2.7. Teori Social Capital
Social capital merupakan konsep yang dewasa ini berkembang dalam diskusi dan studi pembangunan. Konsep ini dipopulerkan oleh Puttman dan
Fukyama yang menaruh perhatian besar terhadap pembangunan masyarakat. Di Indonesia konsep yang aslinya “social capital” diterjemahkan oleh sebagian
menjadi “modal sosial’, dan sebagian yang lain menterjemahkan menjadi “kapital sosial”. Meskipun ada perbedaan dalam penterjemahannya, namun kedua pihak
memiliki pemahaman yang sama, bahwa capital social merupakan institusi nilai dan jaringan-jaringan yang menjadi sumber bagi masyarakat lokal untuk
mencapai kehidupan yang lebih baik. Kapital sosial ini diyakini juga sebagai satu komponen utama untuk menggerakkan kebersamaan, pertukaran pendapat,
kepercayaan dan saling membantu untuk mencapai kemajuan bersama Ancok 2005
Sementara itu James Coleman dalam Ancok 2005 berpendapat modal
sosial memfasilitasi kegiatan individu dan kelompok yang dikembangkan oleh jaringan hubungan, timbal balik, kepercayaan dan norma sosial. Menurut Putnam
1993, modal sosial dapat diukur dari besarnya kepercayaan dan timbal balik dalam suatu masyarakat atau di antara individu-individu. Fukuyuma 1999
mengatakan modal sosial adalah sebagai prakondisi untuk keberhasilan pembangunan. Fukuyama mengupas pentingnya modal social berbasis pada
kepercayaan. Bentuk modal inilah yang memungkinkan terjadinya kesepahaman dan kerja sama serta memiliki hubungan erat dengan tercapainya tingkat
kesejahteraan masyarakat atau bangsa.
Untuk mempermudah memahami modal sosial pada tataran praktis, Bank Dunia membagi modal sosial kedalam lima dimensi Amri dan Sarosa, 2008:
1 Kelompok dan jejaring, merupakan kumpulan individu yang mengangap
penting hubungan antar pribadi yang terjadi diantara masing-masing individu tersebut. Mereka meyakini bahwa hubungan dapat meningkatkan
kesejahteraan mereka. Dukungan kelompok dan berbagai aktivitas dengan sesama anggota jejaring sangat penting untuk membangun modal sosial.
Keterlibatan anggota kelompok untuk mengorganisasi diri dan menggalang sumber daya untuk menyelesaikan masalah-masalah bersama merupakan
sebagian manfaat dari kelompok dan jejaring yang memperkuat modal sosial.
2 Kepercayaan trust dan solidaritas mencerminkan perilaku antar individu
yang mendukung terciptanya kekertan sosial dan tindakan bersama yang lebih kuat. Kepercayaan dan solidaritas membentuk pemikiran dan sifat masing-
masing anggota kelompok mengenai bagaimana berinteraksi dengan anggota lain. Ketika individu-individu saling mempercayai dan menghargai, mereka
dapat mencapai kesepakatan dan mengadakan transaksi secara lebih muda.
3 Kemampuan kerjasama dan bertindak bersama merupakan kemampuan
kelompok dalam menyelesaikan masalah-masalah dan tujuan-tujuan bersama. Tujuan tindakan bersama mungkin saja berbeda-beda tergantung
komonitasnya. Sebagai contoh, tindakan bersama dapat terdiri dari berbagai aktifitas yang di organisasi oleh komonitas untuk membangun dan
memelihara infrastruktur desa. Tindakan bersama juga penting untuk
mewujudkan tata-pemerintahan dan akuntabilitas public yang baik.
4 Informasi dan komunikasi
merupakan sinpul dari berbagai interaksi sosial, dan berperang penting untuk membangun modal sosial yang positif. Aliran
informasih dua arahfertikal antara masyarakat local dan penentu kibijakan merupakan hal penting dari proses pembangunan. Aliran informasi dua
arahhorisantal memperkuat kapasitas masyarakay dengan cara menyediakan media untuk berbagi dan bertukar pengetahuan ide. Dialok yang terbuka akan
membangun perasaan sebagai satu komoditas, sedangkan kerahasiaan hanya
akan menghasilkan kecurigaan dan ketidakpercayaan. 5 Kerekatan dan keikutsertaan sosial
mengurangi resiko konflik antar indifidu maupun antar kelompok, dan mempromosikan akses yang adil
terhadap hasil-hasil pembangunan dengan cara meningkatkan partisipasi orang-oarang yang terpinggirkan atau minoritas. Kerekatan sosial
mewujudkan diri dalam individu-individu yang bersedia dan mampu bekerja sama untuk menyelesaikan masalah bersama, memenuhi kebutuhan bersama,
dengan cara yang beradap, tidak konfrontatif, dan dengan menghargai berbagai kepentingan yang ada. Keikutsertaan sosial mempromosikan akses
yang adil terhadap berbagai kesempatan dan menghilangkan hambatan-
hambantan formal dan informal untuk berpartisipasi.
