294 Kelas XII SMA
juga ditantang untuk terlibat dalam dunia pertanian yang sudah rusak karena perusakan sistematis sehingga merusak tatanan dan fungsi lingkungan hidup.
Tepatlah Konsili Vatikan II mendesak pentingnya membangun kondisi kerja untuk para petani sehingga mereka mampu mengembangkan diri sebagai
manusia utuh: “Perlu diusahakan dengan sungguh-sungguh, supaya semua orang menyadari baik haknya atas kebudayaan, maupun kewajibannya yang
mengikat, untuk mengembangkan diri dan membantu pengembangan diri sesama. Sebab kadang-kadang ada situasi hidup dan kerja, yang menghambat
usaha-usaha manusia di bidang kebudayaan dan menghancurkan seleranya untuk kebudayaan. Hal itu secara khas berlaku bagi para petani dan
kaum buruh; bagi mereka itu seharusnya diciptakan kondisi-kondisi kerja sedemikian rupa, sehingga tidak menghambat melainkan justru mendukung
pengambangan diri mereka sebagai manusia”. KV II, GS art. 60.
Langkah Ketiga: Menghayati tantangan dan peluang untuk membangun bangsa dan negara
1. Menggali Inspirasi dari Tokoh Nasional Katolik
a. Menyimak cerita
Guru mengajak peserta didik untuk menyimak cerita tentang tokoh nasional Katolik berikut ini.
IJ Kasimo dan Politik Bermartabat
“Nama Ignatius Joseph Kasimo 1900-1986 tidak setenar nama-nama tokoh pergerakan kemerdekaan lainnya. Namun, ketika praksis berpolitik
belakangan ini cenderung menjadi komoditas dan tempat mencari kedudukan, sosok Kasimo menjadi referensi aktual. Bersama orang-orang seangkatan,
seperti Natsir dan Prawoto, tujuan Kasimo berpolitik itu jernih, untuk rakyat dan bukan untuk dapat banyak honor,” kata sejarawan Anhar Gonggong
seputar ketokohan IJ Kasimo dalam sejarah pergerakan kemerdekaan.
Kasimo memberi teladan bahwa berpolitik itu pengorbanan tanpa pamrih. Berpolitik selalu memakai beginsel atau prinsip yang harus dipegang
teguh. Berpolitik menjadi bermartabat. Moto salus populi suprema lex kepentingan rakyat hukum tertinggi, kata Jakob Oetama, Pemimpin Umum
Harian Kompas, merupakan cermin etika politik yang nyaris jadi klasik dari tangan Kasimo. Masuk ke gelanggang politik merupakan panggilan hidup,
sikap dan perbuatannya jauh dari motivasi memperkaya diri, keluarga, dan kelompok. Kasimo seorang negarawan sejati.
Menyambung Jakob Oetama, di mata Harry Tjan Silalahi, Kasimo adalah manusia berkarakter. Berkorban tanpa pamrih, hidup sederhana.
Kesederhanaan menjadi kesalehan hidup. Karena itu, Kasimo dianugerahi
Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti 295
umur panjang. Meninggal dalam usia 86 tahun, 1 Agustus 1986, tidak pernah korup berkat pendidikan Barat yang membedakan ”milikku” dan
”milik negara”, mine and yours.
Dari Jawa Mengindonesia
Kalaupun kemudian Kasimo dikenal sebagai politisi Katolik, kata Jakob Oetama dan Harry Tjan Silalahi, bahkan dikenang sebagai Bapak Politik
Umat Katolik Indonesia, iman Katoliknya memberi inspirasi, memperkuat sikap dan pandangan idealisme. Meskipun selalu berpakaian Jawa lengkap,
Kasimo lebur dalam upaya mengajak dan menyadarkan bahwa umat Katolik bukanlah umat Katolik di Indonesia, tetapi umat Katolik Indonesia bagian
utuh dari kemajemukan bangsa Indonesia. ”Dari Jawa mengindonesia,” tegas Harry Tjan.
Lahir sebagai anak kedua dari 7 bersaudara dari pasangan Dalikem- Ronosentika, seorang prajurit Keraton Yogyakarta, Kasimo tampil
memperjuangkan hak-hak anak jajahan. Ia berjuang lewat Volksraad, lewat partai, tidak dengan menampilkan sikap sektarian, tetapi berdasar platform
kebangsaan yang majemuk. Partai Katolik bukanlah partai konvensional, melainkan partai yang
mendasarkan diri pada ajaran dan moralitas Katolik. Mengenai posisi golongan Katolik, kata Daniel Dhakidae, Pemimpin Redaksi Majalah
Prismadi Hindia Belanda tahun 1930-an golongan Katolik dianggap seperti golongan ”paria” di India. Karena itu, kehadirannya tidak diperhitungkan.
Dalam kondisi demikian, peran pastor-pastor Belanda yang Katolik di Hindia Belanda menjadi serba salah. Pastor Frans van Lith SJ merupakan
satu dari antara mereka yang bersimpati dan kemudian memihak orang bumiputra. Menurut JB Sudarmanto yang melakukan penelitian tentang
Kasimo, setahun setelah diangkat sebagai anggota Volksraad tanggal 19 Juli 1932, Kasimo melontarkan pernyataan, ”Tuan Ketua Dengan ini saya
menyatakan bahwa suku bangsa-suku bangsa Indonesia yang berada di bawah kekuasaan negeri Belanda, menurut kodratnya mempunyai hak serta
kewajiban untuk membina eksistensinya sendiri sebagai bangsa.”
Kasimo juga ikut serta dalam Petisi Soetardjo yang diajukan pada 15 Juli 1936. Menurut sejarawan Asvi Warman Adam, berkat diangkatnya
Kasimo menjadi anggota penuh delegasi RI untuk perundingan dengan pihak Belanda dari Partai Katolik, dan Supeno dari Partai Sosialis, Belanda
bersedia bertemu Indonesia di meja perundingan. Bersama Kolonel AH
Nasution, Kasimo—Ketua Partai Katolik 1924-1960—menjalankan fungsi pemerintahan negara dengan membentuk Komisariat Pemerintah Pusat di
Jawa KPPD. Kerja sama erat dalam kedudukannya sebagai pejabat KPPD di Jawa dengan Markas Komando di Jawa lewat penandatanganan bersama
menghasilkan banyak keputusan sebagai legalitas formal Pemerintah Pusat RI di Jawa ketika bergerilya semasa Clash II.
296 Kelas XII SMA
Partai politik, bagi Kasimo, merupakan sarana dan bukan tujuan. Itu pula yang menjadikan Kasimo berbesar hati menerima Partai Katolik RI yang dia
dirikan berfusi ke Partai Demokrasi Indonesia tahun 1972. Dosen Sejarah Gereja, RL Hasto Rosariyanto SJ, menggarisbawahi pendapat orang tentang
kesamaan ketokohan Kasimo dan Cory Aquino. Mereka bertemu dalam kegiatan politik yang digerakkan oleh cinta tanah air, sederhana, dan jujur.
Sebuah bentuk keluhuran yang di hari-hari ini menjadi amat mewah, terlebih saat berpolitik tidak lagi didasarkan atas keberpihakan memperjuangkan
kepentingan rakyat
....” St. SulartoKompas, 8 Okt. 2010
b. PendalamanDiskusi