dilakukan di kecamatan yang mempunyai lahan kelas S2 dan S3. Potensi lahan kelas S2 sebesar 23.593 ha. Apabila dilihat dari luas lahan yang sesuai dan tersedia pada kelas S2 maka wilayah Cianjur bagian selatan dapat dikembangkan sebagai pendukung pengembangan perikanan. Luas lahan di wilayah Cianjur selatan paling tinggi dibandingkan dengan wilayah lainnya, sebesar 9.471 ha. Selama ini, wilayah ini belum menunjukkan produksi ikan yang tinggi. Oleh karena itu, pengembangan budidaya ikan perlu mulai diarahkan ke wilayah Cianjur bagian selatan. Wilayah Cianjur bagian utara mempunyai potensi lahan untuk kolam pada kelas S2 sebesar 7.643 ha, lebih luas dibandingkan dengan wilayah bagian tengah sebesar 6.479 ha. Lahan kelas S2 dipilih sebagai prioritas kedua apabila pengembangan kolam pada lahan kelas S1 tidak dapat dilakukan. Pengembangan pada lahan kelas S2 memerlukan pengelolaan untuk mengatasi pembatas yang ada sehingga budidaya yang dilakukan tetap memberikan keuntungan bagi pembudidaya. Akan tetapi masukan yang diperlukan lebih kecil dibandingkan dengan lahan kelas S3. Potensi lahan kelas S3 yang dapat digunakan untuk kolam mempunyai luasan paling tinggi diantara kelas lahan lainnya. Seperti halnya pada lahan kelas S2, wilayah Cianjur bagian selatan juga menunjukkan luas yang paling tinggi diikuti wilayah Cianjur bagian tengah dan luas lahan paling kecil adalah wilayah Cianjur bagian utara. Pembatas yang ditemukan pada lahan kelas S3 lebih besar daripada lahan kelas S2 sehingga masukan yang diperlukan lebih besar. Oleh karena itu, lahan kelas S3 dipilih sebagai prioritas akhir apabila akan digunakan sebagai kolam karena memerlukan masukan yang besar untuk mengatasi pembatas sehingga dapat mengurangi produksi dan keuntungan.

5.2.1.6 Pengamatan Lapang

Pengamatan lapang dilakukan terhadap pembudidaya di Kecamatan Karangtengah, Mande, Ciranjang, Sukaluyu, Cianjur, Cibeber dan Cikalongkulon. Pemilihan kecamatan mengacu pada luas lahan eksisting dan luas lahan sesuai dan tersedia untuk kolam. Hasil pengamatan lapang disajikan pada Tabel 25 dan Gambar 20. Tabel 25. Titik pengamatan lapang selang kelas kesesuaian lahan untuk kolam Kelas Titik koordinat meter Nilai derajat kesesuaian Produksi ikan ekorhaMT Jenis Ikan Kecamatan S1 x: 746,543.049 y: 9,251,915.099 0,3299 190.000 Nila Ciranjang x: 743,077.001 y: 9,245,242.585 0,3207 200.000 Nila Karangtengah x: 748.919,012 y: 9.246.836,438 0,3299 200.000 Nila Mande S2 x: 736.020,458 y: 9.247.534,098 0,2892 120.000 Nila Cianjur x: 742.026,511 y: 9.249.121,601 0,2911 160.000 Nila Karangtengah x: 747.323,572 y: 9.256.487,399 0,3055 150.000 Nila Cikalongkulon S3 x: 742.494,916 y: 9.254.003,228 0,2455 75.000 Nila Mande x: 743.288,668 y: 9.239.580,490 0,2364 50.000 Nila Sukaluyu x: 739.724,632 y: 9.233.517,768 0,1663 75.000 Mas Cibeber Keterangan : MT: Masa Tanam Gambar 20. Titik pengamatan lapang penentuan selang kelas analisis kesesuaian lahan untuk kolam Ciranjang, S1 Karangtengah, S1 Mande, S1 Cikalongkulon, S2 Sukaluyu, S3 Cibeber, S3 Mande, S3 