Dampak Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pendidikan Nonformal

127 tambahan. Dengan kemampuan mengembangkan jaringan tersebut Ibu “Em” kini sering mendapat pesanan. Mengenai hal tersebut, berikut penuturan Ibu “Em”: “…dulu saya paling dapet order cuma 3 atau 5 baju sebulan Mbak. Itu aja gak tentu. Kadang gak ada sama sekali. Soalnya waktu itu paling yang minta jasa saya cuma tetangga-tenagga aja. Setelah saya kursus njahit, saya jadi punya banyak kenalan sesama penjahit. Sekarang kita sistemnya borongan Mbak. Kalo teman saya ada borongan saya dikasih jatah bagian mereka dan kayak gitu juga sebaliknya”, “…. waktu itu tempat kursusnya di balai pertemuan balai Desa tapi yang buat para pengurus masjid Jogokariyan”. Kemandirian jamaah dalam ranah ekonomi diantaranya tercermin dengan kemampuan jamaah yang telah dapat mengembangkan usahanya seperti ibu “Em”, atau dapat membuat usaha produktif seperti yang dilakukan ibu “Tk” yakni dengan uang hasil pinjaman di Yayasan Baitul Maal masjid Jogokariyan yang digunakannya untuk membuka usaha berjualan gudeg. Seperti yang di sampaikan oleh ibu “Tk”: “saya dulu pinjam modal di baitu maal masjid Jogokariyan terus saya pakai untuk modal berjualan gudek ini. Alhamdulillah bisa untuk tambahan anak-anak sekolah. “ Secara ekonomi, bukan hanya jamaah yang kini telah mandiri secara finansial, masjid Jogokariyan sendiri dengan adanya gerakan infak mandiri dan wakaf pendanaan masjid menjadi aman dan mandiri. Sehingga pembangunan masjid menjadi Islamic Centre menjadi lancar. Kemudian dalam ranah kesehatan, fasilitas kesehatan d klinik masjid Jogokariyan sudah sangat memadai. Sehingga masjid Jogokariyan dapat secara mandiri memberikan fasilitas kesehatan pada jamaah. Fasilitas kesehatan bagi jamaah masjid Jogokariyan diberikan secara gratis, 128 sehingga masyarakat tidak segan untuk memeriksakan diri begitu merasa sakit. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Ibu “Tk” selaku pengurus masjid Jogokariyan: “Alhamdulillah sekarang bisa berobat gratis di klinik masjid. Jadi kalo ada anggota keluarga yang sakit kita langsung saja berobat. Terus dari klinik juga sering mengadakan penyuluhan KB dan penyakit-penyakit menular lainnya. Jadi kami lebih waspada.” Mengenai pelayanan kesehatan dari klinik masjid Jogokariyan Ibu “Jk” selaku jamaah masjid Jogokariyan juga turut berkomentar positif dan sangat merasakan dampaknya: “Selain pengecekan rutin seluruh kesehatan bagi lansia seperti saya. Ada juga program periksa mata gratis. Tadinya saya suka burem kalau ngeliat Mbak, tapi setelah klinik masjid bikin pemeriksaan mata gratis saya dibelikan kacamata sama pengeuusnya, saya jadi bisa baca qur’an lebih jelas.” Selain pemeriksaan seluruh badan atau general check up gratis bagi lansia klinik masjid Jogokariyan secara berkala membuka layanan pemeriksaan mata gratis untuk lansia. Hal itu dilakukan bukan sekedar demi peningkatan kesehatan jamaah semata namun dimaksudkan agar jamaah memperoleh kenyamanan dalam beribadah sehingga jamaah juga bisa lebih produktif. Dampak yang dirasakan bagi jamaah