Putnam 1993 menjabarkan sedikitnya tiga alasan mengapa modal sosial merupakan modal penting bagi kemajuan masyarakat:
1 Model sosial memungkinkan masyarakat untuk menyelesaikan masalah-
masalah bersamanya secara lebih mudah. Seringkali masyarakat akan lebih baik kalau mereka bekerjasama. Hanya saja terdapat peluang seseorang
mengambil manfaat dengan cara menghindar dari kewajibannya dan
mengharapkan orang lain melakukan kewajiban tersebut. Masalah ini perlu diselesaiakan dengan mekanisme kelembagaan yang memiliki kekuatan untuk
memastikan setiap orang berperilaku sesuai dengan harapan kolektif. Norma dan jejaring dapat menyelesiakan mekan isme ini.
2 Modal sosial merupakan ‘’oli pelican roda’’ yang memungkinkan masyarakat
bergerak maju dan lancer. Ketika masing-masing indifidu dalam masyarakat dapat dipercaya dan bersikap saling mempercayai, maka biaya transaksi
sosial dan transaksi ekonomi akan lebih murah. 3
Modal sosial meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Orang-orang yang memiliki hubungan aktif dan saling mempercayai mengembangkan karakter
pribadi yang baik untuk anggota masyarakat lainnya. Masyarakat menjadi lebih toleran, tidak sinis, dan berempati terhadap kesulitan yang dihadapi
orang lain. Cohen dan Prusak 2001 menjabarkan manfaat-manfaat sosial ekonomi
bagi perusahaan: 1
Modal sosial mempermudah berbagi informasi dan pengetahuan yang
terkait dengan usaha. Hal ini terjadi karena adanya hubungan-hubungan yang dilandasi kepercayaan dan tujuan bersama.
2 Modal sosial mengurangi biaya transaksi Karena adanya tingkat
kepercayaan dan kerja sama yang tinggi. hal ini terjadi baik didalam perusahaan maupun antara perusahaan dengan pelanggan dan mitra-mitranya.
Bayangakan jika perusahaan sulit mempercayai atau harus selalu curiga terhadap mitranya. Tentunya perusahaan harus menanggung biaya tinggi
untuk melakukan berbagai verifikasi.
3 Bagi internal perusahaan, modal sosial yang tinggi membangun rasa
kebanggaan dan kepemilikan pegawai yang tinggi terhadap perusahaan,
sehingga mengurangi tingkat pergantian pegawai turnover. Bila pegawai
tidak sering-serig berganti, maka perusahan dapat mengurangi biaya merekrut dan melatih pegawai, juga menghindari diskontinuitas usaha dan menjaga
pengetahuan lembaga yang terakumulasi dalam pegawai-pegawainya. 4
Modal sosial Membangun kekompakkan dan kestabilan pada perusahaan.
Dengan adanya modal sosial, pegawai akan lebih kompak, saling membantu, dan pada akhirnya akan lebih mudah mendukung misi
perusahaan. Dalam hubungannya dengan konflik, hubungan yang renggang atau bahkan
bermasalah antara perusahaan dan masyarakat sering juga dialami di Indonesia. Hal ini dapat terlihat dari maraknya konflik sosial yang terjadi antara perusahaan,
khususnya perusahaan-perusahaan ekstraktif, dengan masyarakat disekitarnya. Tapi lebih daripada itu, hubungan sosial yang bermasalah antara berbagai
komponen masyarakat yang ada di sekitar perusahaan walaupun tidak terkait secara langsung dengan perusahaan itu sendiri juga mengakibatkan perusahaan
mengalami berbagai masalah dan kerugian. Amri dan Sarosa, 2008 Kenyataannya, modal sosial tidaklah statis. Melemahnya modal sosial
positif bisa jadi karena diintervensi oleh modal sosial negatif. Kalau masyarakat tidak mampu mengatasinya maka bakal terjadi penggerusan modal social positif
yang ada; misalnya gangguan terhadap interaksi sosial, saling percaya yang menurun, pelanggaran norma sosial, krisis kepemimpinan dan akhirnya
kerenggangan hubungan sosial. Meningkatnya semangat nilai-nilai budaya
konsumerisme dan individualistik, misalnya, akan mudah menimbulkan konflik dan perilaku menyimpang. Perilaku yang tidak jarang ditemukan, misalnya
primodialisme dan sentiment kedaerahan dan kesukuan bisa jadi dapat menimbulkan kerusuhan sosial. Hal itu semakin parah karena lemahnya fungsi
kontrol sosial dan intensitas komunikasi yang rendah. 2.8. Masyarakat Adat
Indigenous Peoples 2.8.1. Definisi Masyarakat Adat
Dewasa ini istilah indigenous mengacu lebih luas pada pewaris yang menghuni wilayah yaitu wilayah yang dihuni jauh sebelum dijajah atau dikuasi
oleh bangsa asing maupun suku-suku lain. Dalam diskursus dan gerakan hak asasi
manusia mereka ini biasa disebut sebagai indigenous peoples.
