Menyusun Paragraf Argumentatif Mengajukan Pertanyaan dan Menjawabnya

95 Pelaksanaan Program-program Sekolah Pelatihan b. Ciri-ciri paragraf berpola induktif Penalaran induktif adalah proses penalaran yang bertolak dari peristiwa-peristiwa yang sifatnya khusus menuju pernyataan umum. Apabila diidentifikasi secara terperinci, paragraf berpola induktif memiliki ciri-ciri sebagai berikut. 1 Letak kalimat utama di akhir paragraf. 2 Diawali dengan uraianpenjelasan bersifat khusus dan diakhiri dengan pernyataan umum. 3 Paragraf induktif diakhiri dengan kesimpulan. Perhatikan teks bacaan berikut ini “…. Teman-teman guru suka menggerutu atau bergumam tentang berbagai hal yang dialaminya di luar ruang guru. Misalnya problematika berlalu-lintas yang sehari-hari saya alami. Saya memfokuskan persoalan itu dari kecil untuk ditarik jadi persoalan besar atau sebaliknya. Akhirnya saya bisa menarik kesimpulan sekaligus menguatkannya melalui fakta riil bahwa sebenarnya masyarakat kita memang tidak disiplin, hanya dengan mendapat ide di jalan yang saya lalui sehari-hari. Kalau gerutuan atau gumaman itu hanya berhenti di ruang guru, lalu kapan kita bisa turut memecahkan persoalan itu? Kita bisa mendapat ide kapan saja, di mana saja, dalam situasi apapun.” “…. Seperti halnya anak kecil ketika kali pertama belajar naik sepeda. Kadang jatuh, tapi bisa berdiri lagi, lalu jadi biasa dan akhirnya bisa. Merasa sulit mengawali permulaan menulis di media massa cetak itu hal biasa. Saya juga mengalaminya dulu waktu pertama menulis untuk media massa. Tapi kesulitan itu saya taklukkan. Ada semacam dorongan kuat untuk berhasil menembus media.” Anda sudah diberi gambaran tentang mengklasifikasikan jenis paragraf berdasarkan letak kalimat, topik, dan isi. Sekarang tugas Anda mengerjakan perintah-perintah di bawah ini 1. Bacalah teks bacaan di atas 2. Kelompokkan termasuk jenis paragraf apa teks bacaan di atas 3. Berikan analisis dan alasan Anda 4. Bacakan hasil kerja Anda kepada teman-teman Anda 5. Mintalah tanggapan dari teman dan guru Anda 96 Bahasa dan Sastra Indonesia SMA dan MA Kelas XII Program Bahasa

I. Kompetensi Bersastra

A. Menganalisis Sikap Penyair dalam Puisi Terjemahan yang Dilisankan

Tujuan Pembelajaran Anda diharapkan mampu menganalisis sikap penyair terhadap sesuatu hal yang terdapat dalam puisi terjemahan yang dilisankan. Sikap Penyair dalam Penuangan Puisi Kalau ada kegilaan adalah kegilaan kreatif. Dengan kreativitas, kegilaan penciptaan dimungkinkan. Dengan kegilaan pula dapat dikecap capaian- capaian artistik sebuah sajak. Penyair terkadang seperti orang “gila” gila dalam tanda kutip. Artinya, di tengah-tengah masyarakatnya penyair acap tampil anormaly, menyendiri, mengasingkan diri dari interaksi massif, dan secara personal menampilkan sosok yang sering “nyleneh”, aneh, dan sulit dipahami. Hal seperti itu dapat ditemukan pada puisi-puisi penyair dari Banjarbaru: Arsyad Indradi yang menyedot perhatian untuk digumuli. Kegilaan Arsyad Indradi dalam mengeksploitasi dan mengeksplorasi segenap inderanya dalam menciptakan puisi masih dapat dinikmati. Niscaya merupakan sebuah kegilaan manakala dalam satu tahun diterbitkan buku kumpulan puisi: Nyanyian Seribu Burung April 2006, Narasi Musafir Gila Mei 2006, Romansa Setangkai Bunga Juni 2006, dan Kalalatu September 2006 yang semuanya diterbitkan secara swadana oleh Kelompok Studi Sastra Banjarbaru yang dipimpinnya. Gila Mungkin begitu komentar orang. Kali ini perhatian secara khusus mengarah pada Narasi Musafir Gila yang memuat 90 puisi yang ditulis tahun 2000-an. Dari mana pembicaraan ini dimulai? Pembicaraan puisi bisa dimulai dari mana saja. Antologi ini dibuka dengan “ Narasi Ayat Batu”. Sebagai pembaca kita lantas ingat adanya prasasti, tugu, daun lontar dan sebagainya yang menyimpan kearifan. Kubelah ayat ayat batumu di kulminasi bukit Yang terhampar di sajadahku Kujatuhkan di tebing tebing lautmu Cuma gemuruh ombak dalam takbirku ...Kuseru namamu tak hentihenti Di ruas ruas jari tanganku Yang gemetar dan berdarah Tumpahlah semesta langit Di mata anak Adam yang sujud di kakimu Banjarbaru, 2000. Puisi ini secara intens mengungkapkan pergulatan penyair dalam menghayati “misteri” Illahi. Arsyad Indradi yang memasuki usia 54 tahun pada Desember 2008 ini seterusnya menulis “Narasi Pohon Senja” seperti ini : Kukalungkan lampu lampu di ranjangmu Lalu kujadikan pengantin Lalu kunikahi daunmu kepompong birahi dendam Lahirlah kupu kupu Betapa nikmat dalam dahaga Menjelajahi tubuhmu Mencari rangkaian bunga jauh dalam lubuk jantungmu Hal.2.