selain nyaman untuk berobat ketika sakit juga timbul kewaspadaan terhadap bahaya penyakit-penyakit menular karena danya penyuluhan kesehatan dari para pengelola klinik dan takmir masjid Jogokariyan. Kemudian dari segi sosial, jamaah masjid Jogokariyan sangat berjiwa sosial tinggi. Dalam beberapa kesempatan masjid Jogokariyan turut membantu korban bencana alam. Seperti korban bencana alam tsunami aceh pada tahun 2005, bencana gempa Jogjakarta 2006, bencana 129 erupsi lahar gunung merapi, dan lain sebagainya. Selain tanggap bencana alam masjid jamaah Jogokariyan juga peduli terhadap sesama umat muslim. Dalam insiden penyerangan Israel terhadap Palestina beberapa jamaah masjid Jogokariyan ada yang turut di terjunkan sebagai sukarelawan ke Palestina. Tidak hanya demikian, di dalam lingkup masjid sendiri jamaah sangat peka terhadap nasib sesama jamaah yang kurang mampu. Hal tersebut terbukti dengna adanya kegiatan “Operasi pasar”. Kegiatan “Operasi pasar” merupakan kegiatan mensubsidi barang-barang yang mahal dipasaran oleh pihak masjid. Penjelasan mengenai bentuk kegiatan “Operasi pasar” dapat dijelaskan oleh komentar Bapak “Tj” berikut ini: “Operasi pasar” adalah kegiatan mensubsidi barang-barang yang sedang mahal di pasaran kepada jamaah masjid Jogokariyan. Jadi kalau pas lagi ada harga barang yang mahal, maka masjid menalangin untuk membelikan barang tersebut terus kemudian dijual ke jamaah dengan harga murah. “ Dalam aspek Ibadah, kenyamanan dan kemanan dalam beribadah pencapaian utama masjid Jogokariyan yang ingin di upayakan. Kini dengan kemandirian yang telah dicapai oleh jamaah dalam berbagai aspek lainnya seperti aspek kesehatan, ekonomi, politik, pendidikan, sosial, bahkan budaya makan dengan sendirinya kemandiran dalam beribadah akan tercapai. Hasil lain yang dicapai melalui pemberdayaan masyarakat melalui pendidikan nonformal menuju masyarakat belajar adalah terciptanya masyarakat yang tadinya tidak suka belajar menjadi suka belajar. 130 Pencapaian tersebut terkait dengan aspek budaya. Budaya belajar menjadi budaya jamaah masjid Jogokariyan baik anak-anak, remaja maupun orang dewasa. Hal tersebut tampak dengan adanya kesadaran jamaah bahwa setiap individu harus belajar sepanjang rentang kehidupannya. Mengenai hal ini sendiri tercermin dengan program- program masjid Jogokariyan yang senantiasa mengikuti kebutuhan jamaahnya. Hal ini sejalan dengan komentar yang diungkapkan Bapak “Zlkf”, bahwa: ”untuk bisa survive, kita harus ngumpul dengan orang- orang yang sepadan. Kalau gak sepadan ilmunya ya minimal umurnya. Biar gak canggung, dangak malu-malu waktu belajar atau ngaji.” “…kalo misalnya kita anak kecil dicampurnya sama orang-orang dewasa kan bosen Mbak, apalagi kalo remaja di gabungnya sam aibu-ibu dan bapak- bapak, mesti mereka ogah-ogahan karna nanti takut ketularan tua juga.” Setiap jenjang usia selalu memiliki jenis kegiatan yang khas, sehingga jamaah masjid Jogokariyan yang senantiasa makhluk dinamis dan selalu bertumbuh baik secara mental maupun fisik memiliki tempat yang sesuai dengan perkembangan mental dan fisiknya.