Dalam literatur peraturan perundang-undangan terdapat dua penyebutan istilah masyarakat adat yaitu ada yang menyebut “masyarakat adat” dan ada juga
yang menyebut “masyarakat hukum adat”. Namun demikian perbedaan tersebut tidak menafikan atau menegasikan hak-hak adat yang dimiliki oleh masyarakat
yang bersangkutan. Sumardjani , 2007 Undang-undang No. 41 Tahun 1999 tantang Kehutanan pasal 67
menyebutkan masyarakat hukum adat berhak untuk melakukan pemungutan hasil hutan, kegiatan pengelolaan hutan dan mendapatkan pemberdayaan dalam rangka
meningkatkan kesejahteraannya. Undang-undang kehutanan ini mengakui keberadaan masyarakat hukum adat sepanjang menurut kenyataannya, masyarakat
hukum adat tersebut masih ada.
Untuk disebut sebagai masyarakat hukum adat, undang-undang kehutanan memberikan kriteria yang harus dipenuhi Sumardjani , 2007, antara lain :
1. Masyarakat masih dalam bentuk payugupan rechtsgemeenschap 2. Ada kelembagaan dalam bentuk perangkat penguasa adatnya
3. Ada wilayah hukum adat yang jelas 4. Ada pranata dan perangkat hukum, khususnya peradilan adat yang masih
ditaati 5. Masih mengadakan pemungutan hasil hutan di wilayah hutan sekitarnya untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Menurut Konvensi ILO 169, 1989, masyarakat adat adalah “masyarakat
yang berdiam dinegara-negara merdeka dimana kondisi sosial, kultural dan ekonominya membedakan mereka dari bagian-bagian masyarakat lain di negara
tersebut. dan statusnya diatur, baik seluruh maupun sebagian oleh masyarakat adat dan tradisi masyarakat adat tersebut atau dengan hukum dan peraturan khusus”
Masyarakat adat Indonesia yang tergabung dalam aliansi masyarakat adat nusantara memberikan definisi masyarakat adat sebagai “komunitas yang
memiliki asal usul leluhur secara turun temurun yang hidup di wilyah geografis tertentu serta memiliki sistem nilai, idiologi ekonomi, politik, budaya, sosial yang
khas. Menurut ahli hukum adat Te Haar dalam Sumardjani 2007, masyarakat
hukum adat merupakan masyarakat yang memiliki kesamaan wilayah teritorial, keturunan geneologis sehingga terdapat keragaman bentuk masyarakat adat dari
suatu tempat ke tempat lain.
2.8.2. Hak – Hak Masyarakat Adat
Tanah dan sumber daya alam sangat penting artinya bagi kehidupan
masyarakat adat, bahkan sangat penting bagi kelangsungan eksistensi mereka.
Sehubungan dengan itu, pengakuan dan perlindungan hak-hak mereka terhadap tanah dan sumber daya alam sangat esensial bagi pemeliharaan dan pembangunan
budaya, ekonomi, dan bahkan sangat esensial bagi kelangsungan hidup bagi eksistensi mereka. Meski demikian, sejarah telah menjadi saksi “takdir buruk”
dari kelompok-kelompok masyarakat ini berkenaan dengan hak-hak mereka terhadap tanah dan sumber daya alam dan perjuangan mereka untuk tetap
bertahan hidup. Bosko, 2006 Selama sejarah penjajahan, tanah dan wilayah mereka, yang merupakan
tempat mereka menggantungkan hidup, dirampas atau dihancurkan oleh kekuatan kolonial dan agen-agennya. Hal ini berujung pada proses pemindahan secara
paksa, pencerabutan hak dan marginalisasi masyarakat adat, bersama hilangnya integritas budaya mereka. Pada abad ini, proses perampasan dan marginalisasi
tersebut masih terus berlanjut, bahkan berlanjut dalam kondisi yang lebih tidak terlindungi oleh keadilan dan penyelesaian hukum. Proses perampasan,
penindasan,dan pengabaian yang berkelanjutan ini telah membawa masyarakat adat di seluruh dunia kepada perjuangan yang sama untuk memperoleh pengakuan
dan perlindungan terhadap hak-hak mereka, termasuk hak atas tanah dan sumber daya alamnya. Bamba, 2002
Dalam banyak kasus, perjuangan-perjuangan ini muncul dalam bentuk konflik dan ketegangan antara masyarakat adat dan “pelaku” dalam pembangunan
sumber daya alam seperti pemerintah dan atau perusahaan-perusahaan.
