kajian tentang komisaris independen, dimana peran dan fungsi komisaris sangat penting sebagai motor penggerak corporate governance
14
. Keberadaan komisaris independen dalam emiten atau perusahaan public di
Indonesia diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan POJK No. 33POJK. 042014. Dalam peraturan tersebut ditetapkan bahwa dalam setiap emiten atau
perusahaan public sekurang-kurangnya memiliki 1 orang komisaris independen jika dewan komisaris terdiri dari 2 orang. Namun jika jumlah dewan komisaris lebih dari
2 orang, maka jumlah komisaris independen sekurang-kurangnya sebesar 30.
E. Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan merupakan suatu tolak ukur mengenai besar kecilnya suatu perusahaan yang ditinjau dari aspek tertentu. Kencenderungan melaporkan laba
positif diduga kuat sering dilakukan oleh perusahaan-perusahaan berukuran sedang dan besar. Alasan yang mendasari dugaan tersebut adalah karena :
a. Mempertahankan kredibilitas mereka di dalam komunitas bisnis dan tanggung jawab sosial, termasuk kredibilitas dalam penyajian informasi
keuangan, b. Kemampuan untuk menggunakan kecanggihan teknologi melalui sistem
informasi yang memadai. c. Dijadikan acuan oleh analis keuangan dalam melakukan analisa pasar.
14
Roiqul Azmi, “Menyoal Peran Penting Komisaris Independen”, artikel diakses pada 27 September 2015 dari http:www.kompasiana.comazmiroiqulmenyoal-peran-penting-komisaris-
independen_55283ac0f17e61612a8b462a.
d. Lebih banyak menghadapi tekanan agar kinerja mereka sesuai dengan yang diharapkan oleh pasar dan para analis.
e. Memiliki posisi tawar kepada eksternal auditor yang memeriksanya.
Perusahaan yang berukuran besar akan memiliki kepentingan yang lebih luas sehingga berbagai kebijakan perusahaan akan memiliki dampak yang lebih besar
terhadap kepentingan publik dibandingkan perusahaan kecil. Ukuran sebuah perusahaan akan mempengaaruhi struktur pendanaan perusahaan. Dana yang
dibutuhkan akan mengindikasi perusahaan menginginkan pertumbuhan laba dan pertumbuhan tingkat pengembalian saham. Oleh sebab itu perusahaan yang sedang
dan besar menengah keatas memiliki kecenderungan terhadap manajemen laba. Namun berdasarkan hasil penelitian, teori lainnya menunjukan bahwa
perusahaan sedang dan besar, tidak terbukti melakukan manajemen laba melalui mekanisme pelaporan laba positif, baik untuk menghindar earning losses maupun
earning decreases. Seperti halnya Size Hypothesis, bahwa semakin besar perusahaan akan cenderung untuk menurunkan praktik manajemen laba, karena perusahaan besar
secara politis lebih mendapat perhatian dari institusi pemerintahan dibandingkan perusahaan kecil.
Semakin besar ukuran perusahaan biasanya informasi yang tersedia untuk investor dalam pengambilan keputusan semakin banyak dan memperkecil
kemungkinan terjadinya asimetri informasi yang bisa menyebabkan terjadinya praktik manajemen laba pada perusahaan. Seperti penelitian Siregar dan Utama 2005