Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
4 Dibalik fungsinya yang sama pentingnya dengan
pendidikan lainnya, pendidikan nonformal justru mengalami permasalahan dalam tubuhnya. Diantaranya mengenai kualitas
penyelenggaraan dan keluaran lulusannya. Keadaan yang sering terjadi, pendidikan nonformal dianggap sebagai ”program proyek”.
Dengan kata lain, lembaga atau organisasi penyengggara pendidikan nonformal hanya mengandalkan perintah dari
pemerintah. Hal tersebut berkaitan dengan pembiayaan program pendidikan. Penyenggara pendidikan nonformal masih banyak
yang belum dapat mandiri dalam menjalankan programnya. Oleh karena itu seringkali terdapat program pendidikan yang mati suri
berhenti jika dana sudah habis dan dapat berjalan kembali jika mendapat suntikan dana, bahkan ada yang kemudian mati sama
sekali karena tidak ada dana untuk melanjutkan Sagita, 2009. Hal-hal tersebut membuat kredibilitas pendidikan nonformal
dipertanyakan. Sesungguhnya pendidikan nonformal sendiri sangat
dibutuhkan oleh masyarakat, diantaranya karena: a kebutuhan keterampilan yang tidak bisa dijawab oleh pendidikan formal, b
keterbatasan akses pendidikan formal untuk menjangkau masyarakat suku terasing, masyarakat nelayan, pedalaman, serta
masyarakat miskin yang termarjinalkan, c persoalan yang berhubungan dengan kehidupan dan perkembangan masyarakat
5 terutama berkaitan dengan; 1 pertambahan penduduk, 2
keinginan untuk maju, 3 perkembangan alat komunikasi dan, 4 terbentuknya bermacam-macam organisasi sosial Mustofa Kamil,
2009: 16. Dengan adanya permasalahan tersebut dan kesadaran akan
potensi yang dapat digali dalam pendidikan nonformal seluruh penggerak pendidikan nonformal tertantang untuk senantiasa
mengembangkan diri dan bertindak lebih kreatif. Diantaranya adalah dengan mengadakan pendidikan nonformal yang lebih
terintegrasi dengan kehidupan masyarakat. Salah satu yang kini sedang berkembang pesat adalah penyelenggaraan pendidikan
nonformal berbasis keagamaan. Indonesia merupakan negara berpenduduk muslim
terbanyak di dunia. Oleh karenanya kegiatan keagamaan Islam terlihat lebih menonjol dibanding dengan kegiatan agama lainnya.
Karena itu pulalah, pertumbuhan masjid sebagai tempat peribadatan umat Islam juga tersebar hampir sampai ke pelosok
negeri. Pada perkembangannya masjid kemudian tidak hanya berfungsi sebagai tempat beribadah semata, namun masjid juga
berkembang menjadi institusi sosial tempat kepedulian sosial, distribusi kekayaan dan kebersamaan manusia dibangun demi
terciptanya kesejahteraan bangsa pada umumnya dan masyarakat Islam khusunya.
6 Secara lebih rinci M. Quraish Shihab dalam bukunya
Wawasan Alquran menyebutkan beberapa fungsi Masjid sebagaimana dicontohkan oleh panutan para muslim yakni Nabi
Muhammad SAW ; 1 Sebagai tempat ibadah salat dan zikir, 2 Tempat konsultasi dan komunikasi masalah sosial, ekonomi dan
budaya, 3 Tempat pendidikan, 4 Tempat santunan sosial, 5 Tempat latihan keterampilan militer dan persiapan alat-alatnya, 6
Tempat pengobatan para korban perang, 7 Tempat perdamaian dan pengadilan sengketa, 8 Aula dan tempat menerima tamu, 9
Tempat menawan tahanan, dan 10 Pusat penerangan atau pembelaan agama.
Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa fungsi masjid secara lebih luas dapat juga digunakan sebagai pusat
belajar. Sebagai pusat belajar, masjid adalah lingkaran makna yang akan mempersatukan konfigurasi budaya umat islam,
mempersatukan aspek-aspek budaya menjadi satuan yang koheren. Kuntowijoyo, 2006 dalam Elia Tambunan, 2009: 3. Sayangnya
fungsi masjid yang demikian belum dilaksanakan sepenuhnya oleh masjid-masjid yang ada di Indonesia. Sebagian besar masjid masih
dikelola secara tradisional dan biasanya masjid hanya dikelola oleh orang-orang tertentu saja dengan suka rela. Segala sesuatunya
dikerjakan tanpa ada perencanaan dan pengevaluasian yang
7 matang. Dalam konteks itulah pendidikan nonformal di dalam
masjid dapat ikut berkembang. Salah satu masjid yang telah sukses melaksanakan bentuk
pendidikan nonformal di dalamnya adalah masjid Jogokariyan. Masjid Jogokariyan terletak di daerah selatan kota Yogyakarta.
Tepatnya di kecamatan Mantrijeron. Menurut hasil wawancara dari salah seorang pengurus masjid Jogokariyan, kegiatan yang
diprogramkan oleh masjid Jogokariyan tidak hanya berkisar pada kegiatan yang tampak seperti kegiatan keagamaan pada umumnya,
seperti shalat jama’ah lima waktu, pengajian rutinan dan kegiatan semacamnya. Kegiatan masjid Jogokariyan juga meliputi aspek-
aspek kehidupan yang lebih umum. Masjid Jogokariyan turut serta dalam upaya pengentasan
kemiskinan melalui badan Baitul Maal yakni sebuah lembaga penggalang dana yang menyalurkan dananya untuk kegiatan-
kegiatan pengembangan masyarakat melalui kegiatan kewirausahaan, pengembangan kepribadian dan potensi diri.
