Gambaran status gizi Hubungan Penerapan Pedoman Gizi Seimbang dengan Status Gizi Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarat Tahun 2014

Kejadian status gizi kurang yang mencapai 16.8 merupakan jumlah cukup yang tinggi mengingat lebih dari 10 mahasiswa FKIK mengalami status gizi kurang. Status gizi kurang dapat mengakibatkan mahasiswa mudah letih, mudah terkena penyakit infeksi, anemia dan kurang mampu berkonsentrasi dan bekerja keras Supariasa et al. 2002, sehingga sangat mempengaruhi performa mahasiswa di bidang akademiknya. Masalah gizi kurang disebabkan rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari. Terjadinya gizi kurang karena konsumsi energi lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan yang mengakibatkan sebagian cadangan energi tubuh dalam bentuk lemak akan digunakan Emilia,2009. Kejadian status gizi lebih yang mencapai 23.2 , lebih besar 6.4 dibandingkan kejadian status gizi kurang. Status gizi lebih meningkatkan resiko penyakit kardiovaskular, diabetes melitus, hipertensi, gangguan ginjal, gangguan sendi dan tulang, gangguan kandung empedu dan kanker Supariasa et al. 2002. Penyakit kardiovaskular berhubungan dengan penimbunan lemak yang terjadi pada individu dengan status gizi lebih atau obesitas Almatsier et al, 2011. Sedangkan pada diabetes melitus tidak tergantung insulin DM tipe 2, status gizi memiliki hubungan yang bermakna dalam perkembangannya karena sekresi insulin dalam bentuk tidak tepat atau resistensi sel lemak yang membesar terhadap aktivitas insulin Almatsier et al, 2011. Menurut Karam 1994 dalam Hakimi et al 2010, 85 penderita DM tipe 2 berstatus gizi lebih atau obesitas dan 15 tidak obesitas. Dari hasil penelitian diketahui 30.6 mahasiswa yang mengalami status gizi lebih memiliki keluarga dengan riwayat penyakit Diabetes Melitus. Hal ini semakin memperbesar resiko mahasiswa yang memiliki status gizi lebih untuk mengalami penyakit Diabetes Melitus. Kebiasaan makanan selalu dihubungkan dengan status gizi lebih berat badan lebih dan obesitas termasuk makan dan ngemil yang sering, pola binge-eating dan makan diluar. Aktivitas fisik juga penting untuk mencegah kelebihan berat badan WHOFAO, 2003. Penerapan pedoman gizi seimbang dengan kebiasaan makan makanan beragam, pola hidup bersih, aktifitas fisik dan pemantauan berat bdan normal.

6.3. Hubungan kebiasaan makan makanan beragam dengan status gizi

Kebiasaan makan makanan beragam merupakan cara mempertahankan berat badan normal. Makan makanan dalam porsi yang seimbang, jumlah yang cukup, tidak berlebihan dan teratur akan menyeimbangkan zat gizi yang masuk dan keluar dan menjaga berat badan agar tetap normal Kemenkes RI, 2014. Berdasarkan hasil penelitian didapat semua mahasiswa memiliki kebiasaan makan makanan yang beragam yang tidak sesuai dengan pedoman gizi seimbang. Semua mahasiswa memiliki jumlah konsumsi yang tidak seimbang dilihat dari porsi setiap makanan yang seharusnya dipenuhi. Kebutuhan makanan pokok paling banyak dipenuhi dengan sumber makanan berupa nasi, mie dan kudapangorengan, kebutuhan lauk paling banyak dipenuhi dengan sumber makanan berupa telor, ayam dan ikan, kebutuhan makanan pauk paling banyak dipenuhi dengan sumber makanan tempe dan tahu, sedangkan untuk sayur dan buah konsumsi jumlah komsumsi cenderung kurang dan jarang. Kesibukan menjadi alasan mahasiswa tidak makan secara terutar dan optimal. Mahasiswa cenderung mencari makanan yang mudah ditemui dikantin atau disekitas kampus tanpa mempertimbangkan pemenuhan zat gizi. Mahasiswa cenderung memilih makanan seperti gorengan, kue basah atau makanan ringan yang praktis untuk dimakan disela waktu kuliah. Tempat tinggal dan jumlah uang saku juga salah satu faktor yang dapat mempengaruhi jumlah asupan. Mahasiswa yang tinggal bersama orang tua atau keluarga cenderung memiliki kebiasaan konsumsi yang lebih baik dari pada mahasiswa yang tinggal di kosan. Mahasiswa yang tinggal bersama orang tua atau keluarga mengkonsumsi makanan yang telah disediakan di rumah sehingga memiliki kebiasaan makan yang teratur, sedangkan mahasiswa yang tinggal di kosan harus memasak atau membeli sendiri makanannya, sehingga sering melewatkan waktu makan. Namun, hasil penelitian Suci 2011 pada mahasiswa FKIK menunjukkan tidak ada hubungan antara tempat tinggal dengan asupan makanan mahasiswa FKIK. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor lain yang saling mempengaruhi, seperti uang saku. Menurut Amran 2003, terdapat hubungan antara uang bulanan atau uang saku mahasiswa dengan pola makan. Uang saku menunjukkan daya beli mahasiswa untuk mendapatkan makanan. Semakin besar uang saku, semakin baik kuantitas dan kualitas makanan yang dapat dibeli. Namun, hasil penelitian Suci 2011 pada mahasiswa FKIK menunjukkan tidak hubungan antara uang saku dengan pola makan pada mahasiswa. Hal ini disebabkan karena sebagian mahasiswa tidak menjadikan makanan sebagai tujuan pengeluaran utamanya. Jika dilihat berdasarkan masing-masing kelompok makanan diperoleh 53.5 mahasiswa mengkonsumsi makanan pokok dalam jumlah yang kurang dan 20.6 lebih, 44.5 mahasiswa mengkonsumsi lauk protein hewani dalam jumlah yang kurang dan