Teori Disonansi Kognitif Personal Selling Penjualan Pribadi

Hal tersebut secara teoritis dikonfigurasikan ke dalam lima dimensi perilaku yaitu, kesetian kepada perusahaan loyalty, keinginan untuk menggatiberalih produk switch, kemauan untuk membayar lebih harga produk pay more, respon lingkungan eksternal kepada penyelesaian masalah external response, respon lingkungan internal kepada penyelesaian masalah internal response.

2.3.5 Teori Disonansi Kognitif

Teori ini dikemukan oleh Leon Festinger pada tahun 1957. Teori berbasis psikologi ini berfokus pada keselarasan antara dua elemen kognitif. Jika salah satu elemen tidak sesuaiselaras dengan elemen lainnya, kedua tersebut berada dalam situasi disonansi. Dalam kondisi seperti ini, psychological discomfort bakal memotivasi seseorang untuk menekan atau mengurangi dissonance dan mewujudkan consonance melalui sejumlah cara, seperti: 1 mengubah salah satu di antara kedua elemen bersangkutan; 2 mengurangi derajat kepentingan elem- elemen kognitif tersebut; 3 menambah elemen kognitif baru yang bisa selaras dengan elemen yang sudah ada; dan 4 mengubah relevansi elemen kognitif dari yang semula relevan menjadi tidak relevan. Terminologi yang dipakai dalam teori cognitive dissonance bisa diterjemahkan ke dalam konteks kepuasan pelanggan. Kedua elemen kognitif bisa direpresentasikan dengan ekspektasi terhadap produk sebelum pemakaian atau konsumsi, dan kinerja produk. Dissonance adalah kesenjangan atau perbedaan antara ekspektasi dan kinerja produk. Apabila kinerja produk lebih buruk dibandingakan ekspektasi pelanggan, maka situasinya adalah negative Universitas Sumatera Utara disconfirmation. Jika kinerja produk lebih bagus daripada ekspektasi pelanggan, maka situasinya disebut positive disconfirmation. Sedangkan jika kinerja sama persis atau sesuai dengan harapan, situasinya dinamakan simple confirmation. Apabila diskonfirmasi terjadi, konsumen akan berusaha menekan atau mengasimilasinya dengan jalan mengubah persepsinya terhadap produk agar lebih konsisten dengan ekspektasinya. Teori cognitive dissonance merupakan fondasi bagi expectancy disconfirmation model yang hingga saat ini mendominasi literatur kepuasan pelanggan. Dalam model ini, kepuasan pelanggan didefinisikan sebagai “ evaluasi yang memberikan hasil dimana pengalaman yang dirasakan setidaknya sama baiknya sesuai dengan yang diharapkan”. Ekspektasi terhadap kinerja produkjasa berlaku sebagai standar perbandingan terhadap kinerja aktual produkjasa. Beberapa pakar mengidentifikasi empat macam standar kinerja dalam mengkonseptualisasikan harapan pra-pembelian atas kinerja produkjasa Tjiptono, 2012:61: 1. Equitable performance, yakni penilaian normatif yang mencerminkan kinerja yang seharusnya diterima seseorang atas biaya dan usaha yang telah dicurahkan untuk membeli dan mengkonsumsi barang atau jasa tertentu. 2. Ideal performance, yaitu tingkat kinerja optimum atau ideal yang diharapkan oleh seorang konsumen. 3. Expected performance, yaitu tingkat kinerja yang diperkirakan diantisipasi atau yang paling diharapkandisukai konsumen. Tipe ini yang Universitas Sumatera Utara paling banyak digunakan dalam riset kepuasanketidakpuasan pelanggan, terutama yang didasarkan pada expectancy disconfirmation model. 4. Adequate minimum tolerable expectations, yakni tingkat kinerja produkjasa terendah yang bisa ditoleransi pelanggan. Sementara itu, kinerja performance memiliki dua dimensi, yakni 1 instrumental performance, berkaitan dengan fungsi fisik suatu produk; dan 2 expressivesymbolic performance, berkenaan dengan kinerja estetis atau peningkatan citra diri. Sebagai contoh, manfaat produk jasa PT. BPJS Ketenagakerjaan Persero merupakan aspek kinerja instrumental, sementara nilai produkpremi mencerminkan kinerja simbolik. Tingkat kinerja yang diharapkan dari produk tertentu dipengaruhi oleh karakteristik produkjasa, faktor promosi, pengaruh produk lain dan karakteristik pelanggan itu sendiri. Dalam hal karakteristik produkjasa, pengalaman sebelumnya yang dimiliki pelanggan berkenaan dengan produkjasa tersebut, harganya, dan karakteristik fisiknya mempengaruhi harapannya terhadap kinerja produkjasa bersangkutan. Jadi, jika produkjasa itu mahal harganya, atau kinerjanya sangat baik dalam pengalaman konsumsi yang lalu maka pelanggan bersangkutan mungkin memiliki standar kinerja yang tinggi. Cara perusahaan mempromosikan produknya melalui komunikasi iklan atau para wiraniaga juga bisa mempengaruhi harapan pelanggan terhadap kinerja produk. Klaim produk yang terlampau bombastis dan tidak realistis bisa menimbulkan “over promise, under deliver”, yang justru menimbulkan ketidakpuasan pelanggan dan dapat merusak reputasi perusahaan Tjiptono, 2012:61. Universitas Sumatera Utara Faktor lain yang tak kalah pentingnya dalam pembentukan harapan pelanggan adalah pengalaman pelanggan dengan produkjasa lain yang memiliki karakteristik serupa. Pengalaman dengan kelas produk ini bisa mempengaruhi pembentukan norma atau standar tingkat kinerja yang harus dapat dipenuhi merek tertentu. Sebagai contoh, harapan peserta PT. BPJS Ketenagakerjaan terhadap ketepatan waktu penyampaian jasa medis tertentu dipengaruhi oleh pengalamannya dengan fasilitas jasa medis asuransi lainnya. Tentu saja karakteristik pelanggan juga berpengaruh terhadap harapan atas kinerja produk. Ada pelanggan yang memang memiliki harapan lebih tinggi atas suatu produk dibandingkan pelanggan lainnya. Konsekuensinya, standarnya lebih tinggi. Demikian pula halnya, rentang penerimaan latitudes of acceptance terhadap tingkat adaptasi berbeda antar individu. Konsumen yang memiliki rentang penerimaan lebih sempit cenderung lebih mudah tidak puas dibandingkan mereka yang mempunyai rentang penerimaan lebih luas. Perbedaan kecil saja antara harapan dan kinerja aktual sudah bisa membuat konsumen seperti ini merasa tidak puas. Gambar 2.2 Teori Disonasi Kognitif Kinerja aktual Persepsi terhadap kinerja produk Diskonfirmasi negatif N Ekspektasi terhadap kinerja Universitas Sumatera Utara Sumber: Anderson 1973, dalam Tjiptono 2012:64