Masjid Jogokariyan pun peduli terhadap kesehatan para jamaah dan masyarakat sekitarnya dengan membangun Klinik Masjid. Bahkan
Masjid Jogokariyan cukup responsif dalam memberikan bantuan kepada korban-korban bencana alam. Sejak tahun 2004 lalu saat
tsunami melanda Aceh, takmir masjid Jogokariyan turut menyalurkan bantuan ke daerah-daerah bencana lainnya.
8 Kegiatan-kegiatan masjid Jogokarian tidak hanya ditujukan
bagi jamaah dewasa. Takmir menyediakan kegiatan bagi anak- anak, remaja dan bahkan bagi pasangan-pasangan muda yang baru
menikah. Bagi jamaah anak-anak masjid Jogokariyan mengadakan kegiatan Taman Pengajian Al-qur’an TPA yang didalamnya
terdapat berbagai macam kegiatan. Bagi jamaah remaja masjid Jogokariyan menyelenggarakan organisasi Remaja Masjid
Jogokariyan RMJ. Kegiatan khsusus yang diberikan bagi pasangan muda adalah kegiatan-kegiatan yang umumnya diberikan
dalam rangka menambah pengetahuan mereka dalam mengarungi bahtera rumah tangga.
Dulunya masjid Jogokariyan sama seperti masjid-masjid lainnya yang hanya berfungsi sebagai tempat shalat, namun pada
perkembangannya kini masjid Jogokariyan menjadi lebih besar dan megah. Kini masjid jogokariyan menjadi masjid percontohan baik
dalam cakupan lokal maupun nasional. Dari hasil wawancara salah satu pengurus masjid Jogokariyan memaparkan bahwa dalam
kurun waktu minimal seminggu sekali dipastikan selalu ada kunjungan atau undangan untuk pelatihan manajemen masjid.
Selain itu, ternyata banyak yang cukup antusias dengan dengan program pelatihan tersebut. Sehingga jajaran pengurus masjid
Jogokariyan merencanakan untuk mengembangkan tenaga pelatih
9 dan tempat untuk pelatihan. Sehingga nantinya masjid Jogokariyan
dapat dijadikan tempat diklat yang representatif di Yogyakarta. Selain itu masjid Jogokariyan memiliki salah satu kegiatan
tahunan yang cukup besar yakni ”Kampung Ramadhan”. ”Kampung Ramadhan” merupakan kegiatan masjid Jogokariyan
dalam rangka menarik perhatian masyarakat agar mau mengenal Islam lebih dekat. Kegiatan tersebut berhasil menarik perhatian
masyarakat luas. Bukan hanya masyarakat Yogyakarta, bahkan sampai tingkat Nasional. Karena kegiatan ”Kampung Ramadhan”
Masjid Jogokariyan beberapa kali masuk dalam liputan stasiun Televisi Nasional. Dalam wadah ”Kampung Ramadhan” masjid
Jogokariyan menawarkan program-program yang bernuansa rohani sekaligus media pengembangan aspek kehidupan lainnya dengan
kemasan yang menarik berupa talk show, lomba mewarnai, telling story dan sebagainya.
Dilihat dari program dan pelaksanaan kegiatan pengurus masjid Jogokariyan sangat responsif terhadap perkembangan
masyarakat, sehingga mampu menarik masyarakat untuk turut serta dalam pemakmuran masjid, disisi lain masyarakat pun turut belajar
untuk mengembangkan diri dan masyarakat disekitarnya. Hal tersebut mengingatkan peneliti tentang konsep learning society.
Secara filososfis pendidikan nonformal tidak terlepas dari pemahaman konsep tentang kegiatan belajar yang terjadi ditengah-
10 tengah masyarakat atau dikenal dengan istilah learning society.
Terciptanya masyarakat gemar belajar learning society sebagai wujud nyata model pendidikan sepanjang hayat mendorong
terbukanya kesempatan menuntut setiap orang, masyarakat, organisasi, institusi sosial untuk belajar lebih luas. Sehingga
tumbuh semangat dan motivasi untuk belajar mandiri terutama dalam memenuhi kebutuhan belajar sepanjang hayat dan
memperkuat keberdayadidikan educability agar mampu mendidik diri dan lingkungannya.
Masjid Jogokariyan tidak hanya menjadi wadah belajar bagi masyarakat sekitarnya, bahkan mampu membawa perubahan
kepada masyarakat. Dengan itu masjid Jogokariyan dapat dikatakan telah turut serta dalam upaya pemberdayaan masyarakat
menuju masyarakat belajar learning society melalui pendidikan nonformal. Karena menurut Ace suryadi 2009: 24 learning
society merupakan sebuah proses pemberdayaan. Proses
pemberdayaan tersebut mencakup proses merubah sikap dan perilaku budaya dari masyarakat yang tidak gemar belajar menjadi
masyarakat gemar belajar learning society. Dengan permasalahan yang telah diuraikan di atas maka
peneliti tertarik mengambil penelitian ”Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pendidikan Nonformal Nonformal Education Menuju
11 Masyarakat Belajar Learning society di Masjid Jogokariyan
Mantrijeron Yogyakarta”.