1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia sering dianggap pelajaran yang membosankan oleh siswa, sehingga hasil pembelajaran yang dicapai tidak maksimal.
Padahal setiap mata pelajaran memiliki peran penting dalam pelaksanaan pendidikan di Indonesia. Hal ini telah tercantum secara jelas dalam kurikulum 2004, disebutkan
bahwa tujuan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia secara umum meliputi 1 siswa menghargai dan membanggakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan
nasional dan bahasa negara, 2 siswa memahami bahasa Indonesia dari segi bentuk, makna, dan fungsi, serta menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk bermacam-
macam tujuan, keperluan, dan keadaan, 3 siswa memiliki kemampuan menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, kematangan
emosional, dan kematangan sosial, 4 siswa memiliki disiplin dalam berpikir dan berbahasa berbicara dan menulis, 5 siswa mampu menikmati dan memanfaatkan
karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa, dan 6 siswa
menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.
Pembelajaran bahasa Indonesia meliputi empat keterampilan berbahasa language arts, language skills, yaitu keterampilan menyimak listening skills,
keterampilan berbicara speaking skills, keterampilan membaca reading skills, dan
keterampilan menulis writing skills. Keempat keterampilan tersebut merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan. Keterampilan menulis memiliki beberapa aspek
pembelajaran, salah satunya yaitu mengubah teks wawancara menjadi narasi. Siswa sekolah menengah pertama SMP khususnya kelas VII ditengarai belum menguasai
keterampilan mengubah teks wawancara menjadi narasi. Sebagian besar siswa tidak menyukai keterampilan menulis karena dianggap sulit dan membosankan.
Berdasarkan hasil observasi di SMP N 30 Semarang, keterampilan berbahasa yang memiliki nilai ketuntasan paling rendah yaitu menulis writing skills. Jika
dibandingkan dengan tiga kemampuan berbahasa yang lain, kemampuan menulis lebih sulit dikuasai, bahkan oleh penutur asli bahasa yang bersangkutan. Hal ini disebabkan
kemampuan menulis menghendaki penguasaan berbagai unsur kebahasaan dan unsur di luar bahasa itu sendiri yang menjadi isi karangan. Baik unsur bahasa maupun unsur
isi harus terjalin sedemikian rupa sehingga menghasilkan karangan yang runtut dan padu. Hal tersebut mengindikasikan bahwa keterampilan menulis dapat dipelajari dan
merupakan sebuah seni cara dan tidak bergantung pada bakat tidaknya seseorang. Secara lebih luas, tahapan menulis meliputi, tahap pramenulis, penulisan draf,
pengembangan, penyuntingan, dan publikasi. Menulis sebagai proses melalui tiga tahap yakni tahap pramenulis, menulis, dan pascamenulis. Pada tahap pramenulis yang
dilakukan siswa adalah menyusun draf sampai batas menulis kerangka tulisan, selanjutnya tahap menulis draf kasar dan yang terakhir tahap pasca menulis yang
meliputi tahap menyunting, bahkan publikasi. Peneliti menetapkan SMP Negeri 30 Semarang sebagai sekolah penelitian
karena memang di SMP tersebut kemampuan menulis siswa masih kurang. Khususnya
dalam mengubah teks wawancara menjadi narasi. Hal ini terbukti melalui beberapa hal: 1 hasil observasi menunjukkan bahwa nilai siswa masih belum mencapai KKM,
dan 2 berdasarkan hasil observasi, peneliti melihat bahwa guru hanya menggunakan metode konvensional dalam pembelajaran yaitu ceramah dan siswa di suruh mencatat
materi. Jadi, siswa bersifat pasif dan mereka merasa bosan. Oleh karena itu, siswa tidak tertarik dengan pembelajaran menulis. Mereka menganggap bahwa menulis
merupakan kegiatan yang membosankan dan tidak bermanfaat. Hal ini terbukti saat pembelajaran menulis banyak siswa yang tidak memperhatikan dan melakukan
aktivitas lain, seperti menggambar di buku catatan serta mengganggu teman sebangku. Hal tersebut merupakan faktor penyebab kegagalan pembelajaran menulis. Selain itu,
di SMP N 30 Semarang khususnya kelas VII, 50 lebih siswa tidak tuntas dalam aspek menulis khususnya keterampilan mengubah teks wawancara menjadi narasi.
Berdasarkan data guru, dari delapan kelas yang ada pada tingkat kelas VII di SMP N 30 Semarang, kelas VIID merupakan kelas yang mendapatkan nilai terendah yaitu
rata-rata kelas yang hanya sebesar 62. Mereka mengalami kesulitan dalam mengubah kalimat langsung menjadi tak langsung, kurang lengkap dalam menulis kembali
informasi yang ada, tidak menguasai EYD dalam menulis, dan paragraf yang disusun pun tidak koheren. Oleh karena itu, peneliti menetapkan kelas VIID sebagai kelas
yang layak untuk dilakukan penelitian. Kelas VIID memang memiliki kemampuan yang paling rendah diantara kelas yang lain.
