Kerangka Pemikiran The Direction of Aquaculture Development for supporting Regional Development (A Case Study on Cianjur Regency)

melindungi dari masuknya predator; 3 melakukan pengeringan; dan 4 membuat daerah yang lebih dalam untuk perlindungan ikan.

2.3 Evaluasi Sumberdaya Lahan

Evaluasi lahan merupakan proses penilaian potensi suatu lahan untuk penggunaan –penggunaan tertentu. Hasil evaluasi lahan digambarkan dalam bentuk peta sebagai dasar perencanaan tataguna lahan sehingga dapat digunakan secara optimal dan lestari. Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuannya dapat menimbulkan terjadinya kerusakan lahan. Inti dari evaluasi lahan adalah membandingkan persyaratan yang diminta oleh tipe penggunaan lahan yang akan diterapkan, sesuai dengan sifat-sifat atau kualitas lahan yang dimiliki oleh lahan yang akan digunakan. Dengan demikian, akan diketahui potensi lahan atau kelas kesesuaiankemampuan lahan untuk tipe penggunaan lahan tersebut Hardjowigeno dan Widiatmaka 2011. Logika dilakukannya evaluasi lahan adalah: 1. Sifat lahan beragam, sehingga perlu dikelompokkan ke dalam satuan-satuan yang lebih seragam, yang memiliki potensi yang sama; 2. Keragaman ini mempengaruhi jenis-jenis penggunaan lahan yang sesuai untuk masing-masing satuan lahan; 3. Keragaman ini bersifat sistematik sehingga dapat dipetakan; 4. Kesesuaian lahan untuk penggunaan tertentu dapat dievaluasi dengan ketepatan tinggi bila data yang diperlukan untuk evaluasi cukup tersedia dan berkualitas baik; 5. Pengambil keputusan atau pengguna lahan dapat menggunakan peta kesesuaian lahan sebagai salah satu dasar untuk mengambil keputusan dalam perencanaan tataguna lahan. Analisis kesesuaian lahan untuk pengembangan ikan air tawar telah dilakukan untuk beberapa jenis komoditas, diantaranya Ikan Mas Hossain et al. 2009 dan Ikan Lele Radiarta et al. 2012. Analisis kesesuaian lahan dapat dibangun dari kriteria yang spesifik untuk budidaya, meliputi karakteristik lingkungan fisik dan biologi, sosial-ekonomi dan fasilitas pendukung Radiarta et al. 2010. Hossain et al. 2009 menyatakan bahwa prosedur penentuan pengembangan akuakultur seharusnya mencakup parameter-parameter kualitas air, kualitas tanah, dan faktor sosial-ekonomi. Nath et al. 2000 menyebutkan bahwa kesesuaian lahan untuk perikanan dapat disusun berdasarkan kriteria biofisik, sosial-infrastruktur dan constraint . Pengembangan akuakultur yang tidak sesuai dengan potensi lahan menyebabkan terjadinya over exploitation dan ketidakberlanjutan penggunaan sumberdaya tersebut Radiarta et al. 2008. Klasifikasi kesesuaian lahan menurut sistem FAO 1976 dibagi menjadi 4 empat kategori yaitu ordo, kelas, sub-kelas dan unit. Hasil analisis kesesuaian lahan pada tingkat kelas dikelompokan menjadi 5 lima kelas, yaitu: 1. S1: sangat sesuai very suitable, lahan tidak mempunyai pembatas yang besar dan tidak menurunkan produktivitas secara nyata; 2. S2: cukup sesuai suitable, lahan mempunyai faktor pembatas yang agak besar dan berpengaruh terhadap produktivitas serta meningkatkan input masukan yang diperlukan; 3. S3: sesuai marginal marginally suitable, lahan mempunyai faktor pembatas yang berat dan berpengaruh terhadap produktivitas serta meningkatkan input masukan yang diperlukan; 4. N1: tidak sesuai saat ini currently not suitable, lahan mempunyai kesulitan yang dapat mencegah penggunaan lahan untuk budidaya. Lahan tidak sesuai karena faktor fisik lereng sangat curam, dan lain sebagainya dan secara ekonomi keuntungan yang didapat lebih kecil dari biaya yang dikeluarkan. 5. N2: tidak sesuai untuk selamanya permanently not suitable, lahan mempunyai pembatas permanen yang mencegah kemungkinan penggunaan lahan yang lestari dalam jangka panjang.