Karangtengah, S2 Cianjur, S2 Pembudidaya yang diamati berasal dari usaha pedederan IV yaitu pemeliharaan benih dari tingkat ukuran belo 5 - 8 cm sampai ketingkat benih ukuran sangkal 8 - 12 cm. Ikan yang diamati adalah Ikan Mas dan Nila. Hasil pengamatan lapang menunjukkan bahwa selang kelas yang ditentukan berdasarkan bobot sub-faktor sesuai dengan lokasi yang diamati. Berdasarkan nilai produksinya, lahan kelas S1 menghasilkan nilai produksi yang paling tinggi dan lahan kelas S3 menghasilkan nilai produksi yang paling rendah. Produksi pada lahan kelas S1 rata-rata sebesar 190.000-200.000 ekorhaMT. Produksi pada lahan kelas S2 rata-rata 120.000-160.000 ekorhaMT. Produksi pada lahan kelas S3 rata-rata kurang dari 100.000 ekorhaMT. Lahan kelas S2 yang diamati mempunyai pembatas berupa jarak dari sungai dan lereng. Lahan kelas S3 yang diamati mempunyai pembatas berupa lereng, jarak dari sungai dan jarak dari jalan. Jarak dari sungai yang semakin jauh dapat menyebabkan kualitas air yang sampai di lokasi budidaya menjadi lebih rendah dibanding lokasi yang lebih dekat dengan sumber air. Titik pengamatan hanya dilakukan dibeberapa kecamatan di wilayah Cianjur bagian utara sehingga diasumsikan pola budidaya yang dilakukan pembudidaya di wilayah tersebut seragam. Penambahan unit usaha budidaya melalui strategi ekstensifikasi dapat dilakukan di kecamatan-kecamatan yang menunjukkan kesesuaian lahan kelas S1 dan S2. Pengembangan lahan pada kelas S2 tersebut dipilih karena memperlihatkan luasan lahan yang besar dan memerlukan pengelolaan yang lebih kecil dibanding lahan kelas S3. Hasil analisis ini menggambarkan bahwa lahan yang tersedia untuk kolam pada lahan kelas S1 dan S2 sebesar 7,77 dari total luas wilayah. Tingginya konflik kepentingan penggunaan lahan akan mempengaruhi ketersediaan lahan untuk kolam. Oleh karena itu, pengembangan lahan harus disertai penggunaan teknologi agar menghasilkan produksi ikan yang lebih banyak per satuan lahannya. Teknologi yang dianjurkan adalah semi-intensif karena cocok diterapkan pada pembudidaya ikan di Kabupaten Cianjur. Usaha budidaya ikan yang dikembangkan di Kabupaten Cianjur selama ini lebih banyak dilakukan dengan teknologi tradisional. Penerapan teknologi semi intensif memerlukan modal untuk menyediakan sarana produksi yang lebih banyak. Teknologi semi intensif memungkinkan padat tebar ikan yang lebih tinggi dibandingkan teknologi sederhana sehingga dapat menghasilkan produksi ikan yang lebih tinggi. Konsekuensi dari penerapan teknologi semi intensif yaitu memerlukan modal yang lebih besar. Modal menjadi salah satu permasalahan yang dihadapi oleh pembudidaya. Bantuan permodalan yang ada cukup banyak, akan tetapi mekanisme penyaluran pinjaman modal masih menjadi kendala bagi pembudidaya. Hasil analisis kesesuaian lahan yang telah dilakukan menggambarkan bahwa lahan yang ada di Kabupaten Cianjur sangat mendukung untuk pengembangan budidaya ikan di kolam. Hal ini terlihat dari luas lahan kelas S1, S2 dan S3 yang cukup tinggi untuk pengembangan budidaya ikan air tawar .