3. Faktor Pendukung dan Penghambat Pemberdayaan Masyarakat Melalui

Pendidikan Nonformal Menuju Masyarakat Belajar Learning Society di masjid Jogokariyan Dalam pelaksanaan kegiatan pemberdayaan masyarakat melalui pendidikan nonformal menuju masyarakat belajar di masjid Jogokariyan terdapat beberapa faktor yang mendukung maupun menghambat, faktor- 131 faktor tersebut sangat berpengaruh terhadap berlangsungnya kegiatan pemberdayaan masyarakat yang dilakukan. Faktor pendukung dalam pelaksanaan kegiatan pemberdayaan masyarakat melalui pendidikan nonformal menuju masyarakat belajar tersebut yaitu : a. Respon yang positif dan antusias masyarakat yang tinggi terhadap pemberdayaan melalui pendidikan nonformal menuju masyarakat belajar di masjid Jogokariyan. Jumlah jamaah selalu menunjukkan peningkatan disetiap tahunnya sehingga masjid harus direnovasi dan mengalami perlebaran dalam beberapa tahun terakhir, hal ini menunjukkan bahwa pemberdayaan masyarakat yang dilakukan di masjid Jogokariyan diterima dimasyarakat, Hal itu sejalan dengan pendapat Bapak “Jkfl” bahwa: “Jumlah jamaah selalu meningkat tiap tahunnya. Dulu aja waktu kapasitas masji masih hanya untuk 200 orang masjid selalu kurang tempat buat menampung jamaah pas kalo ada kegiatan, sekarang kapasitasnya sudah 2000 orang masih saja berjubel. Itu tandanya bukan tempatnya yang kurang representatif. Tapi jamaahnya memang selalu banyak dan malah tambah banyak terus”. b. Adanya dukungan dana yang tinggi baik dari dana infak mandiri jamaah maupun dari donator. Hal tersebut tampak dengan terus meningkatnya nilai saldo pendanaan masjid Jogokariyan setiap bulannya. Dengan semakin meningkatnya dana yang dimiliki masjid Jogokariyan dapat cepat berkembang dan kegiatan akan senantiasa lancar. Hal itu sesuai dengan pendapat Bapak “Tj”: “Alhamdulillah kalau masalah dana sih ada saja Mbak. Entah datangnya dari mana. Kadang dari orang yang tidak disangka-sangka memberi infak dan sebagainya dalam jumlah lumayan cukuplah”. 132 c. Komitmen dan semangat yang tinggi dari para pengurus untuk terus membuat kebijakan-kebijakan, serta manajemen yang melaksanakan kebijakan-kebijakan tersebut. Walaupun sebagian besar pengurus telah memiliki pekerjaan tetap di luar, akan tetapi pengurus selalu meluangkan waktu dan berkomitmen tinggi untuk membantu umat menjadi lebih sejahtera dan menjadi masyarakat yang berdaya. Mengenai hal ini Pak “Tj” berkomentar: “Saya sih terus terang saja ndak dibayar Mbak. Ya,,,kadang-kdang ada lah dapet uang lelah. Tapi yha ndak seberapa Mbak. Ndak bisa jadi cegeran. Yang jadi motivasi saya dan insya Allah sebagian besar pengurus lainnya yha insya Allah lillahita’ala. Berjuang di jalan Allah akan ada balsannya nanti kalo gak di sini dunia ya di akherat.” Baik pelaksana maupun pelaksanaan kegiatan berjalan dengan baik namun terkadang pelaksanaan terkendala dengan pasang surutnya semangat jamaah. Dalam beberapa kegiatan jamaah sulit untuk dikumpulkan. Hal tersebut dapat disimpulkan dari pernyataan Bapak “Tj” sebagai berikut : “Kalau selama ini sih kegiatan Insya Allah tidak ada kendala berarti Mbak, paling-paling kadang jamaah sulit dikumpulkan. Tapi meskipun sulit tapi pada akhirnya mereka datang juga. Mungkin waktu kegiatanya yang tidak tepat karena jamaah sedang sibuk”

C. Pembahasan 1. Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pendidikan Nonformal Menuju

Masyarakat Belajar Learning Society di masjid Jogokariyan Menurut hasil penelitian, pemberdayaan yang dilakukan di masjid Jogokariyan dilaksanakan dalam dua periode. Periode pertama 133 pemberdayaan dilakukan secara sederhana dimulai tahun 1966 pasca kejadian Gerakan 30 September PKI. Dan kedua dilakukan oleh takmir yang peneliti namakan “Orde Baru” yang diprakarsai oleh Bapak Muhammad Jazir. ASP yakni dimulai pada tahun 2000. Dalam hal ini karena keterbatasan waktu, biaya dan kemampuan, maka peneliti hanya melakukan penelitian pada kepengurusan takmir masjid Jogokariyan periode tahun 2009-2012. Kegiatan yang dilaksanakan di masjid Jogokariyan merupakan kegiatan pemberdayaan masyarakat melalui pendidikan nonformal yang diarahkan untuk tercapainya masyarakat belajar learning society. Hal tersebut dapat dilihat dari hal-hal berikut: Pertama, dilihat dari definisinya, pendidikan nonformal adalah setiap kegiatan yang terorganisir dan sistematis, diluar sistem persekolahan yang mapan, dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian penting dari kegiatan yang lebih luas, yang sengaja dilakukan untuk melayani peserta didik tertentu dalam mencapai tujuan belajarnya. Hal yang dilakukan di masjid Jogokariyan sejalan dengan definisi tersebut, yang tercermin oleh kegiatan yang dimotori dua puluh delapan biro masjid Jogokariyan, yang diantaranya mencakup, kegiatan pemberdayaan perempuan, keaksaraan, PAUD, pendidikan kepemudaan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, serta program pendidikan lainnya yang dilaksanakan secara terorganisir dan sitematis oleh pengurus masjid Jogokariyan.