Guru memegang peranan penting dalam sebuah pembelajaran. Ketepatan pemilihan metode dan media pembelajaran akan berpengaruh pada hasil yang akan
dicapai. Saat ini, guru sudah berusaha menerapkan berbagai strategi pembelajaran
agar hasil yang dicapai maksimal, namun hasil pembelajaran masih mengecewakan. Banyak siswa yang mendapatkan nilai di bawah kriteria ketuntasan minimal KKM.
Nilai KKM di SMP N 30 Semarang untuk mata pelajaran bahasa Indonesia yaitu 75, sedangkan nilai rata-rata kelas pada kompetensi dasar mengubah teks wawancara
menjadi narasi hanya sebesar 62. Pemilihan metode dan media pembelajaran yang yang sesuai dengan tujuan pembelajaran menjadi inti penanganan permasalahan
tersebut. Metode yang tepat akan membuat siswa tertarik dan tidak merasa bosan sehingga pembelajaran lebih efektif. Pada kesempatan ini, akan dilakukan penelitian
untuk meningkatkan keterampilan siswa dalam kompetensi mengubah teks wawancara menjadi narasi dengan metode pencarian informasi melalui media kartun bercerita
pada kelas VII D SMP N 30 Semarang. Penelitian ini menggunakan metode pencarian informasi untuk meningkatkan
keterampilan siswa mengubah teks wawancara menjadi narasi. Metode pencarian informasi diharapkan dapat meningkatkan tingkat ketelitian siswa dalam memahami
teks wawancara. Selain itu, metode ini hampir sama dengan ujian open book dalam pembelajaran sehari-hari. Tim mencari informasi yang menjawab pertanyaan yang
diajukan. Metode ini khususnya sangat membantu dalam materi yang membosankan. Biasanya yang dianggap membosankan yaitu mata pelajaran bahasa Indonesia karena
terlalu banyak materi yang disampaikan. Selain itu, guru hanya ceramah dalam pembelajarannya sehingga siswa merasa bosan.
Metode pencarian informasi lebih menitikberatkan pada ketelitian siswa dalam menangkap informasi yang terdapat dalam teks wawancara sehingga lebih mudah
ketika mengolah kembali menjadi sebuah karangan narasi. Sebuah teks wawancara
terdapat beberapa informasi penting dari seorang narasumber. Oleh karena itu, siswa harus teliti dalam mengolah informasi sehingga menghasilkan karangan yang tepat
dan lengkap. Beberapa pertanyaan pancingan yang disampaikan guru dapat meningkatkan ketelitian siswa.
Media yang diterapkan dalam penelitian ini yaitu media kartun bercerita. Konsep media kartun bercerita yaitu kartun yang dapat menyampaikan informasi
tertentu kepada siswa baik secara visual maupun audiovisual. Peneliti menyajikan kartun yang dapat menyampaikan informasi kepada siswa. Media kartun bercerita
dipilih oleh peneliti dalam penelitian ini agar siswa lebih bisa memahami wawancara yang dilakukan oleh para tokoh. Siswa kelas VII biasanya masih tertarik dengan
kartun. Oleh karena itu, peneliti menghadirkan media kartun bercerita agar siswa tertarik sehingga tujuan pembelajaran tercapai.
Penggunaan metode pencarian informasi dan media kartun bercerita diharapkan dapat meningkatkan keterampilan siswa dalam mengubah teks wawancara
menjadi narasi. Tujuan pemilihan metode pencarian informasi agar siswa lebih teliti dalam mencari informasi yang ada pada teks wawancara sehingga mereka akan lebih
mudah saat menyusun kembali beberapa informasi menjadi sebuah karangan narasi. Guru menyajikan beberapa pertanyaan pancingan agar siswa lebih teliti dalam
memahami isi wawancara. Selain itu, disertakan pula media kartun bercerita. Penggunaan media kartun bercerita bertujuan untuk menarik minat siswa sehingga
mereka tidak merasa bosan saat pembelajaran berlangsung. Selain itu, media ini juga mempermudah penyajian materi. Tokoh yang dihadirkan dalam media akan
meningkatkan ketertarikan siswa sehingga mereka lebih bersemangat dan aktif.
Penggunaan metode pencarian informasi dan media kartun bercerita dalam pembelajaran mengubah teks wawancara menjadi narasi ini diharapkan dapat
memotivasi guru dan siswa dalam upaya meningkatkan keterampilan mengubah teks wawancara menjadi narasi, serta mengurangi kesulitan siswa dalam pembelajaran
tersebut sehingga dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran. Melalui metode pencarian informasi dan media kartun bercerita, siswa lebih mudah dalam
menyerap informasi dalam teks wawancara sehingga siswa akan dapat menghasilkan sebuah karya yang berkualitas dan mengandung informasi yang lengkap.
Berdasarkan latar belakang masalah, penelitian peningkatan keterampilan siswa dalam mengubah teks wawancara menjadi narasi dengan metode pencarian
informasi melalui media kartun bercerita patut dilaksanakan.
1.2 Identifikasi Masalah