83
wirausaha melainkan hanya sebagai ibu rumah tangga. Dengan melihat pekerjaan orang tua ibu, maka siswa SMK tidak banyak yang tertarik
dalam berwirausaha. Walaupun setelah lulus sekolah dan tidak langsung bekerja, siswa tentu berpikir untuk membantu ibunya di rumah.
Pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh siswa tentang kewirausahaan sangatlah sedikit, terutama bagi siswa yang orang tuanya bukan seorang
wirausaha.
3. Hubungan Antara Lingkungan Belajar Di Keluarga Dengan Jiwa
Kewirausahaan
Hasil pengujian hipotesis ketiga menunjukkan bahwa pada taraf signifikansi 0,05 dan df = 2, diketahui ?
2
tabel = 5,99 dan diperoleh ?
2
hitung = 4,25. Tampak bahwa nilai ?
2
hitung ?
2
tabel, artinya Ho diterima dan Ha ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak
ada hubungan antara lingkungan belajar di keluarga dengan jiwa kewirausahaan siswa.
Berdasarkan hasil analisis deskripsi yang menunjukkan bahwa lingkungan belajar di keluarga secara umum termasuk dalam kategori
baik. Hal ini didukung hasil perhitungan mean= 22,64; median= 22,52; dan modus= 22,18. Dan berdasarkan perhitungan analisis deskripsi data,
variabel jiwa kewirausahaan siswa dikategorikan tinggi. Hal tersebut tampak pada hasil perhitungan mean= 56,2; median= 55,46; dan modus=
54,77. Dan secara umum siswa kelas III SMK YPKK 2 Sleman PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
mempunyai jiwa wirausaha yang tinggi dengan lingkungan belajar di keluarga dalam kondisi baik.
Hasil penelitian yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara lingkungan belajar keluarga dengan jiwa kewirausahaan siswa
kemungkinan dikarenakan kurangnya atau tidak adanya perhatian, dukungan dan dorongan dari keluarga terutama orang tua terhadap minat
siswa berkaitan tentang kegiatan berwirausaha. Atau pula dikarenakan pada kondisi sosial ekonomi keluarga yang rendah, yang mempengaruhi
rendahnya minat siswa terhadap kegiatan wirausaha. Faktor lain yang mempengaruhi rendahnya atau kurangnya minat siswa terhadap wirausaha,
antara lain latar belakang kebudayaan keluarga yang secara turun temurun memang bukanlah keluarga wirausaha dan latar belakang kurangnya
pengetahuan orang tua mengenai jiwa siswa serta perkembangannya. Hal tersebut tidak sejalan dengan pendapat Wasty Soemanto
2001:90-96, yang menyatakan bahwa lingkungan keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama dalam mendidik manusia wirausaha.
Dimana keluarga memiliki kewajiban dan tanggung jawab di dalam mempersiapkan manusia wirausaha. Dengan kata lain, keluargaorang tua
berperan sebagai peletak dasar dari pada perkembangan kekuatan pribadi manusia wirausaha.
Agar orang tuakeluarga dapat berperan sebagai peletak dasar mempersiapkan siswa menjadi pekerja yang efektif, maka hendaknya
orang tua memiliki jiwa wirausaha atau mempunyai bekal pengetahuan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
minimal mengenai kewirausahaan. Karena dengan dimilikinya kualifikasi itu, diharapkan orang tuakeluarga akan dapat memberikan andil dalam
usaha membelajarkan siswa untuk menjadi pekerja yang berjiwa wirausaha. Usaha orang tua untuk mendidik siswa yang berjiwa wirausaha
berhasil, maka para orang tua hendaknya mengenal garis besar perkembangan jiwa masing- masing anaknya, hendaknya mengenal arti dan
ciri manusia wirausaha, dan hendaknya menciptakan situasi belajar kewirausahaan di lingkungan keluarga.
4. Hubungan Antara Lingkungan Belajar Di Sekolah Dengan Jiwa
Kewirausahaan
Hasil pengujian hipotesis keempat menunjukkan bahwa pada taraf signifikansi 0,05 dan df = 2, diketahui ?
2
tabel = 5,99 dan diperoleh ?
2
hitung = 6,11. Tampak bahwa nilai ?
2
hitung ?
2
tabel, artinya Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan antara lingkungan belajar di sekolah dengan jiwa kewirausahaan siswa. Nilai koefisien kontingensi = 0,29 dan menunjukkan bahwa derajat
hubungan lingkungan belajar di sekolah dengan jiwa kewirausahaan siswa sebesar 29. Nilai koefisien kontingensi ini meyakinkan bahwa besarnya
hubungan lingkungan belajar di sekolah dengan jiwa kewirausahaan siswa adalah cukup tinggi.
Berdasarkan hasil analisis deskripsi yang menunjukkan bahwa lingkungan belajar di sekolah secara umum termasuk dalam kategori baik.
86
Hal ini didukung dari hasil perhitungan mean=22,69; median=22,48; dan modus=22,04. dan berdasarkan perhitungan analisis deskripsi data,
variabel jiwa kewirausahaan siswa dikategorikan tinggi. Hal tersebut tampak pada hasil perhitungan mean=56,2; median=55,46; dan
modus=54,77. Secara umum siswa kelas III SMK YPKK 2 Sleman mempunyai jiwa wirausaha yang tinggi dengan lingkungan belajar di
sekolah dalam kondisi baik. Diterimanya hipotesis keempat, dijelaskan bahwa tinggi rendahnya
jiwa kewirausahaan siswa didukung oleh lingkungan belajarnya di sekolah. Lingkungan sekolah sebagai lingkungan pendidikan formal untuk
memperlengkapi bekal pribadi manusia wirausaha dan sebagai penanggung
jawab pendidikan manusia wirausaha. Dan untuk mempersiapkan manusia wirausahawiraswasta, sekolah perlu
mengajarkan pelajaran-pelajaran tentang kewirausahaan kepada para siswanya. Pengetahuan mengenai wirausaha baik materi maupun praktik
lapangan yang diselenggarakan pihak sekolah dan dunia usaha, kemudian diterapkan dalam praktik lapangan baik formal maupun tidak formal,
seperti yang telah ditetapkan dalam suatu sistem pendidikan di sekolah kejuruan yaitu Program Sistem Ganda PSG yang dilaksanakan di dunia
usaha dan industri, atau dapat bersifat tidak formal seperti belajar memasarkan suatu produk dari instansi tertentu dan disalurkan kepada
konsumen kecil pembeli. Melalui program itulah dapat dilihat minat siswa terhadap kewirausahaan, jika siswa merasa tertarik akan sesuatu