2.4 Keterkaitan Sektor Perekonomian

Wilayah yang berkembang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan antara sektor ekonomi wilayah, dalam arti terjadi tranfer input-output barang dan jasa antar sektor yang sangat dinamis. Secara institusional keterpaduan sektoral tidak hanya mencakup hubungan antar lembaga sektoral pemerintahan tetapi juga antara pelaku-pelaku ekonomi swasta dan masyarakat secara luas dengan latar sektoral yang berbeda Rustiadi et al. 2011. Akibat keterbatasan sumberdaya yang tersedia, maka dalam suatu perencanaan pembangunan diperlukan adanya skala prioritas pembangunan. Dari sudut dimensi sektor pembangunan, suatu skala prioritas didasarkan atas pemahaman bahwa: 1 setiap sektor memiliki sumbangan langsung dan tidak langsung yang berbeda terhadap pencapaian sasaran-sasaran pembangunan penyerapan tenaga kerja, pendapatan wilayah dan lain-lain; 2 setiap sektor memiliki keterkaitan dengan sektor-sektor lainnya dengan karakteristik yang berbeda-beda; dan 3 aktivitas sektoral tersebar secara tidak merata dan spesifik, beberapa sektor cenderung memiliki aktivitas yang terpusat dan terkait dengan sebaran sumberdaya alam, buatan infrastruktur dan sosial yang ada. Karakteristik struktur ekonomi wilayah yang ditunjukkan dengan distribusi sumbangan sektoral serta keterkaitan sektoral perekonomian wilayah, secara teknis dapat dijelaskan dengan menggunakan Analisis Input-Output I-O. Menurut Nugroho dan Dahuri 2012, kelebihan penerapan pendekatan model I-O antara lain: a. Memberikan deskripsi detail mengenai pertumbuhan ekonomi dengan melihat ketergantungan antar sektor dan sumber dari ekspor maupun impor; b. Mampu menghitung besaran output dari setiap sektor dan kebutuhan inputnya pada permintaan akhir tertentu; c. Dapat menelusuri setiap perubahan permintaan akhir; d. Mampu mengintegrasikan perubahan teknologi dan harga melalui perubahan koefisien teknologi.

2.5 Sistem Informasi Geografis SIG

Sistem Informasi Geografi SIG adalah suatu sistem informasi yang dirancang untuk bekerja menggunakan data terreferensi dengan koordinat- koordinat spasial atau geografis. Pendekatan utama dalam pemanfaatan SIG adalah berpikir spasial dan bertindak spasial, sehingga seluruh data dan informasi hasil olahan SIG harus berbasis spasial dan disajikan dalam bentuk spasial. Sistem yang ada di dalam SIG terdiri atas 4 empat kategori, yaitu perangkat keras seluruh peralatan yang digunakan mulai dari perencanaan sampai pencetakan peta, perangkat lunak seluruh program komputer yang digunakan untuk mengolah dan menampilkan data spasial, data seluruh kumpulan data berbentuk spasial maupun non-spasial dan organisasi organisasi atau instansi dimana SIG dibangun termasuk pengelola dan pengguna Baja 2012. Teknologi SIG dapat mempermudah para perencana untuk mendukung pengambilan keputusan yang bersifat spasial karena memiliki kemampuan yang sangat baik untuk menangani masalah-masalah spasial yang sangat kompleks serta memberikan alternatif solusi terbaik terhadap permasalahan yang terjadi Marquez dan Maheepala 1996. Perencanaan pengelolaan dan pengambilan keputusan harus berdasarkan data dan informasi yang akurat tentang kondisi lahan . Hossain et al. 2009 menyatakan bahwa SIG dapat berfungsi untuk mengolah data spasial dan menggambarkan hasil analisis kesesuaian lahan . Analisis kesesuaian lahan digunakan untuk menentukan apakah lahan tersebut sesuai atau tidak untuk peruntukan lahan secara spesifik. Aplikasi SIG dalam pengambilan keputusan berkriteria ganda sangat besar peranannya dalam pengelolaan basis data, analisis berbasis spasial, penampilan luaran hasil analisis, dan fungsi-fungsi SIG lainnya. Analisis MCE seringkali diintegrasikan dengan SIG karena merupakan teknik yang sangat baik dalam manajemen dan perencanaan ruang serta memiliki kemampuan dalam menangani masalah-masalah spasial Lawal et al. 2011.

2.6 Analisis Multi-Criteria Evaluation MCE

Salah satu metode yang umum yang dapat digunakan untuk melakukan evaluasi lahan adalah evaluasi multi-kriteria Multi-Criteria EvaluationMCE, dimana kesesuaian lahan maupun alokasi penggunaan lahan untuk tujuan tertentu diuji berdasarkan pada pemikiran ataupun kriteria yang ditetapkan. Analisis MCE secara umum didefinisikan sebagai sebuah metode atau pendekatan evaluasi berdasarkan beberapa kriteria untuk memudahkan pengambilan keputusan. Tujuan utama metode MCE adalah untuk membandingkan berbagai alternatif berdasarkan banyak kriteria dan konflik Voogd 1983 dalam Hossain et al. 2009. Permasalahan yang berhubungan dengan penggunaan lahan memerlukan evaluasi berdasarkan beberapa kriteria. Prosedur yang paling umum untuk integrasi MCE dan GIS dalam analisis kesesuaian lahan adalah menggunakan Weighted Linear Combination WLC. Pada pendekatan ini, informasi lahan ditransformasikan ke dalam 1 satu set faktor pada area studi. Faktor-faktor ini digabungkan dengan menetapkan faktor bobot masing-masing, diikuti dengan penjumlahan overlay untuk mendapatkan peta kesesuaian. Peta dapat digunakan secara langsung atau melalui prosedur analisis obyektif dan diterapkan untuk mengalokasikan beberapa daerah sesuai dengan peringkat tertinggi, mencakup penilaian faktor dan bobot Ismail 2009 dalam Ariani 2012. Prosedur evaluasi