34 Kelas XII SMASMK
d Perkawinan sebagai sakramen; Hal ini merupakan unsur hakiki perkawinan antara dua orang yang dibaptis. Perkawinan pria dan
wanita menjadi tanda cinta Allah kepada ciptaan-Nya dan cinta Kristus kepada Gereja-Nya.
2 Perkawinan Menurut Ajaran Konsili Vatikan II
Dalam Gaudiumet Spes, no.48 dijelaskan bahwa “perkawinan merupakan kesatuan mesra dalam hidup dan kasih antara pria dan
wanita, yang merupakan lembaga tetap yang berhadapan dengan masyarakat”. Karena itu, perkawinan bagi Gereja Katolik tidak sekedar
ikatan cinta mesra dan hidup bersama yang diadakan oleh Sang Pencipta dan dilindungi hukum-hukum-Nya. Perlu pula dilihat bahwa
perkawinan menurut bentuknya merupakan suatu lembaga dalam hidup kemasyarakatan. Tanpa pengakuan sebagai lembaga, perkawinan
semacam “hidup bersama” yang dipandang oleh masyarakat sebagai liar kumpul kebo. Perlu dilihat pula bahwa perkawinan menurut maksud
dan intinya merupakan kesatuan hidup dari dua pribadi. Tidak ada perkawinan tanpa kebebasan yang ingin membangun kesatuan hidup
itu. Perkawinan terwujud dengan persetujuan antara seorang pria dan wanita yang diungkap secara bebas, untuk membagi hidup satu sama
lain. Persetujuan itu mesti dinyatakan secara publik, artinya di hadapan saksi-saksi yang resmi diakui dan menurut aturan yang berlaku dalam
lingkungan masyarakat.
b. Tujuan Perkawinan 1 Kesejahteraan lahir-batin suami-istri
a Tujuan perkawinan ialah untuk saling mensejahterakan suami dan istri secara bersama-sama hakikat sosial perkawinan dan bukan
kesejahteraan pribadi salah satu pasangan. Karena ada bahaya bahwa ada pasangan yang diperalat untuk memperoleh kesejahteraan
materil. Kitab Suci berkata: “Tidaklah baik, bahwa manusia sendiri saja. Kami hendak mengadakan seorang pendamping untuk
menjadi teman hidupnya... Lalu Allah mengambil sebuah tulang rusuk Adam dan membentuknya menjadi seorang wanita.Maka
pria akan meninggalkan ibu-bapaknya untuk mengikat diri pada istrinya dan mereka akan menjadi satu jiwa-raganya” Kej 2:18-
25.
b Kitab Suci mengajarkan bahwa tujuan perkawinan ialah saling menjadikan baik dan sempurna, saling mensejahterakan,
yaitu dengan mengamalkan cinta seluruh jiwa raga. Perkawinan adalah panggilan hidup bagi sebagian besar umat manusia untuk
mengatasi batas-batas egoisme; untuk mengalihkan perhatian dari
Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti 35
diri sendiri kepada sesama; dan untuk menerima tanggungjawab sosial; serta menomorduakan kepentingan sendiri demi
kepentingan kekasih dan anak-anak mereka bersama. Seorang yang sungguh egois sebenarnya tidak sanggup menikah, karena
hakikat perkawinan adalah panggilan untuk hidup bersama.
2 Kesejahteraan lahir batin anak-anak
a Gereja selama berabad-abad mengajar, bahwa tujuan pokok perkawinan adalah melahirkan anak. Baru pada abad kita ini,
menjelang Konsili Vatikan II, orang mulai bertanya-tanya lagi mengenai hakikat perkawinan.
b Apabila tujuan utama perkawinan adalah anak, apakah ayah ibu hidup semata-mata untuk anak? Bagaimana kalau tujuan
perkawinan itu untuk mendapatkan keturunan tak dapat dipenuhi, misalnya karena pasangan itu mandul? Kita tahu bahwa Gereja
Katolik berpandangan walaupun pasangan itu tidak subur, namun mereka tetaplah suami-istri yang sah, dan perkawinan mereka
lengkap, penuh arti dan diberkahi Tuhan Dalam dokumen- dokumen sesudah Konsili Vatikan II Gereja tidak lagi terlalu
mutlak mengatakan bahwa keturunan sebagai tujuan paling pokok dan utama.
c Anak-anak, menurut pandangan Gereja, adalah “anugerah perkawinan yang paling utama dan sangat membantu kebahagiaan
orangtua. Dalam tanggungjawab menyejahterakan anak terkan- dung pula kewajiban untuk mendidik anak-anak. “Karena telah
memberikan kehidupan kepada anak-anak mereka, orangtua terikat kewajiban yang sangat berat untuk mendidik anak-anak
mereka dan karena itu mereka harus diakui sebagai pendidik pertama dan utama anak-anak mereka GE.3a. Pendidikan anak,
menurut pendapat Gereja, harus mengarah pada pendidikan demi masa depan anak-anak. “Anak-anak harus dididik sedemikian rupa
sehingga setelah mereka dewasa, dapat mengikuti dengan penuh rasa tanggungjawab panggilan mereka termasuk juga panggilan
khusus, dan memilih status hidup; apabila mereka memilih status pernikahan, semoga mereka dapat membangun keluarganya sendiri
dalam situasi moral, sosial dan ekonomi yang menguntungkan mereka” GS. 52a.
d Pemenuhan tujuan pernikahan tidak berhenti pada lahirnya anak, melainkan anak harus dilahirkan kembali dalam permandian dan
pendidikan kristiani, entah itu intelektual, moral, keagamaan, hidup sakramental, dan lain-lain.
36 Kelas XII SMASMK
c. Sifat Perkawinan 1 Monogam