Metode Pengumpulan Data The Direction of Aquaculture Development for supporting Regional Development (A Case Study on Cianjur Regency)

WLC Malczewski 2006. Bobot setiap sub-faktor hasil analisis AHP dimasukkan ke dalam peta setiap faktor. Peta jaringan jalan, sungai dan pemukiman perlu dianalisis proximity-nya untuk memperoleh jarak terhadap masing-masing sub-faktor. Bobot sub-faktor berperan sebagai derajat kesesuaian yang akan digunakan dalam persamaan WLC. Persamaan WLC secara umum adalah: ∑ dimana: WLC : Weighted Linear Combination; Xij: Bobot sub-faktor ke-j di lokasi ke-i; Wij : Bobot faktor ke-j di lokasi ke-i; n : Jumlah faktor; Cj : konstrain. Analisis kesesuaian lahan dilakukan secara bertahap, yaitu kesesuaian lahan berdasarkan kriteria ekologis, berdasarkan kriteria sosial-ekonomi dan kesesuaian kolam secara keseluruhan. Kesesuaian lahan berdasar kriteria ekologis diperoleh dengan fungsi overlay yaitu intersect pada empat faktor kelerengan, tekstur tanah, curah hujan dan jarak dari sungai, sedangkan berdasar kriteria sosial-ekonomi diperoleh melalui overlay tiga faktor jarak dari jalan, jarak dari pemukiman dan penggunaan lahan saat ini. Analisis kesesuaian lahan secara keseluruhan dilakukan dengan intersect peta kesesuaian lahan berdasar kriteria ekologis dan berdasar kriteria sosial-ekonomi. Lahan yang berfungsi sebagai pembatas constraint tidak dimasukkan dalam overlay. Constraint berasal dari faktor penggunaan lahan saat ini yang tidak dapat digunakan untuk budidaya perikanan, yaitu perkebunan, hutan, permukiman, bangunan, sawah dan waduk. Langkah selanjutnya adalah menambahkan field dan melakukan perhitungan dengan menggunakan field calculator. Terhadap hasil perhitungan dengan menggunakan persamaan di atas, dilakukan query yaitu SQL Select By Attributes untuk menentukan kelas. Penentuan batas selang kelas mengacu kepada bobot sub-faktor yang telah diperoleh. Review terhadap batas selang kelas S1, S2 dan S3 dilakukan dengan melakukan pengamatan di lapang. Produksi ikan di lapang ditanyakan kepada pembudidaya, ditentukan koordinatnya dan di- match-kan lokasinya pada peta. Setiap kelas ditetapkan sebanyak 3 tiga pembudidaya. Pembudidaya yang dipilih diasumsikan mempunyai pola budidaya yang sama untuk mengurangi bias terhadap produksi ikan yang dihasilkan. Selain kesesuaian lahan, perlu diketahui ketersediaan lahannya. Untuk itu, dilakukan tumpang susun overlay peta kesesuaian lahan dengan peta RTRW sehingga diperoleh lahan yang sesuai dan tersedia untuk kolam.

3.4.2.2 Analisis Kesesuaian Lahan untuk Minapadi

Analisis ini bertujuan untuk menghasilkan peta kesesuaian lahan untuk minapadi. Potensi pengembangan minapadi dapat diketahui dari kesesuaian lahan untuk padi sawah ditambah ketersediaan jaringan irigasi. Jaringan irigasi digunakan untuk mengakomodir keperluan air yang tersedia untuk minapadi. Evaluasi kesesuaian lahan untuk padi sawah dilakukan menggunakan kriteria kesesuaian lahan untuk padi sawah dari Hardjowigeno dan Widiatmaka SPL Kabupaten Cianjur Kriteria kesesuaian lahan untuk padi sawah Peta kesesuaian lahan untuk padi sawah matching Peta kesesuaian lahan untuk minapadi Peta daerah irigasi overlay overlay Peta Land Use Peta RTRW Peta kesesuaian dan ketersediaan lahan minapadi 2011 sebagaimana disajikan pada Lampiran 1. Evaluasi diterapkan pada SPL Kabupaten Cianjur. SPL yang digunakan adalah SPL dari Peta Sumberdaya Tanah Pulau Jawa dan Madura Puslittanak 2011. Terhadap parameter pada SPL tersebut dilakukan pencocokan kriteria kesesuaian lahan melalui proses matching untuk mendapatkan peta kesesuaian lahan untuk padi. Setiap SPL dinilai karakteristik lahannya sesuai data yang tersedia yaitu suhu, curah hujan, drainase, tekstur tanah, kedalaman efektif dan lereng. Kelas kesesuaian lahan dibedakan dalam sub-kelas kesesuaian lahan berdasarkan faktor pembatas yang paling dominanberat. Jenis pembatas ditulis dengan huruf kecil setelah simbol kelas. Hasil matching kemudian ditumpang susun overlay dengan peta daerah irigasi sehingga dihasilkan peta kesesuaian lahan untuk minapadi. Dari peta kesesuaian lahan hasil analisis, selanjutnya dilakukan analisis untuk mendapatkan ketersediaan lahannya. Untuk itu, dilakukan tumpang susun overlay peta kesesuaian dengan peta penggunaan lahan hasil interpretasi citra dan Peta RTRW sehingga dihasilkan lahan yang sesuai dan tersedia untuk minapadi. Lahan yang berfungsi sebagai pembatas constraint tidak dimasukkan dalam overlay. Constraint berasal dari faktor penggunaan lahan saat ini yang tidak memungkinkan untuk pengusahaan minapadi, yaitu perkebunan, hutan, permukiman, bangunan, sawah tadah hujan dan tubuh air. Keseluruhan proses ini disajikan pada Gambar 4. Gambar 4. Bagan alir analisis kesesuaian dan ketersediaan lahan untuk minapadi