Hukum dan masyarakat internasional, telah menunjukkan komitmen yang lebih besar pada usaha-usaha untuk memecahkan masalah berkenaan dengan
pengakuan dan perlindugan hak masyarakat adat. Konvensi ILO nomor. 169 menegaskan dengan cukup kuat hak-hak msyarakat adat atas tanah mereka dan
sumber daya alamnya. Gagasan utama yang dipakai dalam konvensi 169 ILO adalah pemeliharaan atau pelestarian dan partisipasi, yaitu, partisipasi dari
masyarakat adat dalam kebijakan dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka. Konvensi ini mengakui masyarakat adat sebagai kelompok yang
merupakan pemilik atau subjek benefic iaries hak-hak yang dilindungi oleh konvensi ini. Demikianlah, konvensi ini mengakui hak-hak kolektif dari
masyarakat adat dalam pasal 7 melindungi control atau pengaturan masyarakat adat terhadap pembangunan mereka, pasal 5 b dan pasal 8 b menghormati
institusi-institusi masyarakat adat, pasal 6 1 a mengarahkan pemerintah untuk berkonsultasi dengan masyarakat adat melalui institusi perwakilan mereka dan
pasal 13-19 berkaitan dengan perlindungan hak atas tanah. Konvensi 169 ILO mulai berlaku pada tanggal 5 September 1991 dan pada bulan Mei 1998 telah
diratifikasi oleh 13 negara. Bosko, 2006 Dari keterangan diatas, jelaslah bahwa sekarang ini instrument yang
mengikat secara hukum dan secara khusus berkenaan dengan hak masyarakat adat adalah, Konvensi 169 ILO. Konvensi ini menyediakan rezim hukum pengakuan
dan perlindungan hak-hak masyarakat adat cukup memadai. Meskipun demikian, mekanisme penerapannya lemah. Kendati isi Konvensi berhubungan dengan hak
masyarakat adat, namun tidak ada prosedur pengaduan khusus yang tersedia bagi masyarakat adat untuk membawa kasus mereka ke depan ILO.
Konvensi ILO 169 mengatur hak-hak masyarakat adat terkena dampak pembangunan sumber daya alam: 1 Hak untuk tidak di diskriminasikan, 2 Hak-
hak atas tanah dan sumber daya alam, 3 Hak atas kebudayaan, 4 Hak untuk berpartisipasi, 5 Hak atas lingkungan yang sehat dan 6 Hak untuk memberikan
persetujuan Right to consent. Hak atas masyarakat adat ini juga di akui oleh pemerintah daerah propinsi
Papua dengan adanya Undang-undang No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi provinsi Papua yang tertera dalam BAB XI yang mengatur tentang
perlindungan hak-hak masyarakat adat, pada ayat 1 sampai 5 meliputi: 1 Pemerintah Provinsi Papua wajib mengakui, menghormati, melindungi,
memberdayakan, dan mengembangkan hak-hak masyarakat adat dengan berpedoman pada ketentuan peraturan hukum yang berlaku
2 Hak-hak masyarakat adat tersebut pada ayat 1 meliputi hak ulayat masyarakat hukum adat dan hak perorangan para warga masyarakat hukum
adat yang bersangkutan 3 Pelaksanaan hak ulayat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada,
dilakukan oleh penguasa adat masyarakat hukum adat yang bersangkutan menurut ketentuan hukum adat setempat, dengan menghormati penguasaan
tanah bekas hak ulayat yang di peroleh pihak lain secara sah menurut tata cara dan berdasarkan peraturan perundang-undangan
4 Penyediaan tanah ulayat dan tanah perorangan warga masyarakat hukum adat untuk keperluan apapun, dilakukan melalui musyawarah untuk memperoleh
kesepakatan mengenai penyerahan tanah yang diperlukan maupuan imbalannya
5 Pemerintah Provinsi, KabupatenKota memberikan mediasi aktif dalam usaha penyelesaian sengketa tanah ulayat dan bekas hak perorangan secara adil dan
bijaksana, sehingga dapat di capai kesepakatan yang memuaskan para pihak yang bersangkutan.
Dengan keberadaan Undang-undang diatas, tentunnya diharapkan bagi pemerintah maupun investor-investor yang memanfaatkan hak-hak masyarakat
adat seperti tanah dan kandungannya dapat mengimplementasikannya dengan memperhatikan hak-hak masyarakat adat di sekitarnya.
2.9 Keterkaitan antara penelitian yang dilakukan dengan penelitian-