5.2.1.7 Kualitas Air

Kualitas air merupakan aspek penting dalam budidaya ikan. Pengujian kualitas air dilakukan pada 5 lima sampel sungai, yaitu Sungai Cikundul Kecamatan Cikalongkulon, Sungai Cisokan Ciranjang, Sungai Cianjur Cianjur, Sungai Cikondang Cibeber dan Sungai Parungbedil Sukaluyu. Parameter yang diukur terbagi menjadi 2 dua, yaitu parameter yang langsung diukur di lapangan suhu, pH dan DO dan parameter yang di ukur di laboratorium BOD 5 , COD dan H 2 S Tabel 26. Tabel 26. Hasil pengujian kualitas air Parameter Nama Sungai Baku Mutu 3 Cikundul Cisokan Parungbedil Cikondang Cianjur Suhu 1 26,5 27 28 28 26,5 deviasi 3 pH 1 7 6,5 7,5 7,5 6,5 6-9 DO 1 7,33 5,79 6,17 6,58 5,79 3 BOD 5 2 2,00 1,20 2,90 2,70 2,20 6 COD 2 40,97 20,12 20,12 26,23 23,68 50 H 2 S 2 0,001 0,001 0,001 0,001 0,001 0,002 Keterangan : 1 hasil pengujian di tempat 2 hasil pengujian Laboratorium Produktifitas dan Ekologis Perairan PROLING, Departemen MSP, FPIK, IPB 3 Baku mutu menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 82 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air Pengukuran kualitas air bertujuan untuk mengetahui kondisi perairan yang akan masuk ke dalam lokasi budidaya ikan. Secara umum, kualitas air pada lokasi yang di uji menunjukkan kondisi yang masih layak untuk budidaya ikan sesuai dengan baku mutu yang telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 82 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Klasifikasi mutu air yang digunakan berasal dari kelas tiga, yaitu air dapat digunakan untuk budidaya ikan air tawar, peternakan, mengairi tanaman dan peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama. Suhu berperan penting bagi kehidupan dan perkembangan biota air. Peningkatan suhu dapat menurunkan kadar oksigen terlarut sehingga mempengaruhi metabolisme seperti laju pernafasan dan konsumsi oksigen serta meningkatnya konsentrasi karbon dioksida. Suhu perairan hasil penelitian ini berkisar 26,5 –28 C. Sungai Cikundul dan Cianjur mempunyai suhu yang lebih rendah, akan tetapi masih dalam kisaran yang dapat ditoleransi. Parameter lain yang perlu diketahui adalah pH untuk mendeteksi potensi produktifitas kolam. Hasil pengukuran pH adalah 6,5-7,5 dan menunjukkan kisaran yang layak untuk budidaya. Oksigen terlarut merupakan parameter yang paling kritis di dalam budidaya ikan. Kelarutan oksigen di dalam air dipengaruhi suhu. Peningkatan suhu menyebabkan penurunan oksigen, begitu juga sebaliknya. Hasil pengukuran oksigen terlarut dalam penelitian ini berkisar antara 5,79-7,33 mgl sehingga masih termasuk kategori yang layak untuk budidaya ikan. Nilai BOD 5 yang diperoleh lebih kecil dari 6, yaitu 1,20-2,90 mgl. Kebutuhan oksigen biologi BOD didefinisikan sebagai banyaknya oksigen yang diperlukan oleh organisme pada saat pemecahan bahan organik, pada kondisi aerobik. Pemecahan bahan organik diartikan bahwa bahan organik ini digunakan oleh organisme sebagai bahan makanan dan energinya diperoleh dari proses oksidasi PESCOD 1973 dalam Salmin 2005. Hasil COD dan H 2 S menunjukkan nilai yang layak untuk budidaya ikan. COD berkisar antara 20,12-40,97 mgl dan nilai H 2 S yaitu 0,001.