2.4 Kerangka Konsep

Kerangka sebagai hasil pemikiran yang rasional merupakan uraian yang bersifat kritis dalam memperhatikan kemungkinan hasil penelitian yang dicapai dapat mengantar penelitian pada rumusan hipotesa. Nawawi, 2001:40. Konsep adalah suatu makna yang berada di alam pikiran atau didunia kepahaman manusia yang dinyatakan kembali dengan sarana lambang perkataan atau kata-kata. Jadi, kerangka konsep adalah hasil pemikiran rasional dalam menguraikan rumusan hipotesis yang merupakan jawaban sementara dari masalah yang diuji kebenarannya. Agar konsep dapat di teliti secara empiris,maka harus di operasionalkan dengan mengubahnya menjadi variabel. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Variabel Bebas X 1 dan X 2 Variabel bebas merupakan variabel yang diduga sebagai penyebab atau pendahulu dari variabel yang lain Rakhmat, 2004:12. Variabel bebas dalam penelitian ini ada dua yakni X 1 berupa pengelolaan pesan dan X 2 berupa aktivitas komunikasi pemasaran PT. BPJS Ketenagakerjaan Persero Wilayah Kerja Medan. b. Variabel Terikat Y Diskonfirmasi positif Tingkat Ekspektasi Diskonfirmasi positif Ekspektasi akurat Diskonfirmasi positif Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Strategi Komunikasi Pelayanan dan Kepuasan (Studi korelasional Strategi Komunikasi Pelayanan Pegawai Perpustakaan USU terhadap Kepuasan Mahasiswa USU)

4 63 109

Peran Kebijakan Bisnis dalam Meningkatkan Kepuasan Pelanggan Kopi Baba (Studi Kasus pada Kopi Baba Jl.Dr.Mansyur No.47 Medan)

0 34 101

Strategi Komunikasi Pemasaran Dalam Upaya Peningkatan Kepuasan Dan Loyalitas Konsumen

16 140 95

Analisis Kepuasan Pelanggan Terhadap Pelayanan Call Center Bank Pemerintah dan Swasta di Kota Medan.

5 88 59

komunikasi Antar Pribadi Customer Service Dan Kepuasan Pelanggan (Korelasional Kentang Pendekatan Komunikasi Antar Peribadi Customer Service PT Indosat dan Tingkat Kepuasan Pelanggan Di Gallery Indosat Medan)

2 53 129

Pengaruh Kepuasan Konsumen Terhadap Loyalitas Merek Pada Pengguna Kartu Pra-Bayar Simpati

5 53 123

Pengaruh Pemasaran Relasional Terhadap Kepuasan Pelanggan Pada Asuransi Jiwa Bersama (AJB)Bumiputera 1912 Cabang Medan

1 36 92

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu - Pengelolaan Pesan dan Aktivitas Komunikasi Pemasaran Terhadap Tingkat Kepuasan Pelanggan (Studi Korelasional Pengaruh Pengelolaan Pesan dan Aktivitas Komunikasi Pemasaran PT BPJS Ketenagakerjaan Wilayah K

0 2 54

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Pengelolaan Pesan dan Aktivitas Komunikasi Pemasaran Terhadap Tingkat Kepuasan Pelanggan (Studi Korelasional Pengaruh Pengelolaan Pesan dan Aktivitas Komunikasi Pemasaran PT BPJS Ketenagakerjaan Wilayah Kerja

0 0 11

Pengelolaan Pesan dan Aktivitas Komunikasi Pemasaran Terhadap Tingkat Kepuasan Pelanggan (Studi Korelasional Pengaruh Pengelolaan Pesan dan Aktivitas Komunikasi Pemasaran PT BPJS Ketenagakerjaan Wilayah Kerja Medan terhadap Tingkat Kepuasan Pelanggan)

0 0 11